Kini Mantap Kembangkan Senjata Nuklir Bersama Inggris dan AS, Australia Lupa Inggris Pernah Tumbalkan Mereka Hanya Untuk Jadi Uji Coba Bom Nuklir yang Hanguskan Ribuan Orang, Kisahnya Mengerikan

May N

Penulis

Negara ini bahkan tidak punya senjata nuklir tapi jadi tumbal ledakan nuklir negara lain, kondisinya sekarang mengerikan

Intisari-Online.com -Australia baru saja bergabung dalam program pengembangan senjata nuklir bersama AS dan Inggris.

Program bernama AUKUS tersebut memberikan akses Australia terhadap 8 kapal selam nuklir (SSNs).

Padahal Australia bukan negara yang diperbolehkan memiliki nuklir.

Bahkan dulu mereka dikecam dunia karena melakukan pengujian nuklir.

Baca Juga: Pantesan China Ngamuk Gara-gara Australia Dipastikan Memiliki Kapal Selam Nuklir, Indonesia yang Dekat Australia Ternyata Juga Dipastikan Akan Menerima Dampak Ini

Sebenarnya, pengujian nuklir itu dilakukan oleh Inggris, negara sekutu nuklir mereka ini.

Namun agaknya Australia lupa.

Mengutip ABC News, pengujian dilakukan di Maralinga.

Pengujian dilakukan lebih dari 60 tahun yang lalu.

Baca Juga: Sama-Sama Berlandaskan Komunis, Terkuak Inilah Pembicaraan Petinggi PKI dengan Presiden China Mau Zedong, Ribuan Senapan hingga Bom Nuklir Ditawarkan China ke Indonesia

Maralinga tepatnya ada di 54 kilometer barat laut Ooldea, Gurun Victoria.

Tahun 1956-1962 Inggris meledakkan 7 bom atom di lokasi itu.

Salah satu bomnya berukuran 2 kali lebih besar dari bom yang dijatuhkan di Hiroshima.

Selain itu ada juga 'pengujian kecil' melibatkan petugas membakar atau meledakkan plutonium atau TNI guna semata-mata melihat apa yang akan terjadi.

Baca Juga: Pantas Saja Indonesia dan Sekitarnya Panik, Inilah Dampak Kapal Selam Nuklir yang Dibicarakan Australia dengan AS dan Inggris Guna Gempur China Terhadap Asia dan Indo-Pasifik, Perang di Depan Mata?

Sampai saat ini ada satu lokasi bernama 'Kuli' yang tidak bisa dikunjungi secara bebas.

Kelompok warga Maralinga Tjarutja adalah yang paling terdampak pengujian nuklir ini.

Tanpa sadar mereka menjadi tumbal dari pengujian ini sendiri.

Tempat bernama Kuli itu mereka sebut sebagai 'Mamu Pulka' atau bahasa lokal dari 'Setan Besar'.

Baca Juga: Ngeri! China Sudah Emosi Setengah Mati, Negara di Dekat Indonesia Ini Disebut-Sebut Sampai Terancam Jadi Target Serangan Nuklir China

"Ayahku meninggal dengan leukimia. Kami tidak tahu jika itu dari sini, tapi banyak waktu yang ia gunakan di sini," ujar Jeremy Lebois, ketua dewan Maralinga Tjarutja.

Tak hanya Maralinga Tjarutja, banyak pasukan Inggris dan Australia yang terpapar ledakan itu dan akhirnya meninggal dunia akibat kanker.

Namun komisi kerajaan McClelland tahun 1984 kesulitan menyimpulkan bahwa masing-masing kasus secara spesifik disebabkan pengujian tersebut.

Tanaman masih tidak tumbuh dalam pola lingkaran sempurna dengan jarak 1 kilometer.

Baca Juga: Pantesan China Murka, Ini Dia Senjata Rahasia Australia yang Bikin China Geger Sampai Berniat Ingin Hancurkan Negeri Kangguru

"Tanah di bawah sini masih steril, sehingga ketika tanaman tumbuh di jarak tertentu, mereka mati," ujar Robin Matthews, yang menjadi pemandu situs tersebut.

