Label sebagai raksasa properti pun tidak sembarang disematkan kepada pemilik Guangzhou FC tersebut.
Mereka mengeklaim memiliki lebih dari 1.300 proyek yang tersebar di 280 kota di China.
Kondisi yang sangat mengkilau tersebutlah yang membuat perusahaan ini yakin untuk mengambil pinjaman demi pinjaman untuk membiayai bisnis mereka.
Apalagi, harga properti melesat sangat cepat di kota-kota besar China, seiring dengan tingginya permintaan pasar.
Namun, siapa sangka, saat utang mereka mulai menggunung hingga mencapai 400 miliar dollar AS (setara Rp4.000 triliun), pemerintah China mengambil kebijakan "tiga garis merah".
Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan baik, yaitu mengekang utang dan membuat properti lebih terjangkau oleh masyarakat China dari berbagai lapisan.
Akibatnya, harga properti pun akhirnya mengalami penurunan, terutama di kota-kota kecil.
Evergrande yang sudah terjerat utang sangat besar, kemudian terpaksa menawarkan diskon besar-besaran untuk properti mereka demi menjaga arus kas mereka.