Find Us On Social Media :

Mengembara Numpang Mikrolet hingga Mendompleng Truk, Bagaimana Jejak Persembunyian Sosok dari Indonesia yang Dikagumi Xanana Gusmao yang Hilang 'Diburu Para Jenderal' Ini?

By Muflika Nur Fuaddah, Rabu, 28 Juli 2021 | 09:53 WIB

Wiji Thukul, penyair dan aktivis pro demokrasi Indonesia yang hilang sejak 1998.

Dalam masa pelajarian, ia juga tetap menulis sajak.

Berikut jejak persembunyian Wiji Thukul yang dikutip Kompas.com dari Seri Buku Tempo: Prahara Orde Baru Wiji Thukul yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia.

Awal Agustus 1996

Thukul memutuskan lari dari Solo. Awal pelarian itu ditulis Thukul dalam puisi "Para Jenderal marah-marah".

Mula-mula ia ke Wonogiri, lalu ke Yogyakarta, Magelang, dan Salatiga. Pelarian di atas truk itu ia tulis menjadi puisi "Aku Diburu Pemerintahku Sendiri".

Di Salatiga, ia betemu aktivis HAM, Arief Budiman, yang menyarankannya menemui Yosep Stanley Adi Prasetyo, yang juga aktivis HAM, di Jakarta.

Pertemuan Arief direkam Wiji Thukul dalam puisi "Buat L.Ch & A.B".

Baca Juga: Sampai Paksa Warganya Hanya Makan Dua Kali Sehari, Inilah Krisis Pangan Korea Utara Pertama, Kala Kakek Kim Jong-Un Gagal Tiru Kebijakan Orde Baru Soeharto

Pertengahan Agustus 1996

Thukul mendatangi adiknya, Wahyu Susilo, di kantor Solidaritas Perempuan, Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur.

Ia lalu disembunyikan di Bojong Gede, Bogor, kemudian di Kelapa Gading, jakarta Timur dan Bumi Serpong Damai, Tangerang selama satu-dua pekan. Saat itu ia menulis puisi "Kado untuk Pengantin Baru" buat Alex, salah satu tuan rumahnya yang baru menikah.

Kemudian Thukul sempat dibawa tim evakuasi ke Bandung.

Akhir Agustus 1996

Ia dilarikan ke Pontianak, menginap di rumah Martin Siregar. Menggunakan nama samaran Aloysius Sumedi, ia sempat menulis cerpen berjudul "Kegelapan".

Januari 1997

Pulang ke Solo, kepada Sipon, ia minta dibuatkan pakaian bayi sebelum kembali ke Kalimantan.

Sipon menduga Thukul sudah menikah lagi dan istrinya akan melahirkan.

Akan tetapi, menurut Martin, pakaian bayi itu sebagai hadiah untuk istri Martin yang sedang hamil.

Baca Juga: Kuasai Kilang Minyak dan Helium di Timor Leste, Australia Lakukan Berbagai Penipuan, Sementara Indonesia Tak Sadar Potensi 'Harta Karun' Ini

Maret 1997

Thukul kembali ke Jakarta dan aktif lagi di PRD. Ia menjabat sebagai ketau Divisi Propaganda PRD. Ia sempat tinggal di rumah kontrakan aktivis PRD di Pekayon, Bekasi, dan rumah susun Kemayoran. Saat di Pekayon, ia sempat mengaajk Sipon dan anak-anakya datang.

Agustus 1997

Ketika berkunjung ke rumah adiknya, Thukul mengaku sedang di Tangerang bersama Linda Christanty untuk mengorganisasi buruh dan tukang becak.

Di Karawaci, ia tinggal di rumah kontrakan bersama Lukman dan Andi Gembul.

November 1997

Thukul meminta izin kepada Linda, yang berada di sekretariat Mahasiswa Universitas Indonesia di Margonda Raya, Gang Salak, untuk pulang ke Solo, menengok Fajar Merah, anakanya, yang akan berulang tahun ketiga.

Baca Juga: Lepas dari Cengkeraman Pemerintahan Orba Soeharto, Perlawanan Sipil di Papua Barat Meletus hingga Tim 100 'Minta Merdeka' Langsung ke Habibie

Desember 1997

Thukul bertemu dengan Sipon dan anak-anaknya di Yogyakarta dan tinggal satu pekan di Parangtritis.

Januari 1998

Thukul pindah ke Cikokol. Sebelum Idul Fitri, yang jatuh akhir Januari, ia menelepon adiknya dan mengatakan hendak pulang ke Solo untuk berlebaran.

April 1998

Thukul menelpon Cempe Lawu Warta, gurunya di Teater Jagat, menanyakan kabar Sipon dan anak-anaknya.

Ia berkata sedang di Bengkulu, Sumatera, dan menitipkan anak-anaknya kepada Lawu.

Mei 1998

Kerusuhan meledak di Jakarta. Thukul menelepon Sipon, khawatir terhadap keadaan istri dan anak-anaknya karena Solo ikut rusuh.

Ia juga mengatakan kondisinya baik-baiknya saja dan saat itu sedang di Jakarta. Dan tidak ada kabar dari Thukul setelah itu.

Maret 2000

Sipon melaporkan kehilangan Wiji Thukul ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada tahun 2000.

(*)