Advertorial
Intisari-Online.com- Demo menentang kudeta militer Myanmar masih berlangsung hingga kini.
Militer Myanmar pun kini tak ragu lagi menggunakan kekerasan untuk melawan para pendemo.
Telah banyak korban tewas akibat tindakan keras aparat Myanmar.
Namun, beberapa aparat yang tak tega untuk melakukan kekerasan pada pendemo lebih memilih untuk membangkang.
Para polisi Myanmar mengungkapkah momen mereka membangkang dari atasan mereka, dan mengungsi ke India.
Kepada Sky News, penegak hukum yang mencari suaka itu mengatakan mereka diperintahkan menembak dan menyiksa demonstran.
"Saya tak bisa menembak bangsa saya sendiri, atau menyiksa orang yang jelas tak berbuat kejahatan," kata salah satunya.
Polisi yang berusia 26 tahun mengatakan, pengunjuk rasa itu tidak bersalah. Sebab mereka hanya menyuarakan aspirasi secara damai.
Memutuskan membangkang dari perintah junta militer, sejumlah polisi itu memutuskan mengungsi ke India.
Salah satu penegak hukum yang bersembunyi menerangkan, dia kini mengkhawatirkan keluarga yang ditinggalkannya.
Dia mengaku mempunyai istri dan putra yang masih berusia dua tahun. "Saya khawatir terhadap mereka," kata dia.
Apalagi, junta militer sudah mengancam bakal menahan setiap anggota keluarga dari polisi yang mengungsi.
Anggota lain, yang kabur bersama keluarganya menerangkan, mereka tidak ingin hidup dalam kekuasaan junta.
"Kami tidak bisa hidup damai bersama mereka. Saya siap mengorbankan nyawa bagi demokrasi jika dibutuhkan," tegasnya.
Baca Juga: Warga Geger, 7 Makam Pasien Covid-19 Dibongkar Secara Misterius, Polisi Juga Temukan Sandal Jepit
Dilansir Sabtu (13/3/2021), keterangan mereka mengungkapkan detil seperti apa perintah yang diberikan kepada pihak berwajib.
Sebelumnya, PBB sudah mengecam dan menuding Tatmadaw, nama kantor junta militer Myanmar, menggunakan kekuatan mematikan ke demonstran.
Total, sudah ada 75 orang tewas dalam aksi protes menentang kudeta yang dilakukan militer pada 1 Februari lalu.
Para polisi yang membangkang itu berujar, saat ini yang harus dilakukan dunia adalah bertindak lebih dari sekadar sanksi ekonomi dan diplomasi.
"Pasukan perdamaian PBB harus dikerahkan untuk melawan perbuatan tidak manusiawi yang terjadi di sana," jelasnya.
Mereka menegaskan ingin mendapatkan senjata dan sumber daya cukup. Apalagi, banyak rekan mereka yang mulai menentang junta.
Baca Juga: Makin Mesra, China dan Rusia Berambisi Bangun Pusat Penelitian di Bulan, Tak Lama Lagi Terwujud
Namun Kini, kekhawatiran mereka bertambah setelah pemerintah India mengirim pesan ke pejabat perbatasan di mana Indiadiminta mengidentifikasi migran ilegal dan memulangkan mereka.
Agar proses deportasi berjalan secepat mungkin, dinas penegakan hukum hingga intelijen dikerahkan.
Salah satu polisi mengatakan, "Kami tentu akan dibunuh jika sampai mereka (India) memulangkan kami."