Baja dan menara beton yang dipakai untuk meledakkan bom menguap secara langsung.

Banyak sampah lelehan kaca hijau yang awalnya adalah pasir merah gurun di tempat tersebut.

Dulunya radiasi di sana sangat tinggi, tapi kini sudah turun menjadi 3 kali dari biasanya, tidak lebih dari radiasi jika terbang dengan pesawat.

Baca Juga: Pantas ChinaMurka Setelah Mengetahuinya,Rupanya Ada Rahasia di Balik Kesepakatan Amerika, Inggris, dan Australia, Pertama Kalinya dalam 50 Tahun!

Saat itu Australia sepakat jadi tumbal dengan pedoman yang sama dengan sekarang yaitu ingin terlibat lebih.

Bahkan juga sama dengan kesepakatan tiga negara yang tidak dibicarakan dengan parlemen, Perdana Menteri Australia saat itu Robert Menzies setuju pengujian tak perlu dibicarakan dengan kabinet.

Australia yang bukan negara pemilik senjata nuklir saat itu berharap menjadi negara bersenjata nuklir jika berbagi teknologi dengan Inggris atau menjadi tumbal Inggris.

"Saat itu banyak pemimpin dunia Barat dengan tulus berpikir ada risiko nyata dari perang dunia ketiga, yaitu nuklir," ujarnya.

Baca Juga: Gemar Tembakkan Rudal Ke Sana Kemari, Korea Utara Blingsatan Ketika Korea Selatan Balas dengan Tembakkan Rudal Pertamanya, Adik Kim Jong-Un Ini Keluarkan Kata-kata Kotor Lawan Presiden Korea Selatan!

Inggris juga menguji bom di Pulau Montebello, Lapangan Emu, Maralinga, sedangkan di Woomera, sebuah gurun di Australia Selatan, Inggris menguji rudal yang dapat membawa mereka, yaitu roket Blue Streak yang ditembakkan dari Woomera sampai Samudra Hindia.

Garis lintasan itu disebut 'Garis Api'.

"Garis Api dari Woomera sampai Broome adalah, lucunya, berjarak sama dengan London ke Moskow," ujar Matthew.

Dan persis seperti warga Maralinga Tjarutja yang diusir dari tanah mereka untuk tes bom, warga Yulparitja juga diusir dari negara mereka yang berada di zona pendaratan selatan Broome.

Baca Juga: Tanpa Orang Ini Mungkin 2 Negara Ini AkanMusnahGara-gara Donald Trump Meluncurkan Perang Nuklir, Untung Berhasil Dicegah Sosok Ini, Kisahnya Sungguh Mendebarkan

Tidak semua roket Blue Streak mencapai laut.

Beberapa mendarat secara kasar di gurun Australia Barat.

Inggris tidak meminta maaf terhadap penduduk pribumi Australia.

"Sikap angkuh terhadap penduduk Pribumi Australia sangat mengerikan dan Anda harus mengatakan sampai batas tertentu yang meluas ke orang-orang Inggris dan Australia," kata Profesor Lowe.

Baca Juga: Korea Utara Baru Saja Adakan Parade Militer, Siapa Sangka dari Korea Selatan sampai Taiwan Blingsatan, Pakar Sebut Dunia Juga Patut Ketar-ketir Bisa Terjadi 'Dampak Domino Nuklir' di Dunia

Ada juga pertanyaan tentang apakah orang-orang di lokasi uji sengaja terpapar radiasi.

"Anda tidak bisa tidak bertanya-tanya sejauh mana ada minat yang disengaja pada hasil medis dari bahan radioaktif yang memasuki tubuh," kata Profesor Lowe.

"Beberapa dari hal ini masih dibatasi; Anda tidak bisa mendapatkan semua materi tentang pengujian dan sangat mungkin pemerintah [Inggris dan Australia] akan berusaha keras untuk memastikan bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi."

Artikel Terkait