Find Us On Social Media :

China Marah Besar, Mengaku Tak Punya Sangkut Paut dengan Kudeta Myanmar, Penduduk Myanmar Secara Barbar Bakar Pabrik China, Karena Menuduhnya Lakukan Hal Ini

By Afif Khoirul M, Selasa, 16 Maret 2021 | 12:30 WIB

Pembakaran perusahaan China di Myanmar.

Intisari-online.com - Pada 15 Maret, China menyatakan kemarahannya setelah banyak pabriknya dibakar oleh penduduk Myanmar.

Pembakaran itu terjadi di tengah meningkatnya ketidastabilan politik.

Beberapa pemilik perusahaan China di Myanmar mengatakan mereka harus melengkapi diri mereka dengan senjata.

Mereka melakukan tindakan itu untuk mempertahankan diri karena masalah keamanan.

Baca Juga: Niatnya Mau Perbaiki Hubungan dengan China, AS Malah Bertemu dengan Dua Negara Sekutunya Ini untuk Bahas Kecurangan Tiongkok, Susun Strategi Melawannya?

Melansir 24h.com.vn, pada Selasa (16/3/21), China yang marah besar menuntut negara yang memiliki kekuatan terbesar di Asia Tenggara.

Untuk turun tangan mengendalikan militer Myanmar yang telah melakukan kudeta.

Karen karena kudeta itu militer, rakyat Myanmar marah sehingga imbasnya, banyak rakyat yang membakar perusahaan China di Myanmar.

"Myanmar harus memiliki langkah yang lebih efektif untuk mencegah semua tindakan kekerasan, hukum, bagi para pelaku yang menyebabkan pembakaran," kata Trieu Lap Kien, juru bicara Kementerian Luar Negeri China.

Baca Juga: Sudah Gelontorkan Rp34 Triliun demi Bisa Hancurkan China, Ambisi Taiwan itu Ternyata Baru Tercapai Tahun 2026, Terungkap Ini Strategi Taiwan Untuk Tumbangkan China

Menurut Global Times, total 32 pabrik investasi China di Yangon, kota terbesar di Myanmar, dibakar.

Dua pekerja Tiongkok juga terluka setelah insiden itu. Kerusakan properti mencapai 37,8 juta dollar AS.

Pembakaran pabrik-pabrik China terjadi ketika banyak pengunjuk rasa yang memprotes kudeta di Myanmar menuduh Beijing mendukung tentara Myanmar.

Kedutaan Besar China di Myanmar mengatakan bahwa Beijing tidak mengetahui sebelumnya tentang kudeta hari ini.

CGTN menyebutkan, sekitar 20-30 orang dengan masker wajah masuk ke pabrik China. Sekelompok orang membawa tongkat besi, kapak dan bensin untuk dibakar dan dijarah.

Beberapa pemilik bisnis China di Myanmar mengatakan kepada SCMP bahwa mereka harus melengkapi diri dengan pertahanan diri setelah kejadian tersebut.

Baca Juga: Dilabeli Punya Angkatan Laut Terkuat di Bumi, Nyatanya China Masih Kalah Telak Dalam Hal Ini dari Angkatan Laut AS, China Sampai Dekati Israel Untuk Memaksanya Terima Ini

Tentara Myanmar telah memberlakukan darurat militer di enam distrik di kota Yangon. Namun, kebakaran terjadi di pabrik China segera setelah darurat militer diberlakukan.

"China terus memantau perkembangan di Myanmar dan sangat prihatin tentang keselamatan warga China di negara ini," kata juru bicara Zhao.

"Kami mendesak para pengunjuk rasa Myanmar untuk secara hukum menyatakan pandangan mereka, untuk menghindari merusak kerjasama persahabatan antara kedua negara," kata juru bicara Zhao, yang menolak mengatakan Beijing punya rencana.

Pekan lalu, China mendukung pernyataan dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengutuk penggunaan kekerasan rezim militer Myanmar terhadap pengunjuk rasa damai.

Lalu, mendesak militer Myanmar untuk menahan diri secara maksimal.

Pernyataan Dewan Keamanan PBB juga meminta militer Myanmar untuk segera membebaskan Aung San Suu Kyi.

Baca Juga: China Koar-koar Siap Tempur Lawan Perangkap Thucydides, Amerika Harus Cepat-cepat Tambah Kekuatan Militernya

"Banyak proyek investasi China di Myanmar menghadapi risiko besar. Namun, Beijing berada dalam dilema," kata Pang Zhongying, pakar hubungan internasional di China Ocean University.

"Asap api membubung dari beberapa kawasan industri di Yangon dari tengah malam hingga pukul 4 pagi,' kata seorang pemilik toko.

"Sebagai orang asing, kami tidak bisa berbuat apa-apa," kata pemilik bisnis Tionghoa di Myanmar.

"Saya telah mengetahui bahwa semua perusahaan Jepang, Korea dan Singapura telah menggantungkan bendera nasional mereka agar tidak menjadi sasaran pengunjuk rasa," kata Lee Htay pemilik bisnis transportasi China di Yangon.

"Ada lebih dari 400.000 orang China di Myanmar dan kami tidak dapat menyerahkan aset kami untuk pulang jika ada perintah evakuasi," tambahnya.