Find Us On Social Media :

‘Utamakan Pengajaran Al-Qur.’an Sebelum Mengembangkan Ilmu-ilmu Lain’ Kisah Ibnu Khaldun, Cendekia Muslim Pendiri Disiplin Ilmu Sosiologi, Ekonomi, Historiografi, dan Demografi Modern

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 21 April 2021 | 04:00 WIB

Ibnu Khaldun, cendekia muslim pendiri ilmu sosiologi.

Intisari-Online.com – Ilmuwan dan cendekiawan cerdas banyak juga dilahirkan dari tokoh-tokoh Islam.

Kalau Anda mempelajari ilmu sosiologi sebagai salah satu mata pelajaran, maka Anda harus mengenal penemu ilmu tersebut.

Adalah Ibnu Khaldun yang disebut sebagai cendekia muslim penemu ilmu sosiologi ini.

Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah, Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan.

Baca Juga: Rencana Pembangunan Masjid Istiqlal Didukung Para Ulama yang Sanggup Siapkan Rp 500.000 dan Akan Ada Sumbangan Kayu serta Genteng, Soekarno: Tidak Cukup!

Beliau lahir di bulan Ramadhan, tepat pada 1 Ramadhan 732 (27 Mei 1332) di Tunisia.

Ia sangat tertarik mempelajari berbagai ilmu dari mulai syariat, bahasa, fisika, dan matematika, yang ia pelajari di tanah kelahirannya itu.

Bahkan sejak kecil, Al-Qur.’anpun sudah dihapalnya, tak hanya itu ia pun mulai tertarik mengikuti kegiatan politik.

Ketika bertumbuh dewasa, karena ketertarikannya pada kegiatan politik beberapa dinasti kecil bahkan sudah memberikannya jabatan penting di kalangan pemerintahan mereka.

Baca Juga: Negara Ini Ingin Larang Sunat bagi Anak Laki-laki; Tokoh Islam, Katolik, dan Yahudi Kompak Lancarkan Protes

Karena merasa sebagai sejarawan dan ahli filsafat Islam, ia kemudian memilih untuk memberikan perhatian kepada kegiatan menulis dan mengajar.

Tak heran bila kemudian ia mendapatkan nilai yang memuaskan dalam semua bidang pelajaran.

Sayangnya, ketika penyakit pes melanda Afrika pada tahun 749 H, membuat pendidikannya sempat terhenti.

Epidemi penyakit pes yang terjadi itu merenggut ribuan nyawa termasuk ayah dan sebagian besar gurunya.

Namun, itu tak menyurutkan Ibnu Khaldun untuk selalu berkarya, bahkan karya hebatnya dikenal dunia, hingga ia mendapat julukan sebagai Bapak Sosiologi Dunia.

Karyanya, kitab al-'ibar (tujuh jilid) ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d'Ibn Khaldoun .

Kitab tersebut dijadikan dasar dalam ilmu sosiologi oleh para sosiolog Jerman dan Austria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern di tahun 1890.

Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).

Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer adalah muqaddimah (pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini.

Baca Juga: Perang Mu’tah, Karena Belasan Utusan Dibunuh Membuat Nabi Muhammad SAW Kirimkan 3.000 Pasukan Muslim yang Bikin Kocar-kacir 200.000 Pasukan Bizantium Romawi Timur

Buku tersebut telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa.

Dalam buku tersebut Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metodenya yang masuk akal.

Dari situ dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut.

Pada bab kedua dan ketiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat modern dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.

Ibnu Khaldun meyakini bahwa pada dasarnya negara-negara berdiri bergantung pada generasi pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk mendirikan negara.

Disusul oleh generasi kedua yang menikmati kestabilan dan kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama.

Kemudian datang generasi ketiga yang tumbuh menuju ketenangan, kesenangan, dan terbujuk oleh materi sehingga sedikit demi sedikit bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara itu pun hancur.

Itu terjadi akibat kelemahan internal maupun karena serangan musuh-musuh yang kuat dari luar yang selalu mengawasi kelemahannya.

Karena pemikirannya yang brilian itu Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam.

Baca Juga: Perang Uhud, Pengkhianatan Pasukan Muslim hingga Tipu Muslihat Kaum Quraisy Selama Perang yang Sebabkan Kekalahan Pasukan Muslim, Namun Kemampuannya Justru Makin Kuat

Dasar pendidikan Al-Qur.’an yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Oislam, dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman.

Namun, sebagai muslim dan hafidz Al-Qur.’an, ia menjunjung tinggi kehebatan Al Quran.

Ia pernah mengatakan, “Ketahuilah bahwa pendidikan Al-Qur.’an termasuk syiar agama yang diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh karena itu pendidikan Al-Qur.’an dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Al-Qur.’an pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.”

Ibn Khaldūn menghabiskan lima tahun terakhir dalam hidupnya di Kairo untuk menyelesaikan otobiografinya dan sejarah dunia dan bertindak sebagai guru dan hakim.

Sementara itu, ia diduga tergabung dalam partai bawah tanah, Rijal Hawa Rijal, yang cita-cita reformasinya menarik perhatian otoritas politik lokal.

Ibnu Khaldun yang sudah tua ditahan.

Dia meninggal pada tanggal 17 Maret 1406, satu bulan setelah pemilihan keenamnya untuk jabatan Maliki qadi (Hakim).

Baca Juga: First Fitna, Perang Saudara Pertama dalam Sejarah Islam, Ketika Kematian Khalifah Utsman Menjadikan Rakyat Geram pada Khalifah Ali Karena Tak Memenuhi Hal Ini dan Menjadikan Pertempuran Besar

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari