'Senjata Pemusnah Massal Sektor Keuangan' Terancam Lahir Kembali di China, Indonesia Punya Sejarah Sukses Menghadapinya, Strategi SBY Ini Jadi Kuncinya

Ade S

Penulis

Susilo Bambang Yudhoyono

Intisari-Online.com -Ekonomi dunia kini tengah berada dalam posisi siaga menyusul terjadinya krisis Evergrande di China.

Sikap siaga tersebut muncul seiring dengan pengalaman 13 tahun silam, saat krisis berupa gagal bayar properti juga pernah melanda Amerika Serikat.

Kondisi yang kerap dikenal dengan krisis subprime mortgage ini tak hanya meluluhlantakkan ekonomi AS, tapi juga dunia.

Namun, Indonesia, yang kala itu dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono justru menjadi segelintir negara yang selamat dari hantaman krisissubprime mortgage.

Baca Juga: Krisis Evergrande China Mulai Rugikan Seluruh Dunia, Malah Negara Eropa Ini yang Duluan Rasakan Akibatnya

Bagaimana itu bisa terjadi? Strategi apa yang digunakan? Sebelum membahas lebih jauh, kita berkenalan dulu dengan krisis Evergrande yang diklaim sudah di depan mata.

Krisis Evergrande, sesuai dengan namanya, berpusat dari sebuah perusahaan China bernama sama.

Perusahaan raksasa properti tersebut dalam beberapa tahun belakangan berkembang dengan sangat pesat.

Bahkan, saking pesatnya, perusahaan ini pun sampai merambah berbagai sektor, mulai dari susu formula bayi, mobil listrik, hingga klub sepakbola.

Baca Juga: Tidak Dapat Dipercaya! Hanya Dalam Waktu Satu Tahun, Harta Laki-laki China Ini Bertambah Rp309 Triliun

Label sebagai raksasa properti pun tidak sembarang disematkan kepada pemilik Guangzhou FC tersebut.

Mereka mengeklaim memiliki lebih dari 1.300 proyek yang tersebar di 280 kota di China.

Kondisi yang sangat mengkilau tersebutlah yang membuat perusahaan ini yakin untuk mengambil pinjaman demi pinjaman untuk membiayai bisnis mereka.

Apalagi, harga properti melesat sangat cepat di kota-kota besar China, seiring dengan tingginya permintaan pasar.

Baca Juga: Taiwan yang Diserang Malah Justru AS yang Blingsatan, Joe Biden Panik Pemerintahannya Bisa Gagal Total Jika Taiwan Benar-benar Jatuh ke China

Namun, siapa sangka, saat utang mereka mulai menggunung hingga mencapai 400 miliar dollar AS (setara Rp4.000 triliun), pemerintah China mengambil kebijakan "tiga garis merah".

Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan baik, yaitu mengekang utang dan membuat properti lebih terjangkau oleh masyarakat China dari berbagai lapisan.

Akibatnya, harga properti pun akhirnya mengalami penurunan, terutama di kota-kota kecil.

Evergrande yang sudah terjerat utang sangat besar, kemudian terpaksa menawarkan diskon besar-besaran untuk properti mereka demi menjaga arus kas mereka.

Baca Juga: Sudah Bikin Panik Satu Dunia Karena Kirim Ratusan Jet Tempur ke Taiwan, 4 Tahun ke Depan China Diprediksi Bisa Benar-benar Serang Taiwan Sepenuhnya dan Jadi Perang Besar, Ini Sebabnya

JikaEvergrande sampai benar-benar tak sanggup membayar utang atau bahkan sampai dinyatakan gulung tikar, maka ekonomi China jelas menjadi korban pertama.

Sebab, akan banyak orang yang harus kehilangan 'properti' yang masih dalam tahap pembangunan.

Efek domino juga akan terasa di sektor-sektor yang terkait dengan sektor properti seperti perusahaan konstruksi dan pemasok materian.

Ekonomi China, yang kini menjadi nomor dua terbesar di dunia, yang terpuruk pada akhirnya akan membuat ekonomi dunia pun terkena imbas.

Baca Juga: Kadung Luncurkan 150 Pesawat Tempur ke Ruang Udara Taiwan, China Blak-blakan Minta Rakyatnya Siap-siap Hadapi Bencana Terburuk Abad ke-21, Usai Lihat Ini di Laut Filipina

Subprime mortgage

Para pakar dunia pun sadar bahwakasus gagal bayar ini bak menjadi pengulangan dari kasus serupa di AS, 13 tahun silam.

Saat itu, setiap orang yang berinvestasi pada surat utangsubprime mortgageharus pasrah melihat seluruh modal mereka tersapu bersih.

Sebuah kondisi yang beberapa tahun sebelumnya sempat disentil oleh Warren Buffet yang menyebutnya sebagai "senjata pemusnah massal sektor keuangan".

Baca Juga: Diam-diam Terima Sogokan China untuk Bangun Jalur Sutera, Terkuak Inilah Utang Rahasia Indonesia yang Diambil dari China Segini Jumlahnya

Subprime mortgage sendiri merupakan kredit perumahan yang skema pinjamannya memungkinkan siapa pun, khususnya mereka yang tidak layak mendapat kredit, untuk bisa memiliki rumah.

Apa daya, para peminjam ini pada akhirnya berada pada kondisi gagal bayar usai The Fed menaikkan suku bunga.

Tentu saja, kondisi ini pada akhirnya merembet ke berbagai negara lain, terutama negara berkembang, kecuali Indonesia.

Di bawah komando SBY dan Sri Mulyani, saat itu Indonesia berhasil meminimalisir dampak krisissubprime mortgage.

Dalam sebuah kesempatan pada 2016, SBY menyebutIndonesia selamat berkatkeep buying strategy, yaitu menjaga masyarakat, terutama masyarakat miskin untuk tetap berbelanja.

Subsidi pun digencarkan, termasuk di antaranya subsidi energi demi membuat harga BBMturun.

Hasilnya? Saat negara-negara lain, terutama negara berkembang terkapar dengan perlambatan ekonomi bahkan kontraksi, ekonomi Indonesia malah tumbuh 4,6%.

Baca Juga: Gila-gilaan Kirim Ratusan Jet Tempur Masuki Zona Pertahanan Udara Taiwan, Terkuak Rencana Culas China yang Berupaya Gaungkan Nama Mereka

Artikel Terkait