Intisari-Online.com - Sudah banyak yang tahu Amerika Serikat dan China musuh bebuyutan.
Sebab, dua negara itu tidak hanya menjadi negara adidaya, namun juga kuat secara militer.
Itulah yang membuat konflikAmerika Serikat dan China semakin berbahaya.
Seperti kejadian yang baru-baru ini terjadi.
Dilansir dariexpress.co.uk pada Minggu (29/8/2021), Amerika Serikat (AS) mengeluarkanperingatan keras atas pertumbuhan persenjataan nuklir China.
Menurut mereka,suatu hari nanti senjata Xi Jinping akan melampaui Rusia.
Pesan gamblang itu datang ketika China sedang membangun persenjataannya dengan cepat, sementara AS mendorong perjanjian nuklir.
Letnan Jenderal Angkatan Udara AS Thomas Bussiere memperingatkan baik Rusia dan China tidak memiliki mekanisme untuk menghindari miskomunikasi dan persediaan nuklir yang terus bertambah dapat terbukti mematikan.
Letnan Jenderal Bussiere adalah wakil komandan Komando Strategis AS, yang mengawasi persenjataan nuklir negara itu.
Dia memperingatkan pengembangan kemampuan nuklir China tidak dapat lagi diselaraskan dengan klaim publiknya bahwa mereka ingin mempertahankan pencegah nuklir minimum.
"Akan ada ttitik persimpangan, di mana jumlah ancaman yang disajikan oleh China akan melebihi jumlah ancaman yang saat ini dihadirkan Rusia," kataBussiere.
Wakil komandan itu menambahkan tingkat ancaman China tergantung pada sejumlah faktor.
Ini tidak semata-mata berarti didasarkan pada jumlah hulu ledak nuklir Beijing, tetapi juga pada bagaimana mereka diterjunkan secara operasional.
"Akan ada titik persimpangan, kami percaya, dalam beberapa tahun ke depan."
Dan dia memperingatkan AS saat ini tidak memiliki perjanjian apa pun dan tidak memiliki sistem dialog dengan China tentang masalah senjata nuklir.
Padahal pada tahun 2020 China menguji lebih banyak kemampuan rudal balistik daripada gabungan seluruh dunia.
Ini terjadi setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyampaikan keprihatinannya tentang persenjataan nuklir China yang berkembang selama pertemuan dengan para menteri luar negeri negara-negara Asia dan negara-negara mitra pada awal Agustus.
Departemen luar negeri mengeluarkan pernyataan setelah pertemuan Blinken meminta China untuk menghentikan perilaku "provokatif" di Laut China Selatan.
Serta menghentikan pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung di Tibet, Hong Kong, dan Xinjiang.
Sebelumnya, laporan dari lembaga think tank yang memeriksa citra satelit mengatakan China tampaknya sedang membangun ratusan silo untuk menampung rudal nuklir.
Para ahli juga mengatakan sepertinya China sedang membangun lebih banyak rudal balistik antarbenua dan kapal selam nuklir strategis.
Washington juga menuduh Beijing menolak untuk mengambil bagian dalam pembicaraan senjata nuklir.
Akan tetapi China mengatakan senjata nuklirnya kecil dibandingkan dengan yang dimiliki oleh AS dan Rusia.
DanBeijing juga mengatakan mereka akan terbuka untuk diskusi tentang senjata nuklir.
Namun hanya jika AS mengurangi persenjataan nuklirnya sendiri ke tingkat China.
Sebagai perbandingan, para analis mengatakan AS memiliki sekitar 3.800 hulu ledak, dan satu lembar fakta Departemen Luar Negeri mengatakan pada 1 Maret, 1.357 di antaranya dikerahkan.
Sementara untuk Rusia, para ahli pada awal 2021 memperkirakan Kremlin memiliki persediaan hampir 4.500 hulu ledak baik untuk penggunaan jarak jauh maupun senjata taktis jarak pendek.