Seharusnya Bisa Mencicipi Cuan dari Bonus Demografi di Tahun 2021, Indonesia Malah 'Kesulitan Bernapas' di Momen Puncak Bonus Demografi Ini Akibat Covid-19, Inilah Datanya

May N

Penulis

Intisari-online.com -Sejak tahun 2012 lalu, Indonesia sudah digadang-gadang akan menyambut bonus demografi dimulai sejak tahun 2020.

Bonus demografi adalah periode suatu negara ketika tanggungan 100 penduduk produktif (15-64 tahun) terhadap penduduk tidak produktif berada di bawah 50.

Artinya 100 penduduk usia produktif hanya menanggung beban 50 penduduk usia non produktif.

Penduduk non produktif berusia anak-anak (65 tahun).

Baca Juga: Walaupun Tak Lagi Negara Menengah ke Atas, Ekonomi Indonesia Berhasil Tumbuh Terkuat Selama 17 Tahun Tepat di Tubir Resesi, Namun Covid-19 Masih Membayangi

Jika penduduk produktifnya lebih tinggi maka penduduk produktif itu bisa menjadi sarana pembangunan negara yang diharapkan bisa dipacu lebih cepat daripada biasanya.

Tentunya kondisi ini potensial bagi suatu negara untuk bisa dengan cepat menjadi negara kaya, karena kecilnya beban yang ditanggung.

Peristiwa yang hanya terjadi sekali dalam sejarah suatu bangsa ini harusnya dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.

Memang diperlukan upaya untuk mendapatkan bonus tersebut yaitu dibutuhkan sumber daya manusia yang baik, lapangan kerja berkualitas, masuknya perempuan di pasar kerja dan besarnya tabungan masyarakat.

Baca Juga: Diam-diam Mengakar Sudah Jaringan Kriminal yang Dibangun, Negara Pimpinan Kim Jong-un Mampu 'Racuni' Seluruh Dunia dengan Selundupannya Ini

Namun benarkah Indonesia bisa meraih hasil dari bonus demografi itu di tahun 2021 ini?

Melansir wawancara Kompas.id dengan Ketua Lembaga Demografi FEB UI, Turro S. Wongkaren, inilah kenyataan puncak bonus demografi yang terhantam pandemi Covid-19.

Pertama, syarat bonus demografi bisa tercapai dan dinikmati negara adalah tersedianya lapangan kerja berkualitas.

Seperti diketahui, kondisi itu kontras dengan Indonesia saat ini.

Baca Juga: Setahun Menjelang Ledakan Ibukotanya, Negara Ini Jadi 'Neraka' Sampai Tak Ada Lagi Pasokan Air Bersih untuk Warga, Keruntuhan Ekonomi Terbesar di Dunia Ini Sebabnya

Sejak Maret 2020 Covid-19 membuat impian Indonesia membangun ekonomi lebih stabil dan mencapai bonus demografi makin sulit.

Sebelum pandemi Covid-19 saja banyak pakar kependudukan meragukan kemampuan Indonesia memetik hasil bonus demografi, kini malah ditambah adanya Covid-19 semakin nyata pula kesulitan itu.

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2020 yang diumumkan Februari 2020, sebulan sebelum kasus pertama Covid-19 di Indonesia diumumkan, Indonesia memiliki jumlah angkatan kerja sebesar 137, 91 juta orang atau setara dua kali penduduk Thailand, lebih empat kali penduduk Malaysia dan hampir 24 kali penduduk Singapura.

Dari angkatan kerja sebanyak itu, 131,03 juta orang bekerja dan 6,88 juta menganggur.

Baca Juga: Sempat Simpang-Siur Beredar PPKM Bakal Diperpanjang Hingga 6 Minggu, Jika Dilakukan Pemerintah Indonesia Justru Alami Dampak Ekonomi yang Makin Memburuk Ini, Ini Penjelasan Pemerintah

Covid-19 mengubah semuanya.

Pada Juni 2020, Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) memperkirakan ada 1,7 juta pekerja kehilangan pekerjaannya.

Jumlah itu bertambah 2,92-5,23 juta hingga akhir tahun 2020.

Sedangkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebut ada 6,4 juta pekerja menganggur gara-gara Corona.

Baca Juga: Salah Satunya Dipraktikkan Jokowi Saat Mantap Jadi Kader PDIP, Inilah Penyebab Lain Indonesia Turun Kelas Jadi Negara Menengah ke Bawah

Proyeksi Center of Reform on Economics Indonesia menyebutkan pertumbuhan ekonomi Triwulan I 2020 hanya 2,97%, akibatnya pengangguran di bulan April-Juni 2020 kemarin bisa bertambah 6-9 juta orang.

“Pertumbuhan ekonomi di Triwulan II 2020 diperkirakan minus 7 persen hingga minus 3 persen,” kata Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LDUI) Turro S Wongkaren, Kamis (9/7/2020).

Minusnya pertumbuhan ekonomi membuat jumlah penganggur bertambah besar.

Perhitungan penganggur ini belum termasuk pekerja nonformal yang jumlahnya jauh lebih besar daripada pekrja formal.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Justru Cetak Banyak Orang Kaya Baru di Indonesia, Lantas Mengapa Indonesia Malah Turun Kelas Jadi Negara Menengah Ke Bawah?

