Penulis
Intisari - Online.com -Jika Anda berkunjung ke Jawa Tengah, Kabupaten Klaten yang ada di antara Daerah istimewa Yogyakarta dan Kota Solo harus Anda kunjungi.
Klaten menyajikan lokasi kota kabupaten yang tidak begitu ramai dengan hidangan makanan yang khas dan enak serta murah di kantong.
Banyak juga tempat wisata di Klaten.
Salah satunya adalah Rowo (rawa) Jombor.
Baca Juga: Lewat Program Titip Bandaku, Dokumen Vital Warga Merapi diubah Menjadi Arsip Digital
Rawa atau danau ini sangatlah luas mencapai 179 hektar dan termasuk peninggalan Belanda.
Siapa sangka, sebelum Belanda membangun tanggul di sekelilingnya, luasan danau alami itu jauh lebih luas lagi.
Ternyata ada cerita menarik di balik pembangunan Rowo Jombor di Klaten.
Mengutip Tribun Solo, Ketua Paguyuban Perahu Wisata Rowo Jombor, Sutomo, menyebutkan tahun 1920 lalu Rowo Jombor sudah terbentuk secara alami.
Namun di masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, pemerintah membangun waduk di tempat tersebut.
"Dahulu kondisi danau ini lebih luas daripada kondisi sekarang," ucap Sutomo, kepada TribunSolo.com, Jum'at (8/10/2021).
Tahun 1942 adalah tahun dibangunnya bendungan.
Ternyata riwayat Rowo Jombor ini cukup panjang, salah satunya adalah dulunya Rowo Jombor adalah kampung yang ditenggelamkan Belanda.
Kabarnya Belanda mengubah perkambungan yang bisa dihuni manusia itu menjadi penampungan air untuk irigasi sawah dan perkebunan milik Hindia Belanda.
Lantas, bagaimana nasib warga yang tinggal di kampung tersebut? Apakah mereka mendapatkan ganti rugi?
Rupanya, tidak hanya untuk keuntungan pribadi pemerintah kolonial saja kampung itu ditenggelamkan.
Kampung itu berada di cekungan, menyebabkan kampung sering banjir ketika hujan.
Baca Juga: Inilah Jumlah Populasi di Papua Barat, Rupanya Pendatang di Papua Sudah Ada Sejak Zaman Majapahit
Hal tersebut membuat sudah banyak warga yang meninggalkan kampung tersebut.
Akhirnya melihat wilayah yang hampir sia-sia, pemerintah kolonial Hindia Belanda pun mengubahnya menjadi waduk.
Hujan deras sering terjadi membuat daerah ceruk itu menjadi daerah langganan banjir dan warga kampung meninggalkan rumahnya ke tempat yang lebih tinggi.
"Pembangunan jalan di atas bendungan tersebut disebabkan jumlah penduduk di lokasi tersebut semakin banyak," jelas Sutomo dilansir dari Tribun Solo.
"Sehingga warga di kampung itu mulai berpindah ke lokasi yang tinggi, termasuk rumah-rumah di dekat Sidoguro itu dulu rumahnya di dalam rowo," ucap dia.
Sutomo mengatakan saat itu ada perkampungan di pinggiran Rawa Jombor yang dahulunya bernama kampung Tawang.
"Hingga saat ini, kampung tersebut dipisah menjadi kampung Tobong dan kampung Ngasem, nama kampung itu sampai sekarang masih dilestarikan," ujar dia.
Cerita serupa disampaikan Warga Dukuh Drajat, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Muh (60).
"Danau ini sudah ada sejak era kolonialisme Belanda, sebelum tahun 1940-an. Dulunya di sini perkampungan," kata Muh, kepada TribunSolo.com, Rabu (6/10/2021).
Muh bercerita, jalan yang mengelilingi Rowo Jombor waktu itu hanya jalan setapak.
Lalu pada tahun 1965, danau buatan pemerintahan kolonial Belanda tersebut baru dibuatkan tanggul.
"Dulu disini hanya jalan setapak, talut danau tersebut baru dibangun tahun 1965," cerita Muh.
Sebagai informasi, Rowo Jombor ini berbentuk segi tidak beraturan, dengan panjang 7,5 kilometer.
Dengan kedalaman mencapai 4,5 meter, danau menampung air sebanyak 4 juta meter kubik.
Akhirnya setelah danau berdiri, banyak warga sekitar memanfaatkannya menjadi tempat wisata dan budidaya ikan.
Banyak warung apung ada di Rowo Jombor.
Baca Juga: Apa yang Didapat Pemerintah Kolonial Memaksakan Tanam Paksa?
Saat ini, pemerintah Klaten memutuskan untuk mengembalikan fungsi Rowo Jombor sebagai penampung air untuk irigasi sawah dan kebun.
Hal itu akan dilakukan dengan revitalisasi, yang memakan biaya Rp 20 miliar.
Kemudian sebagai fungsi rekreasinya, di sekeliling Rowo Jombor akan dibangun jogging track.
Proyek revitalisasi ini sendiri ditengarai sudah mulai dilakukan.
Baca Juga: Inilah Jawaban Sebenarnya Mengapa Pemerintah Hindia Belanda Paksa Laksanakan Tanam Paksa
Bahkan pemerintah Kabupaten Klaten sudah meminta revitalisasi sejak 2017 lalu.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini