Intisari-Online.com - Korea Utara (DPRK) kadang-kadang digambarkan sebagai negara 'autarki', atau negara yang mandiri secara ekonomi.
Tetapi label ini memungkiri beberapa cara kerja inti ekonomi Korea Utara, di antaranya yakni perdagangan senjata gelap.
Perdagangan yang luas ini terus berkembang terlepas sanksi internasional terhadap negara yang kini dipimpin oleh Kim Jong Un tersebut.
Melansir National Interest, Minggu (1/8/2021), pada awal 1980-an, DPRK pimpinan Perdana Menteri Kim Il-Sung menemukan ceruk menguntungkan sebagai pengekspor senjata kecil ke negara-negara dunia ketiga yang bertikai: termasuk Libya, Yaman, Uganda, Madagaskar, Irak, Suriah, Iran.
Zimbabwe yang baru merdeka dari kekuasaan kolonial Inggris menjadi tujuan ambisi ekspor senjata Korea Utara.
Hubungan pribadi yang hangat antara Il-Sung dan Perdana Menteri Robert Mugabe menjadikan Zimbabwe salah satu pelanggan paling setia DPRK selama tahun 1980-an.
Zimbabwe mengimpor beragam perangkat keras militer termasuk tank T-14, kendaraan lapis baja, sistem pertahanan rudal, dan instalasi artileri.
Menurut laporan Badan Intelijen Pertahanan tahun 1991, penjualan senjata menghasilkan pendapatan kotor sebesar $4 miliar atau sekitar Rp 58 triliun dari tahun 1981 hingga 1989 dan mencakup lebih dari sepertiga dari total volume ekspor DPRK pada tahun 1982.