Pekerja informal jauh lebih terdampak, padahal mereka hanya bisa mengandalkan pendapatan hari ini untuk hidup esok hari.

Hal ini diperburuk dengan pekerja migran Indonesia baik legal maupun ilegal yang terpaksa kembali ke Indonesia akibat sedikitnya pekerjaan tempat negara mereka menetap.

Kembalinya mereka baik ke daerah asal atau terpaksa menetap sementara di daerah perbatasan malah semakin membebani daerah yang mereka tinggali.

Lonjakan penganggur menjelang puncak bonus demografi itu tentu menyedihkan bagi Indonesia.

Baca Juga: Kesenjangan Sosial Makin Tinggi, Jumlah Orang Kaya dan Sangat Kaya Indonesia Terus Menambah di Tengah Pandemi, Bagaimana dengan Warga Miskin?

Pasokan tenaga kerja produktif yang melimpah justru tidak bisa terserap pasar atau tidak bisa berusaha mandiri akibat pandemi Covid-19 yang belum jelas sampai kapan akan berakhir.

Indonesia lantas terburu-buru menerapkan new normal pada pertengahan tahun 2020 lalu, tapi hal itu juga tidak langsung membuka dunia usaha secara otomatis.

Pengangguran mengarah pada kemiskinan, yang membuat makin sulitnya investasi sumber daya manusia, membuat makin sulit perempuan untuk masuk ke dunia kerja, dan berdampak pada berkurangnya tabungan masyarakat.

Yang ada, tabungan justru diambil terus-terusan untuk menutupi kebutuhan hidup selama pandemi Covid-19.

Baca Juga: Indonesia Turun Kelas Jadi Negara Menengah ke Bawah, Media Dari Negara Pemberi Utang Terbanyak ke Indonesia Ini Malah Bocorkan Kondisi Ekonomi Indonesia

“Kesempatan Indonesia untuk memetik bonus demografi makin kecil. Tanpa Covid-19 pun, upaya Indonesia untuk mengejar bonus demografi tak maksimal,” kata Ketua Umum Ikatan Ahli dan Pemerhati Demografi Indonesia (IPADI) Sudibyo Alimoeso dalam webinar Sabtu (13/6/2020).

Jika Indonesia gagal meraih bonus demografi, Indonesia bisa masuk dalam kelompok negara dengan pendapatan menengah dan terjebak dalam middle income trap yang menyebabkan Indonesia kesulitan jadi negara kaya.

Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) masih menjadi tonggak selamatnya ekonomi Indonesia, tapi tidak semua UMKM bisa menyelamatkan Indonesia saat ini.

Beberapa yang bisa berhasil adalah yang memiliki bisnis daring.

Baca Juga: Bak Jatuh Tertimpa Tangga, Sudah Turun Kelas Jadi Negara Menengah ke Bawah, Indonesia Terancam Bunga Utangnya Menggunung, Belum Lagi Dampak Pandemi Makin Mengkhawatirkan

Secara umum bisnis daring memiliki risiko yang cukup kecil, terutama jika pelaksanaannya menjadi penjual barang orang lain (reseller), kemudian waktu kerja bebas, biaya operasional murah, modal kecil dan bisa menjangkau pasar yang luas.

Namun perlu diperhatikan usaha daring perlu keterampilan terkait internet ataupun media sosial.

Meski sulit, bukan berarti itu tidak bisa dicoba.

Nyatanya, survei Divisi Ilmu Konsumen dan Ekonomi Keluarga (IKEK), Departemen Ilmu Konsumen dan Keluarga (IKK), Institut Pertanian Bogor (IPB) menunjukkan ada 3,6 persen responden mengaku pendapatan mereka justru meningkat selama pandemi.

Baca Juga: Luhut Boleh Berencana, AS Lah yang Kelak Menentukan, Kala Ambisi Indonesia Jadi Produsen Baterai Mobil Listrik Terbesar Sejagat Terancam Dijegal Hanya dengan Cara Culas Ini

Peningkatan pendapatan itu dicapai melalui wirausaha.

“Mereka mampu menangkap peluang dengan menambah pekerjaan sebagai wirausaha saat pandemi, ” kata Kepala Divisi IKEK, Departemen IKK, IPB, Lilik Noor Yuliati dalam webinar Kamis (18/6/2020).

Lilik melanjutkan ide bisnis daring yang bisa dipilih meliputi penjualan makanan beku, sayur dan buah atau makanan siap saji, alat sanitasi, pelindung diri, vitamin sampai jamu.

Jasa bimbingan belajar atau pelatihan kompetensi yang dilaksanakan secara virtual juga bisa menghasilkan.

Baca Juga: Indonesia Turun Kelas, Bank Dunia Sebut Indonesia Kini Kembali Jadi Negara Menengah Ke Bawah, Levelnya Berada di Bawah Malaysia dan Setara Dengan Timor Leste

Tidak hanya itu, Indonesia tidak akan selamat jika masih bergerak sendiri-sendiri, perlu dilakukan lewat mengembangkan usaha berbisnis keluarga atau dengan gotong royong dan kepedulian sosial.

Jika saling bergerak bersama maka Indonesia bisa segera pulih.

Artikel Terkait