Find Us On Social Media :

Jadi Misteri Selama Ribuan Tahun, Akhirnya Terkuak Siapa yang Bangun Piramida Tempat Makam para Firaun, Semua Gara-gara Peraturan Ketat di Mesir Kuno Ini

By Mentari DP, Sabtu, 6 November 2021 | 10:30 WIB

Kehidupan di Mesir kuno.

Intisari-Online.com - Kehidupan di Mesir kuno dianggap begitu sempurna.

Bahkan kehidupan akhirat Mesir kuno dibayangkan sebagai kelanjutan abadi kehidupan di bumi. 

Orang Mesir kuno memang sangat mempercayai kehidupan setelah kematian. Tapi mereka juga memiliki tatanan kehidupan yang ketat.

Baca Juga: Biaya Proyek Kereta Cepat Terus Membengkak Hingga Rp114,24 Triliun, Ahli Beberkan Pemerintah Baru Bisa Balik Modal 139 Tahun Lagi, Benarkah Indonesia Sudah Terjerat Utang China?

Dilansir dari worldhistory.org pada Sabtu (6/11/2021), penduduk Mesir kuno secara ketat dibagi ke dalam kelas sosial.

Paling atas sudah tentu para Raja Mesir, anggota istananya, gubernur daerah, jenderal militer, pemerintah pengawas tempat kerja (supervisor), dan kaum tani.

Mereka percaya para dewa telah menetapkan tatanan sosial yang paling sempurna yang mencerminkan para dewa.

Kelas atas

Raja Mesir (tidak dikenal sebagai 'firaun' sampai periode Kerajaan Baru), dianggap sebagai manusia pilihan para dewa.

Raja adalah perantara antara para dewa dan orang-orang dari Periode Pradinastik melalui Kerajaan Lama (c. 2613-2181 SM).

Baca Juga: Bukan Manusia, Terkuak Inilah Identitas Asli dari 2 'Makhluk' yang Tersimpan di Balik Peti Mumi Kecil Mesir Kuno Selama 50 Tahun, Para Ilmuwan Sampai Terkejut Lihat Isinya

Namun, bahkan setelah era ini, raja masih dianggap sebagai utusan pilihan dewa.

Bahkan bagian akhir Kerajaan Baru (1570-1069 SM) ketika para imam Amun di Thebes memegang kekuasaan yang lebih besar daripada Raja.

Tapi Raja masih dihormati sebagai yang ditahbiskan secara ilahi.

Para Raja menikmati kehidupan yang jauh dari kekurangan. 

Mereka memiliki kekuasaan dan prestise, pelayan untuk melakukan pekerjaan kasar, banyak waktu luang untuk mengejar kesenangan, pakaian bagus, dan banyak kemewahan di rumah mereka.

Ahli Taurat & Dokter

Juru tulis sangat dihargai di Mesir kuno karena dianggap dipilih secara khusus oleh dewa Thoth, yang mengilhami dan memimpin keahlian mereka.

Karya seorang juru tulis membuatnya abadi bukan hanya karena generasi selanjutnya akan membaca apa yang mereka tulis, tetapi karena para dewa sendiri menyadarinya.

Seshat, dewi pelindung perpustakaan dan pustakawan, dengan hati-hati meletakkan karya seseorang di raknya, seperti yang dilakukan pustakawan dalam pelayanannya di bumi.

Kebanyakan juru tulis adalah laki-laki, tetapi ada juru tulis perempuan yang hidup senyaman rekan-rekan laki-laki mereka.

 

Baca Juga: Meski Makamnya Dipenuhi Artefak Emas, Siapa Sangka Kehidupan Tutankhamun Sebenarnya Menyedihkan, Sakit-sakitan Sejak Kecil Karena 'Penyakit Keturunan' Ini

Sama seperti juru tulis, dokter juga sangat dihargai.

Karena dokter perlu melek membaca teks medis, mereka memulai pelatihan mereka sebagai juru tulis.

Sebagian besar penyakit dianggap disebabkan oleh para dewa sebagai hukuman atas dosa atau untuk memberikan pelajaran.

Untuk menjalankan tugasnya, mereka harus bisa membaca literatur-literatur keagamaan pada masa itu, yang meliputi karya-karya kedokteran gigi, pembedahan, pengaturan patah tulang, dan pengobatan berbagai penyakit. 

Militer

Militer sebelum Kerajaan Tengah terdiri dari milisi regional yang direkrut oleh para nomarch untuk tujuan tertentu, biasanya pertahanan, dan kemudian dikirim ke raja.

Pada awal Dinasti ke-12 Kerajaan Tengah, Amenemhat I (c. 1991-c.1962 SM) mereformasi militer untuk menciptakan tentara.

Setelah ini, militer terdiri dari pemimpin kelas atas dan anggota kelas bawah.

Ada kemungkinan kemajuan dalam militer, yang tidak dipengaruhi oleh kelas sosial seseorang.

 

Baca Juga: Saat Peradabaan Mesir Kuno Bikin Israel Kebingungan, Konon Benda dari Israel Ini Bisa Sampai ke Tangan Mesir, Ternyata Ini Awalnya Mulanya

Petani & Buruh

Kelas sosial terendah terdiri dari petani tani yang tidak memiliki tanah tempat mereka bekerja atau rumah tempat mereka tinggal.

Tanah itu dimiliki oleh raja, anggota istana, bangsawan, atau pendeta.

Sampai saat invasi Persia 525 SM, ekonomi Mesir beroperasi pada sistem barter dan didasarkan pada pertanian.

Para petani ini juga merupakan tenaga kerja yang membangun piramida dan monumen Mesir lainnya.

Ketika Sungai Nil membanjiri tepiannya, pertanian menjadi tidak mungkin dan para pria dan wanita akan pergi bekerja pada proyek-proyek raja.

Pekerjaan ini selalu dikompensasi, dan klaim bahwa salah satu struktur besar Mesir dibangun oleh tenaga kerja budak.

Baca Juga: Sampai Dijuluki 'Raja Sesat' hingga Dikutuk oleh Anaknya Sendiri, Nama Ayah Firaun Tutankhamun Langung Menghilang dari Sejarah Setelah Lakukan Perubahan Besar Ini