Find Us On Social Media :

Mengklaim Sudah Berhasil Keluar dari Kondisi Darurat, Perdana Menteri Malaysia Malah Didamprat Habis-habisan oleh Sultan Malaysia, 'Kebusukan' Mendalam Ini Sebabnya

By Maymunah Nasution, Sabtu, 31 Juli 2021 | 12:01 WIB

Raja Malaysia, Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah

Intisari-online.com - Pemimpin monarki Malaysia mengatakan sentilan tidak terduga untuk Perdana Menteri Muhyiddin Yassin Kamis 29 Juli 2021 kemarin.

Ia menuduh menteri hukum pemerintah tersebut "mengarahkan Parlemen dengan salah" atas tuduhan revokasi kedaruratan kondisi Covid-19 di Malaysia.

Pernyataan yang kuat tersebut diisukan oleh Istana Negara, atau istana nasional yang menuduh pemerintah menyatakan "pernyataan konflik dan membingungkan" awal minggu ini di Parlemen yang tidak hanya "gagal untuk menghormati kedaulatan" atas hukum negara, tapi juga "menurunkan fungsi dan kekuatan" dari raja sebagai pemimpin konstitusi federal.

Raja Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah sangat kecewa terkait tindakan menteri hukum de fakto Takiyuddin Hassan dan Jaksa Agung Idrus Harun.

Baca Juga: 'Jasad-jasad Pun Bertumpuk di Kamar Mayat', Pengurus Pemakaman Ungkap Awan Kengerian yang Kini 'Menyelimuti' Malaysia, Kondisi Mereka yang Meninggal di Rumah Lebih Menyedihkan Lagi

Istana menganggap mereka telah gagal memenuhi janji mereka untuk membahas dan memperdebatkan pembatalan peraturan darurat, dalam sidang khusus legislatif yang dibuka Senin 26 Juli.

Mengutip Asia Times, hal ini rupanya terkait dugaan pencabutan peraturan darurat yang telah berlaku sejak Januari untuk membendung peningkatan gelombang infeksi Covid-19.

Proklamasi darurat yang disetujui raja awal tahun ini, secara efektif menangguhkan Parlemen dan legislatif negara bagian.

Pemilihan dilarang dan pemerintah nasional bisa bebas memberlakukan peraturan darurat tanpa pengawasan legislatif.

Baca Juga: 'Menteri Provokator' Syed Saddiq Tersandung Kasus Korupsi, Ternyata Mantan Atasannya Sempat Singgung Korupsi di Malaysia Jauh Lebih Besar daripada di Indonesia

Padahal jika legislatif diberi tahu, pemerintah Perikatan Nasional (PN) bisa lebih efektif mengelola krisis kesehatan.

Namun pandemi Covid-19 terus memburuk di Malaysia dengan tingkat infeksi per kapita tertinggi di regional walaupun lockdown ketat dilaksanakan dan status darurat berbulan-bulan lamanya, yang akan kadaluarsa 1 Agustus besok.

Kini, Malaysia juga menghadapi risiko mengalami krisis konstitusi besar.

Dengan status darurat akan berakhir, konstitusi menetapkan bahwa berbagai peraturan yang diundangkan untuk mengatur negara diajukan kepada legislatif untuk disetujui atau dibatalkan.

Baca Juga: Pernah Jadi Gunjingan Orang Se-Indonesia karena Provokasinya, Menteri Muda Malaysia yang Terseret Kasus Korupsi Ini Ternyata Setahun Lalu Juga Terseret Kasus yang Sama

Secara mengejutkan, Takiyuddin mengatakan kepada anggota parlemen di Parlemen Malaysia jika peraturan tersebut telah dicabut pada 21 Juli dan tidak akan diperbarui.

Pengumuman tersebut dilihat sebagai upaya pemerintah untuk menghindari pemungutan suara pembatalan yang akan berfungsi sebagai proksi mosi tidak percaya.

Proksi itu bisa saja hilang akibat ketidakpastian yang terus-menerus atas dukungan anggota parlemen untuk koalisi Muhyiddin yang goyah.

Tidak ada pengumuman sebelumnya terkait pencabutan 21 Juli, menyebabkan kegemparan dari kubu oposisi, menuntut Takiyuddin menjelaskan kapan peraturan dicabut dan melalui mekanisme seperti apa.

Baca Juga: Namanya Pernah Dihujat Se-Indonesia Karena Sikap Provokasinya, Menteri Muda Malaysia Ini Malah Tersandung Kasus Korupsi, Terkuak Tingkat Korupsi Negeri Jiran Sudah Sekronis Ini

Surat negara secara resmi mengakui pembatalan tata cara belum diterbitkan menyebabkan pencabutan itu menjadi ambiguitas hukum.

Takiyuddin menghindari pertanyaan oleh pembuat hukum yang menanyakan apakah raja Malaysia telah mengesahkan pembatalan status darurat dan mengatakan ia terikat oleh peraturan yang diisukan oleh Juru Bicara Parlemen.

Peraturan dari Juru Bicara Parlemen itu menyatakan ia untuk hanya menjawab pertanyaan atas hukum spesifik terkait revokasi tanggal 2 Agustus, seharus setelah status darurat kadaluwarsa.

Pernyataan kerajaan menjelaskan jika pembatakan tidak disarankan oleh kerajaan, menggambarkan pernyataan Takiyuddin sebagai 'tidak akurat dan menyesatkan'.

Baca Juga: Dipimpin Sendiri Oleh Perdana Menteri Malaysia, Koalisi Terbesar di Malaysia Ini Diklaim Eks-Menteri Olahraganya Paksa Ia Masuk ke 'Kerajaan Gagal' Itu

Lebih lagi, pernyataan tersebut mengutip persetujuan yang dicapai pada 24 Juli selama audiensi dengan raja, jika tata cara akan diperdebatkan.

"Jika tidak ada surat resmi, revokasi tata cara tidak punya kekuatan hukum, sehingga menyesatkan bagi menteri hukum mengatakan hal tersebut," ujar Lim Wei Jiet, pengacara dan penulis beberapa publikasi hukum konstitusional, dan wakil presiden partai oposisi MUDA.

"Apa yang bisa dilihat dengan jelas adalah pemerintah sedang mencoba segala cara untuk mencegah status darurat dan tata cara agar dipilih dan memenangkan pemilihan, dan itulah sebabnya menghindari kemungkinan apapun mosi tidak percaya.

"Ini jelas-jelas menggambarkan penyelewengan proses tapi juga mengolok-olok Parlemen."

Baca Juga: Seantero Indonesia Membencinya Setengah Mati Sampai Dijuluki 'Menteri Provokator', Menteri Termuda Malaysia Syed Saddiq Kini Jadi Pesakitan Usai Didakwa Korupsi, Ini Cuitan Kontroversialnya

Dengan kadaluarsanya status darurat menguat, tetap terlihat bagaimana pemerintah mungkin berupaya memperbaiki situasi atas kecaman istana.

Menteri pemerintahan yang lain mengklaim sebelumnya minggu ini jika tata cara masih diproses dibatalkan, kemungkinan merupakan upaya mencari persetujuan kerajaan.