Penulis
Intisari-Online.com -Terdapat dua Kerajaan Mataram di Indonesia. Kerajaan Mataram kuno yang berdiri pada abad ke-8, merupakan kerajaan Hindu-Buddha.
Sementara itu Kerajaan Mataram Islam berdiri pada 1586.
Keraton Kerajaan Mataram Islam ini dipercaya penduduknya sebagai pusat dunia.
Masyarakat pada masa itu menjulukinya dengan nama "pusat jagad".
Baca Juga: Isi Perjanjian Salatiga, Kesepakatan yang Akhirnya Membagi Mataram Jadi Tiga Wilayah Kekuasaan
Mataram jugaberusaha meluaskan kekuasaannya sambil mencoba mengembangkan agama Islam.
Dikisahkan buku "Nusantara Sejarah Indonesia" karya Bernard H. M. Vlekke. Mataram berhasil menguasai Blambangan yang saat ini masuk wilayah Banyuwangi.
Blambangan dalam waktu singkat berhasil ditaklukkan.
Tentara Mataram kemudian berusaha menyeberangi selat sempit antara Jawa dan Bali, tapi Bali memberikan perlawanan yang gigih.
Misi Mataram memperluas kekuasaannya ke Bali pun kandas.
Setelah pasukan Mataram berhasil diusir, Bali kembali mengambil semua wilayah kekuasaan mereka yang telah direbut, termasuk di wilayah Blambangan.
Mataram di bawah kekuasaan Sultan Agung kemudian juga melakukan serangan habis - habisan di wilayah - wilayah non muslim.
Ia mengawasi orang Belanda di Batavia dengan seksama.
Baca Juga: Latar Belakang dan Isi Perjanjian Salatiga, Mataram Terpecah Lagi Lewat Perjanjian Ini
Sultan Agung berusaha bernegosiasi dengan Portugis di Malaka untuk membangun persekutuan melawan musuh mereka bersama.
Tapi saat itu kekuasaan Portugis di Kepulauan Indonesia sudah mendekati hari - hari terakhir.
Inilah perang Sultan Agung terakhir, dia masih memerintah dengan tangan besi, tapi mimpi memulihkan imperium Majapahit telah berakhir.
Kekuasaan Belanda mulai meningkat pada 1641, mereka menaklukkan benteng utama Portugis di Malaka.
Sejak itu laut - laut di Indonesia dikontrol oleh VOC di bawah bendera Belanda-nya, yang karena keunggulan lautnya menjadi penguasa atas Kepulauan Indonesia.
Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang berkuasa dari tahun 1613 sampai 1645.
Ia merupakan raja ketiga setelah Panembahan Sedo Krapyak.
Letak geografis kerajaan yang berada di pedalaman membuat Mataram menjadi kerajaan agraris.
Pertanian yang menjadi sumber pokok ekonomi masyarakat berkembang pesat karena didukung tanah yang subur.
Pada masa kejayaannya, Mataram berhasil menjadi pengekspor utama beras.
Meski mengandalkan pertanian sebagai pusat ekonomi, tak sedikit masyarakat yang melakukan aktivitas perdagangan laut.
Dua kegiatan ekonomi yang berkembang pesat itu membuat Kerajaan Mataram cukup diperhitungkan di dunia politik Nusantara.
Kehidupan sosial masyarakat pun berkembang dengan sangat baik.
Bahkan pada masa kebesarannya, Mataram berhasil mengembangkan Budaya Kejawen.
Budaya ini merupakan bentuk akulturasai dari kebudayaan Hindu-Buddha dan ajaran agama Islam.
(*)