Pasukan Jepang pada akhirnya berhasil menguasai Timor Leste pada akhir tahun 1942.
Namun, mereka harus lebih dulu menghadapi Pasukan Sekutu yang telah bersiap menghadang mereka.
Melansir Australian War Memorial, Pada awal Februari 1941, Australia telah sepakat dengan pejabat Belanda dan Inggris bahwa pasukan Sekutu, di bawah komando Australia, akan memperkuat Timor jika Jepang memasuki perang.
Lima hari setelah serangan Jepang di Pearl Harbor, Pasukan Sekutu mendarat di Timor sebagai bagian dari strategi mereka mempertahankan lapangan udara depan.
Kehadiran Pasukan Sekutu di wilayah Timor Leste yang terutama dari Australia, Inggris Raya, dan Hindia Belanda tersebut dikenal sebagai "Sparrow Force".
Kedatangan mereka juga melibatkan penggelaran "Lark Force" di Rabaul dan "Gull Force" di Ambon.
Meski mereka tidak mendapat persetujuan dari Portugis untuk menduduki bagian timur pulau it, namun pemerintah kolonial mengambil "pandangan yang sangat optimis" bahwa pasukan Jepang akan menghormati kenetralan Portugis.
Ketika Pasukan Jepang benar-benar tiba di wilayah Timor, Pasukan Sekutu dikejutkan dengan serangan skala besar Pasukan dari Negeri Matahari.
Rupanya, meskipun setuju untuk menempatkan Timor dengan pasukan, komandan Sekutu tidak membayangkan serangan Jepang skala besar di pulau itu.
Kupang, yang saat itu merupakan pusat kekuasaan Belanda di Timor Belanda, menjadi fokus serangan Jepang.
Menghadapi mereka adalah pasukan dari Batalyon 2/40 Australia, satu skuadron pesawat pengebom Hudson Angkatan Udara Australia (RAAF), baterai artileri pantai Australia, dan 1.000 tentara Belanda.