Pernah Selamatkan Indonesia dari Kehancuran Ekonomi 1998 Lalu, Benarkah UMKM Sekarang Justru Runtuh? Ternyata Data Ini Beberkan Jawabannya

May N

Penulis

Ilustrasi UMKM lokal lakukan digitalisasi

Intisari-online.com -Dari warung makanan, toko rokok, salon kecantikan sampai jasa pijat refleksi, ojek online dan jasa grooming hewan peliharaan, UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) telah menyentuh hampir semua aspek kehidupan di Indonesia.

Itulah sebabnya sulit melebih-lebihkannya bagi ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini.

UMKM mempekerjakan mayoritas besar tenaga kerja Indonesia.

Baru-baru ini UMKM menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak 97% dari total 135 juta pekerja di Indonesia.

Baca Juga: Program PEN Telah Disalurkan Kepada 120 hingga 140 Juta Jiwa

UMKM juga sudah disebut sebagai 'pahlawan' yang membuat Indonesia berhasil selamat dari tubir krisis moneter 1998 lalu.

Namun kini, UMKM pun tak lagi menunjukkan 'tajinya'.

Saat ekonomi Indonesia sibuk bangkit dari pandemi Covid-19 dan pembatasan aktivitas masih dilaksanakan, UMKM telah runtuh.

Hal ini karena semua pegawai industri 'non-esensial' harus melaksanakan working from home (WFH).

Baca Juga: Giat Kembangkan Usaha di Tengah Pandemi, Ini Upaya yang Dilakukan UMKM StarProtection Agar Terus Cuan

Sejak pandemi ada, sebanyak 30 juta dari total 64 juta UMKM di Indonesia terpaksa tutup, menurut Asosiasi UMKM Indonesia.

"Sekitar 60 juta orang telah kehilangan pekerjaan mereka," ujar Misero, sekretaris jenderal asosiasi tersebut dikutip dari SCMP.

Banyak dari para pengangguran itu dipaksa pulang dari tempat merantau mereka ke kampung halaman.

Lebih banyak lagi sakit yang ada.

Baca Juga: Bersama OCBC NISP, Ayo Belajar Mengoptimalkan Keuangan Sehat!

Sementara tingkat infeksi Indonesia turun, dari puncaknya bulan lalu yang membuat Indonesia menjadi episentrum Asia dengan lebih dari 4 juta kasus dan 131.000 kematian sejauh ini, kini masih saja naik, dengan dilaporkan 7000 kasus baru pada 29 Agustus, hampir seperempat dari seluruh populasi yang sudah divaksinasi.

Mengingat keberadaan UMKM hampir di mana-mana di seluruh Indonesia, masalah sektor ini kemungkinan berdampak luas di Indonesia.

Tahun ini Indonesia juga kehilangan status pendapatan menengah ke atas yang diberikan oleh World Bank di tengah kemiskinan dan pengangguran yang meningkat.

Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan: "UMKM sangatlah penting bagi ekonomi kami, terutama dalam menyerap tenaga kerja, daya beli dan konsumsi rumah tangga."

Baca Juga: Ingin Alis yang Lebih Menawan? Percayakan kepada Nina Chen Sulam Alis

PPKM

Pembatasan aktivitas masyarakat skala besar (PPKM) yang diatur oleh pemerintah merespon penyebaran Covid-19 adalah salah satu masalah terbesar bagi UMKM Indonesia.

Warung makanan mendapati lebih sedikit pengunjung yang datang ke tempat mereka, lebih sedikit juga orang datang ke salon kecantikan dan ojek online semakin jarang dipakai.

Bagi beberapa UMKM, PPKM menyebabkan bahan baku lebih mahal.

Baca Juga: Fasilitas Publik Kembali Dibuka, dr Reisa: Masyarakat Wajib Lakukan Skrining Mandiri Sebelum Beraktivitas

Hal itu disampaikan oleh Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto, mantan anggota Komite Ekonomi Industri Nasional.

Indonesia memiliki biaya logistik tertinggi di Asia karena birokrasi dan biaya layanan pelabuhan yang tinggi.

Menurut World Bank, biaya logistik Indonesia senilai sekitar 23.5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara.

Selasa lalu Kompas.com melaporkan Menteri UMKM Teten Masduki mengatakan kekurangan kontainer masih menghantam industri logistik terutama dalam perdagangan ekspor dan impor.

Baca Juga: PPKM Terus Berlanjut, Sedangkan Kasus Covid-19 Masih Terus Bertambah, Ilmuwan Beberkan Kapan Indonesia Bisa Bebas dari Pandemi, Ini Syaratnya

Teten mengatakan biaya pengiriman tambahan telah meningkatkan biaya logistik dan ini berdampak tidak hanya kepada perusahaan besar tapi juga perusahaan kecil menengah berorientasi ekspor.

Ia mengatakan masalah ini telah didiskusikan dengan kementerian yang relevan di bawah komite penanggulangan ekonomi nasional (PEN).

Selain travel dan wisata, UMKM bidang akomodasi, pangan dan minuman, transportasi dan sektor gudang merupakan yang paling terdampak.

Hal ini disampaikan oleh I Dewa Gede Karma Wisana, pengajar fakultas ekonomi dan bisnis di Universitas Indonesia (UI).

Baca Juga: Dukung Kebangkitan Pariwisata dan UMKM di NTB, Begini Langkah Kemenkominfo

UMKM di Bali, Yogyakarta, Banten, dan Jakarta telah mengalami kemerosotan pendapatan, tambah Dewa.

Masalahnya juga karena lambatnya stimulus pemerintah untuk total belanja yang seharusnya bisa mempercepat pulihnya Indonesia.

Pemerintah ternyata baru menghabiskan sepertiga dari Rp 161.2 triliun yang dialokasikan untuk UMKM dalam rencana pemulihan nasional.

Sedangkan pemerintah lokal baru menggunakan kurang dari 20% dari Rp 25.5 triliun yang digunakan untuk bantuan sosial dan ekonomi di provinsi-provinsi Indonesia.

Baca Juga: Dukung UMKM, Kemenkominfo Berupaya Perkecil Disparitas Akses Internet

Sejak PPKM Darurat diterapkan pada Juli lalu, Menkeu Sri Mulyani telah mendesak pemerintah lokal mempercepat pembelanjaan dana, yang di pertengahan tahun ini lebih rendah daripada 2020.

Masalahnya, banyak UMKM tersebut milik ekonomi informal dan tidak terdaftar sebagai bisnis, tanpa pendaftaran itu, mereka sulit mengakses dana subsidi pemerintah.

Sedangkan pemilik UMKM malas mendaftarkan usaha mereka karena 'khawatir dengan konsekuensi pajak'.

"Ini situasi yang sulit, pemerintah ingin mendistribusikan dana tapi tidak bisa mengenali UMKM dengan mudah," ujar Siwage Dharma Negara, rekan senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura.

Baca Juga: Pulihkan Industri Kreatif di Tengah Pandemi, Sejumlah Daerah Lakukan Inovasi Ini

Namun Sudhamek mengatakan banyak pemilik UMKM tidak tahu cara mendaftar dan mengurai masalah ini menjadi 'titik temu' untuk bantuan 'sehingga pemerintah tahu siapa mereka dan di mana mereka.'

Artikel Terkait