Penulis
Intisari-online.com -Kasus Rektor UI yang berhasil diperbolehkan rangkap jabatan menjadi komisaris BUMN menarik perhatian masyarakat Indonesia.
Ialah Ari Kuncoro, Rektor Universitas Indonesia yang kini ramai diperbincangkan publik.
Hal ini ramai setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengubah statuta yang memperbolehkan ia merangkap jabatan.
Segera saja hal itu dikritik oleh masyarakat.
Nama Ari Kuncoro sebenarnya sudah lebih dahulu tuai polemik.
Bermula ketika ia mengkritik pengurus BEM UI, yang mengkritik Presiden Joko Widodo sebagai 'The King of Lip Service' melalui media sosial BEM UI.
Kemudian terkuak ia merangkap jabatan.
Ari Kuncoro adalah Wakil Komisaris Utama BUMN, sekaligus Rektor UI, mengutip Kompas.com.
Beberapa pihak menganggap praktik ini sebagai bentuk malaadministrasi karena bertentangan dengan Pasal 35 huruf c Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI.
Dalam pasal tersebut rektor dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat perusahaan BUMN/BUMD.
"Rektor dan wakil Rektor dilarang merangkap sebagai) pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta," tulis Pasal 35 huruf c PP 68/2013.
Tapi kemudian statuta diganti dengan diterbitkannya PP Nomor 75 tahun 2021.
“Rektor dan wakil Rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai) direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta,” tulis Pasal 39 huruf c PP 75/2021," demikian bunyi Pasal 39 huruf c PP 75/2021.
Ini artinya, ada celah bagi rektor UI untuk merangkap jabatan di posisi lain karena tidak disebutkan dalam pasal tersebut.
Lantas bagaimana Ari Kuncoro bisa melaksanakan rangkap jabatan saat ini?
Ari adalah lulusan Sarjana Ekonomi Universitas Indonesia, berkonsentrasi ekonomi moneter dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Ia bergelar master dari University of Minnesota dan Ph.D dari Ilmu Ekonomi Brown University.
Ia menjabat sebagai rektor UI dari 2019-2024.
Mengutip laman resmi UI, sebelum menjabat sebagai rektor UI, Ari Kuncoro pernah menjadi Dekan fakultas Ekonomi dan Bisnis UI periode 2013-2017. Pada periode 2017-2019, ia kembali terpilih sebagai Dekan FEB UI.
Ia juga pernah bekerja di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat atau LPEM UI pada tahun 1986 sebagai asisten peneliti.
Mengenai jabatannya di BRI, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) akhirnya angkat bicara.
Mengutip keterbukaan informasi BEI menindaklanjuti surat PT Bursa Efek Indonesia No. D-04509/BEI.PP1/06-2021 tanggal 30 Juni 2021, BRI ungkap mengapa angkat dewan komisaris dari lingkungan sivitas akademika.
"Anggota Dewan Komisaris dimungkinkan aktif di lingkungan sivitas akademika," ujar Corporate Secretary BRI, Aestika Oryza Gunarto, Selasa (6/7/2021).
BRI juga menanggapi surat Bursa dengan menyertakan Peraturan Menteri BUMN RI No. PER-02/MBU/02/2015 mengenai Persyaratan dan Tata Cara Penangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris serta Dewan Pengawas BUMN beserta perubahannya.
Peraturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) No. 55/POJK.03/2016 mengenai Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum, dan Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga ikut diangkat.
"Adapun pelaksanaan tugas dan fungsi anggota Dewan Komisaris dalam jabatannya berpedoman pada ketentuan yang berlaku," kata dia.
Ia diangkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BRI, Selasa 18 Februari 2020 lalu ketika pengurus dirombak besar-besaran.
Sebelumnya ia menjadi Komisaris Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BNI pada 2017-2020.
Ari saat itu terpilih lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank BNI di Kantor Pusat BNI, Jakarta, Kamis 2 November 2017.