Kisarannya berkisar antara 5000 dan 20 ribu, dengan Oxford menjadi rumah komunitas terbesarnya.
Fazil Kawani, koordinator di lembaga derma Asylum Welcome, mengatakan bahwa walaupun telah ada beberapa keberhasilan, lembaga itu menganggap terlibat dengan komunitas Timor Leste cukup sulit.
"Mereka memiliki banyak isu yang sama dengan komunitas lain yang kami bantu tapi sampai sekarang mereka memiliki status bereda di negara ini (sebagai warga Uni Eropa) dan hal itu membuat mereka berhenti menghubungi kami."
Rasina (25) dan Joel (28) adalah pasangan Timor Leste di Oxford, yang temukan mereka harus mendaftar lewat Facebook untuk bisa tetap tinggal di Inggris.
Mantan pesepakbola profesional Onorio (28) yang sampai Inggris tahun 2020 mengatakan: "Aku terkejut dengan hal itu ketika aku sampai di Inggris. Aku tidak pernah mendengar tentang Brexit ketika di Timor Leste. Baru ketika aku sampai aku temukan banyak hal berubah.
"Aku tahu banyak warga Timor menghadapi masalah yang sama tapi mereka takut berbicara. Mereka berpikir tetap diam adalah pilihan terbaik.
"Aku putus asa jika kembali. Tidak ada lapangan pekerjaan dan aku tidak akan mampu menyediakan makan untuk keluargaku. Aku anak tertua, sehingga aku bertanggung jawab mengurus mereka."
Dewan kota Oxford mengatakan mereka bekerja dengan Asylum Welcome guna membantu warga Uni Eropa berhadapan dengan pendaftaran mereka dengan "komunikasi spesifik dalam bahasa Tetum untuk mencapai komunitas ini."