Penulis
Intisari-online.com -Ribuan warga Timor Leste yang melarikan diri dari negaranya di tahun 1990-an dapat kehilangan hak mencari pekerjaan, menyewa rumah atau mengakses asuransi kesehatan.
Bahkan dikatakan dari The Guardian, di Inggris, semua hak ini direnggut dari mereka awal Juli besok.
Para pegiat mengatakan banyak dari diperkirakan 15 ribu populasi Timor Leste di Inggris tidak paham jika mereka tidak mendaftar status kependudukan di Kantor Kependudukan Rabu besok, mereka semua kehilangan haknya.
Banyak dari warga Timor Leste pindah ke Inggris dengan paspor Portugis tapi memiliki rasa kepemilikan identitas Timor Leste yang kuat.
Hal tersebut justru menjadi kesalahan karena mereka tidak memahami pentingnya menjadi warga negara Uni Eropa di atas kertas.
Mereka juga tidak memahami jika Inggris mengalami Brexit dan akan keluar dari Uni Eropa.
Penerjemah Timor Leste Bocagio dos Santos, aktivis di Oxford tempat populasi Timor Leste terbesar berada, mengatakan banyak yang 'hanya sedikit mengerti mengenai apa itu Brexit dan apa artinya bagi hak mereka untuk tetap berada di Inggris."
Pegiat lokal memperkirakan sekitar sepertiga pengungsi Timor Leste belum mendaftarkan aplikasi status pasca-Brexit mereka meskipun tenggat waktunya adalah besok.
"Ada warga Timor Leste di Inggris yang sama sekali tidak paham jika telah terjadi Brexit.
"Mereka dapat berubah status berada di Inggris secara ilegal minggu depan dan tidak akan tahu apa penyebabnya," ujar Dos Santos.
Kepala komunitas Timor Leste Oxford, Rosalia Costa, mengatakan: "Aku mengharapkan yang terburuk. Kendala bahasa adalah masalah terbesar tapi tidak banyak upaya berkomunikasi dengan kita dengan bahasa kita sendiri.
"Ada sekitar 4000 warga Timor Leste di Oxford saja sehinga kita seharusnya punya jasa dengan bahasa kita membantu yang tidak mau bersuara."
Timor Leste menjadi koloni Portugis sampai 1975 dan warga yang lahir sebelum 2002 terdaftar dengan paspor Portugis.
Sejak awal tahun 90-an, ribuan warga Timor Leste telah tinggal di Inggris sebagai warga Uni Eropa.
Mereka melarikan diri dari perang dan kependudukan Indonesia.
Tidak ada angka pasti dari jumlah warga Timor Leste yang tinggal di Inggris.
Kisarannya berkisar antara 5000 dan 20 ribu, dengan Oxford menjadi rumah komunitas terbesarnya.
Fazil Kawani, koordinator di lembaga derma Asylum Welcome, mengatakan bahwa walaupun telah ada beberapa keberhasilan, lembaga itu menganggap terlibat dengan komunitas Timor Leste cukup sulit.
"Mereka memiliki banyak isu yang sama dengan komunitas lain yang kami bantu tapi sampai sekarang mereka memiliki status bereda di negara ini (sebagai warga Uni Eropa) dan hal itu membuat mereka berhenti menghubungi kami."
Rasina (25) dan Joel (28) adalah pasangan Timor Leste di Oxford, yang temukan mereka harus mendaftar lewat Facebook untuk bisa tetap tinggal di Inggris.
Mantan pesepakbola profesional Onorio (28) yang sampai Inggris tahun 2020 mengatakan: "Aku terkejut dengan hal itu ketika aku sampai di Inggris. Aku tidak pernah mendengar tentang Brexit ketika di Timor Leste. Baru ketika aku sampai aku temukan banyak hal berubah.
"Aku tahu banyak warga Timor menghadapi masalah yang sama tapi mereka takut berbicara. Mereka berpikir tetap diam adalah pilihan terbaik.
"Aku putus asa jika kembali. Tidak ada lapangan pekerjaan dan aku tidak akan mampu menyediakan makan untuk keluargaku. Aku anak tertua, sehingga aku bertanggung jawab mengurus mereka."
Dewan kota Oxford mengatakan mereka bekerja dengan Asylum Welcome guna membantu warga Uni Eropa berhadapan dengan pendaftaran mereka dengan "komunikasi spesifik dalam bahasa Tetum untuk mencapai komunitas ini."
Kantor Kependudukan mengatakan semua warga Uni Eropa yang menetap di Inggris sebelum 11 malam pada 31 Desember 2020 seharusnya mendaftar status menetap sebelum 30 Juni walau mereka tidak punya semua dokumen yang diperlukan.
Selama pendaftaran mereka ada di sistem mereka akan tetap memiliki hak bekerja, tinggal dan menyewa tempat tinggal, walaupun prosesnya memakan waktu berbulan-bulan.