Operasi Intelijen Israel untuk Menyusup Hamas Gagal Total, Ini Kerugian Besar yang Harus Ditanggung Israel

Tatik Ariyani

Penulis

(Ilustrasi) badan intelijen Israel

Intisari-Online.com -Israel selalu bertekad untuk menghancurkan Hamas dalam berbagai operasi.

Namun, ada kalanya sebuah operasi yang dijalankan Israel tersebut gagal total.

Rincian tentang operasi intelijen Israel yang gagal di Jalur Gaza pada November 2018 yang memicu serangan udara Israel yang mematikan dan tembakan roket Palestina terungkap.

Delapan agen Israel menyamar sebagai orang Palestina dan telah mengambil alias keluarga asli di Gaza.

Baca Juga: Beruntung Dua Aktivis 'Generasi Baru' Palestina Dibebaskan, Sosok Ini Pernah Ditahan Berbulan-bulan Usai Tuntut Keadilan, Bongkar Perlakukan Israel pada Tahanan Wanita di Penjara

Mereka memasuki daerah kantong pantai pada 11 November tahun 2018 dengan tujuan memasang perangkat pendengar pada sistem komunikasi pribadi Hamas.

Hal itu terungkap lewat sebuah penyelidikan oleh Al Jazeera Arabic Program Ma Khafia Aazam (puncak gunung es).

Namun, orang Israel tersebut dihentikan dan diinterogasi oleh unit patroli Hamas di Khan Younis selama 40 menit.

Interogasi tersebut membuat Hamas curiga dengan jawaban mereka.

Baca Juga: Israel Siapkan Je-jet Tempur Siluman F-35 Latihan Militer, Akan Dipakai sebagai Senjata Pamungkas untuk Menggempur Siapa?

Sebuah baku tembak pun pecah dan operator Israel menggunakan senjata dengan peredam suara.

Melansir Al Jazeera (4 Desember 2019), serangan itu segera membunuh komandan Hamas Nour Baraka dan salah satu ajudannya, Mohammed al-Qarra.

Kepala unit penyamaran Israel, yang pertama kali dinamai “Meni”, juga tewas.

Rekaman audio dari delapan agen Israel yang menyamar selama baku tembak juga disiarkan untuk pertama kalinya.

Satu suara terdengar dalam bahasa Ibrani bertanya kepada rekan operasinya "Umm Mohammed" di mana senjata berada, sementara yang lain memberikan pertolongan pertama kepada kepala unit yang terluka.

Pesawat-pesawat tempur Israel kemudian menggempur daerah Khan Younis dengan serangan udara untuk memberikan perlindungan bagi unit tersebut untuk melarikan diri kembali ke Israel.

Mereka kemudian dievakuasi dengan helikopter.

“Operasi itu sendiri gagal, tidak ada keraguan tentang itu,” Amir Oron, seorang analis militer Israel, mengatakan kepada Al Jazeera.

Baca Juga: Tertinggi Kasus Covid-19 di Indonesia Setelah 3 Bulan, Dinkes DKI: Ada 988 Klaster Keluarga Setelah Libur Lebaran 2021

“Ketika Anda mengirim seseorang (dalam misi rahasia) Anda tidak ingin pihak lain mengetahui semuanya,” imbuhnya.

Hamas kemudian menyita van biru yang dibawa oleh unit tersebut serta kartu identitas Palestina palsu.

Insinyur dari sayap bersenjata Hamas, Brigade Izz al-Din Qassam, dapat menguping unit Israel dan mengontrol rekaman mereka.

Hal itu memungkinkanmerekauntuk mengidentifikasi anggota, tempat pelatihan dan peran spesifik mereka, kata laporan itu.

Rekaman eksklusif yang disediakan oleh Brigade Qassam menunjukkan anggota unit komunikasi mereka, yang mengawasi keamanan dan pengoperasian jaringan pribadi dari terowongan bawah tanah.

Para insinyur juga menemukan sistem mata-mata Israel yang ditanam oleh agen bawah tanah di daerah Zuwaida di Gaza tengah.

Anggota Qassam berhasil menonaktifkan perangkat pengumpul intelijen, tetapi beberapa tewas dalam proses karena dilengkapi dengan alat peledak.

Penyelidikan oleh Hamas menemukan unit Israel menggunakan spyware dan peralatan pengeboran yang memasuki Gaza di bawah perlindungan organisasi kemanusiaan internasional bernama Humedica.

Baca Juga: Terjadi Tahun 1999 Tapi Masih Diungkit China, Inilah Insiden Amerika Mengebom Gedung Kedubes China di Yugoslavia, Disebut Hanya Kecelakaan Ternyata Begini Faktanya

Abu Yahya, seorang penyelidik di dinas intelijen Qassam, mengatakan seorang pria bernama Joao Santos – membawa paspor Portugis dan menyamar sebagai pekerja kemanusiaan – membawa peralatan itu setelah melewati pos pemeriksaan Erez.

“Harga yang dibayar Israel sangat tinggi,” kata jurnalis dan komentator Israel Yossi Melman. “Itu gagal dan tidak mencapai misinya.”

Operasi yang gagal menghasilkan eskalasi paling mematikan sejak perang 2014 di daerah kantong pantai oleh Israel.

Secara total, tujuh warga Palestina tewas pada malam yang sama dari serangan Israel yang menyamar.

Dua hari berikutnya terjadi pertempuran sengit antara Hamas dan Israel, yang menimbulkan kekhawatiran akan serangan militer Israel keempat di jalur itu sejak 2008.

Tujuh warga Palestina lainnya terbunuh pada 13 November 2018, ketika Israel menargetkan sejumlah bangunan tempat tinggal dan milik pemerintah.

Namun, gencatan senjata ditengahi oleh Mesir pada hari yang sama.

Avigdor Lieberman, menteri pertahanan Israel saat itu, mengundurkan diri sebagai protes, yang dipandang Hamas sebagai "kemenangan politik untuk Gaza".

Artikel Terkait