Kemudian, wilayah Makassar dipersempit hingga tinggal Gowa saja. Ditambah, Gowa terturup bagi orang asing selain VOC.
Perjanjian ini juga mengatur Kerajaan Gowa untuk membayar ganti rugi atas peperangan, dan benteng-benteng yang ada harus dihancurkan kecuali Benteng Rotterdam.
Sebagai pihak yang membantu VOC bertempur melawan Kesultanan Gowa, Arung Palakka juga mendapatkan keuntungan dari perjanjian ini.
Disepakati bahwa Sultan Hasanuddin harus mengakui Aru Palakka sebagai Raja Bone.
Perlawanan sempat dilancarkan kembali oleh Sultan Hassanudin, tapi VOC kembali bisa mengalahkannya.
Pada 12 Juni 1669, Benteng Somba Opu jatuh ke tangan Belanda, sementara Sultan Hasanuddin mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Selain menjadi awal keruntuhan Kesultanan Gowa, Perjanjian Bongaya rupanya memakan korban selanjutnya, yaitu Kerajaan Bone.
Keruntuhan Kerajaan Bone berawal dari keinginan Raja Bone, Arung Datu (1823-1835 M) untuk merevisi perjanjian tersebut.
Meski telah membantu VOC melawan Sultan Hasanuddin, ternyata Kerajaan Bone tidak selamanya menjadi sekutu VOC.