Find Us On Social Media :

Komisi Tiga Negara, Badan Bentukan PBB yang Khusus Selesaikan Konflik Indonesia-Belanda, Apa yang Dihasilkan?

By Khaerunisa, Kamis, 25 Februari 2021 | 20:25 WIB

Perundingan Renville. (ilustrasi) Komisi Tiga Negara, Badan Bentukan PBB yang Khusus Selesaikan Konflik Indonesia-Belanda, Apa yang Dihasilkan?

Intisari-Online.com - Dilatarbelakangi kekhawatiran internasional atas konflik Indonesia-Belanda pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, dibentuklah Komisi Tiga Negara (KTN).

Indonesia yang sudah menyatakan kemerdekaan pada saat itu, sedangkan Belanda ingin kembali berkuasa, menghasilkan konflik kurang lebih selama 4 tahun, 1945-1949.

Berbagai upaya dilakukan Indonesia untuk menyelesaikan konflik tersebut, baik melalui pertempuran maupun jalur diplomasi.

Komisi Tiga Negara merupakan badan bentukan PBB yang khusus menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda, dan membawa keduanya ke Perjanjian Renville 17 Januari 1948.

Baca Juga: Buntut Konflik Indonesia-Belanda Soekarno Diasingkan ke Berbagai Daerah Terpencil, Tak Habis Akal Begini Cara Bung Karno Berkomunikasi dengan Para Gerilyawan

Sebelum Perjanjian Renville, Indonesia-Belanda juga telah menandatangani Perjanjian Linggarjati pada 25 Maret 1947.

Namun, upaya melalui jalur diplomasi tersebut masih tak menghentikan sengketa berdarah keduanya. Bahkan, setelah itu, Belanda melancarkan Agresi Militer I pada Juli 1947.

Pada tanggal 31 Juli 1947, Dewan Keamanan PBB mengadakan agenda sidang untuk membahas permasalahan Indonesia dan Belanda.

Sidang PBB pada tanggal 1 Agustus 1947 menghasilkan sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB yang berisi seruan kepada Indonesia dan Belanda untuk menghentikan tembak menembak dan menyelesaikan konflik mereka dengan cara damai.

Baca Juga: Parit Sepanjang 330 Meter Terlihat Membentang, Israel Dikabarkan Bangun Proyek Terbesar di Fasilitas Nuklir Rahasia

Dewan Keamanan PBB menggunakan cara arbitrase (perwasitan) untuk menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda.

Pada 25 Agustus 1947, PBB membentuk sebuah komite bernama Komite Jasa Baik untuk Indonesia yang lebih dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN).

Komisi Tiga Negara (KTN) beranggotakan negara pilihan Indonesia dan Belanda, di antaranya Australia, Belgia dan Amerika Serikat.

Richard C Kirby dari Australia sebagai wakil Indonesia, Paul Van Zeeland Belgia sebagai wakil Belanda, dan Frank B Graham dari Amerika Serikat sebagai pihak netral.

Baca Juga: 10 Militer Paling Kuat di Asia 2021, Indonesia di Atas Arab Saudi!

KTN Membawa Indonesia Belanda ke Perjanjian Renville

Komisi Tiga Negara mulai bekerja secara efektif setelah anggotanya datang di Indonesia pada 27 Oktober 1947.

Tugas KTN tidak hanya dibidang politik, namun juga militer.

Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia jilid VI (1993) karya M.J Poesponegoro dkk, Amerika Serikat sebagai pihak netral menyediakan kapal USS Renville sebagai alat keamanan PBB di Indonesia serta tempat perundingan antara Indonesia dan Belanda.

KTN berhasil mengadakan perundingan pada 8 Desember 1947 di kapal USS Renville.

Baca Juga: Siapa Sangka, Baking Soda Bisa Dipakai Mengeluarkan 'Tlusupan' Agar Tak Infeksi

Perundingan Renville dihadiri oleh Amir Syarifudin (Indonesia), R. Abdulkadir Wijoyoatmojo (orang Indonesia pro Belanda) dan Frank Graham (perwakilan KTN).

Pokok bahasan dalam perundingan Renville adalah upaya gencatan senjata dan penyelesaian masalah Garis Demarkasi Van Mook.

Pada 19 Januari 1948, Belanda dan Indonesia sepakat untuk menandatangani perjanjian Renville.

Namun, ternyata pada pelaksanaannya cukup merugikan Indonesia. Sehingga setelah perjanjian ini, konflik Indonesia-Belanda pun masih berlanjut.

Baca Juga: Layar Sudah Terkembang, Kemajuan Teknologi Militer China yang Gila-gilaan Tak Mungkin Dihentikan, Padahal Sukanya Jiplak dari Luar

Isi Perjanjian Renville

Perjanjian Renville menyepakati gencatan senjata. Belanda juga mendapat tambahan wilayah kekuasaan.

Selain itu, kedaulatan Belanda atas Indonesia diakui sampai selesai terbentuknya Republik Indonesia Serikat.

Bagi Indonesia, Perjanjian Renville hanya memberikan janji referendum di wilayah kekuasaan Belanda di Jawa, Madura, dan Sumatera.

Rakyat di wilayah jajahan Belanda dijanjikan boleh memilih bergabung dengan RIS atau membentuk negara sendiri.

Baca Juga: Kemaruknya China, Sudah Berhasil Mengakali Negara Kecil Ini Agar Serahkan Asetnya untuk 100 Tahun, Masih Bisa Perpanjang Ambil Aset itu Sampai 200 Tahun Lamanya

Berikut isi Perjanjian Renville:

1. Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan segera.

2. Republik Indonesia merupakan negara bagian dalam RIS.

3. Belanda tetap menguasai seluruh Indonesia sebelum RIS terbentuk.

4. Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera.

5. Wilayah kekuasaan Indonesia dengan Belanda dipisahkan oleh garis demarkasi yang disebut Garis Van Mook.

6. Tentara Indonesia ditarik mundur dari daerah-daerak kekuasaan Belanda (Jawa Barat dan Jawa Timur).

7. Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda dengan kepalanya Raja Belanda.

8. Akan diadakan plebisit atau semacam referendum (pemungutan suara) untuk menentukan nasib wilayah dalam RIS.

9. Akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS.

Baca Juga: Kemaruknya China, Sudah Berhasil Mengakali Negara Kecil Ini Agar Serahkan Asetnya untuk 100 Tahun, Masih Bisa Perpanjang Ambil Aset itu Sampai 200 Tahun Lamanya

(*)

 

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari