Akhirnya, setelah tujuh dekade, dia menerbitkan buku hariannya sendiri, yang disimpannya selama bertahun-tahun dipenjara.
Selama tiga tahun dia bertahan sebagai tawanan perang di Burma, dengan pensil dan secarik kertas, dia menuliskan kehidupan sehari-harinya di kamp yang ditinggalinya.
Selama tujuh puluh tahun, dia tidak pernah berbicara dengan bebas tentang pengalaman perangnya kepada siapa pun selain pada keluarganya sendirin.
Dalam sebuah wawancara dengan The Telegraph, dia mengatakan, “Ada hal-hal tertentu yang saya tahu tidak pernah saya bicarakan dan tidak akan pernah saya bicarakan. Barulah beberapa tahun yang lalu anak saya menyarankan untuk menerbitkan buku harian saya itu.”
Ketika itu dia tidak siap untuk ke Singapura, karena dia merasa seorang perwira intelijen yang tergabung dalam Divisi Infanteri ke-18.
Rencananya dia akan dikirim ke Iran untuk pelatihan perang gurun pada Januari 1942 yang kemudian akan membawanya ke medan perang di Timur Tengah.
Namun, divisinya diminta membantu pertahanan koloni Inggris (Singapura) dari serbuan pasukan Jepang.
Sekutu ketika itu berjumlah lebih dari 85 ribu personil, jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan tentara Jepang yang hanya sekitar 30 ribu, tetapi mereka lebih siap.
Pasukan Sekutu terpaksa menyerah pada pertengahan Desember, membuat Perdana Menteri Inggris saat itu, Winston Churchill ‘cerdas pada bencana terburuk dalam sejarah Inggris.”