Intisari-Online.com -China tidak menggubris perkataan dari Washington mengingat pesawat perang China makin banyak yang dikirimkan ke Taiwan.
Tidak ada yang ragu jika China sudah sangat nyaris untuk menyerang Taiwan, dengan teror terakhir adalah mengirim 52 pesawat perang pada Senin lalu, yang mana termasuk 36 jet tempur dan 12 pengebom nuklir serta pesawat pengintai.
Hal ini jelas-jelas tidak hanya demonstrasi saja.
Taiwan sejauh ini hanya bersiap siaga, memasang F-16 sebagai barikade tapi tidak menembaki pesawat China, karena Taiwan tahu jika ada kesalahan terjadi maka kondisinya akan sangat kacau.
Kementerian Luar Negeri AS telah mengecam China yang melanggar ADIZ Taiwan, yaitu zona pertahanan udara Taiwan, bahkan sebelum China merespon dengan mengirim 52 pesawat Senin lalu.
Tampaknya China tidak menganggap serius Washington dan tidak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan Kemenlu AS.
Malah justru menurut Stephen Bryen, penulis di Asia Times, AS malah mendapati posisi yang rumit.
Sementara itu, Pentagon jelas-jelas belum siap melawan China dan tidak akan mendorong Gedung Putih melakukan apapun, mengutip Asia Times.
Keraguan Pentagon didasarkan pada sejumlah simulasi yang menunjukkan bahwa dalam berbagai konflik dengan China, AS akan kalah.
Sehingga bahkan jika Joe Biden bertanya, kemungkinan ia akan mendapatkan dorongan mundur dari Pentagon.
Namun di sisi lain, jika Taiwan jatuh ke China tanpa usaha AS mencegahnya, Joe Biden akan dianggap presiden terburuk AS dan pemerintahannya akan runtuh.
Padahal ia sudah banyak dikecam atas Afghanistan dan Taliban.
Biden bahkan disebut-sebut bisa mengundurkan diri dan Wakil Presiden Kamala Harris akan menjadi presiden, kecuali dia juga dipaksa mundur.
Jika benar terjadi, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya setelah itu.
Kemudian jika Taiwan kalah, AS juga akan kehilangan akses terhadap sirkuit vital yang mendukung industri otomatisasi canggih mereka dan pabrik pertahanannya.
Kekacauan ini akan menjadi ledakan besar bagi AS dan ekonomi global, dan menuntun pada pergolakan di mana-mana, termasuk di China.
Satu hasilnya bisa jadi adalah terwujudnya pemerintahan militer di negara-negara yang kena dampak, bahkan AS dan hampir seluruhnya China.
Hal ini karena pandemi Covid-19 telah menuntun pada pencabutan hak konstitusional di AS dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh krisis lainnya, bahkan penangguhan habeas corpus (penahanan orang tanpa pengadilan) oleh Presiden Lincoln.
Covid-19 telah mendorong taruhan bagi pemerintahan konstitusional dan norma-norma demokrasi.
Washington, jika tidak mengambil tindakan terhadap China, menghadapi masa depan yang suram.
Skenario Pentagon bisa saja salah dan cacat. Mereka semua berasumsi bahwa AS akan merespons sendiri, terutama menggunakan aset angkatan lautnya, termasuk kapal induk.
Jika AS menuntut partisipasi sekutu kami, terutama Jepang dan menggunakan pangkalan Jepang dengan dukungan pesawat tempur Jepang, skenarionya akan berubah.
Lebih jauh lagi jika Taiwan dapat beroperasi dari pangkalan di Okinawa dan empat pulau utama Jepang, terutama yang paling dekat dengan Taiwan.
Dihadapkan dengan banyak pangkalan dan F-35, F-15 dan F-16 untuk melawan serangan ke Taiwan, China akan memiliki lebih banyak kekuatan daripada yang bisa mereka tangani.
Fakta bahwa AS dapat menerbangkan jet tempur siluman F-22 Raptor dengan cepat menciptakan dilema yang lebih besar bagi China karena mereka mungkin akan menghancurkan pertahanan udara dan pusat komando China.
Dua lusin F-22 sudah digunakan dalam latihan angkatan laut Pasifik barat, kini mereka diperlukan lagi.
AS telah salah langkah dalam mengambil langkah militer bermakna memastikan posisinya untuk melindungi Taiwan dan Jepang.
Lebih dari itu, AS tidak pernah menciptakan sesuatu seperti otoritas komando bersatu untuk mengkoordinasi operasi militer dengan sekutu dan teman-teman mereka.
AS malah mengambil langkah mundur, bersikap seperti kekuatan kolonial yang berpikir bisa bertindak sendiri, kapanpun mereka mau.
Inilah alasan mengapa skenario Pentagon tampak sia-sia.