Intisari-online.com -Jebakan utang China semakin menunjukkan kerugiannya dari sisi pengutang.
Dilansir dari South China Morning Post, menteri luar negeri Sri Lanka mengatakan sewa pelabuhan Hambantota dapat diperpanjang sampai 198 tahun.
Ia menyebut hal itu sebagai "kesalahan" yang dilakukan pemerintah sebelumnya, setelah melaporkan jika Kolombo kini mempelajari perjanjian itu lagi.
Kesepakatan pelabuhan itu ditandatangani pemerintah lawas Sri Lanka tahun 2017 untuk menutup utang mereka ke China.
Sejauh ini hal tersebut telah menjadi subyek bukti internasional di tenah tuduhan Beijing menggunakan "diplomasi jebakan utang" untuk taktik geopolitiknya.
Lokasi Hambantota berada di ujung selatan Sri Lanka, di posisi kunci garis laut Asia Selatan.
Hal itu menjadikan Hambantota sebagai kunci maritim potensial menuju Samudra Hindia.
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa, adik dari mantan presiden dua kali menjabat Mahinda Rajapaksa, mengatakan ia ingin menegosiasikan ulang perjanjian dengan China sesegera mungkin setelah ia menjabat akhir 2019 lalu.
Namun kemudian Gotabaya menampik ia punya rencana demikian.
Meski begitu pada 6 Februari kepala Otoritas Pelabuhan Sri Lanka mengatakan kepada Ceylon Today jika presiden telah mengulas kembali perjanjian pelabuhan itu.
Jenderal Daya Ratnayake juga mengatakan Sri Lanka belum mencapai banyak dari kesepakatan itu dan telah memindahkan pangkalan militer angkatan laut dari wilayah yang dikuasai China "setelah banyak diskusi dengan pejabat China".
"Kami mengulas kembali proposalnya bahkan sekarang," ujar Ratnayake.
"Sayang sekali hal ini terjadi dan kesepakatan atas pelabuhan Hambantota seharusnya tidak terlaksana. Namun proses review masih berlangsung."
Menteri Luar Negeri Dinesh Gunawardena menambahkan ketidakpastian, mengatakan jika "pemerintah sebelumnya membuat kesalahan dalam perjanjian pelabuhan Hambantota ketika mereka membatalkan sewa dan memberikan sewa lebih panjang, dengan 99 tahun ditambah 99 tahun lagi sejak periode pertama berakhir".
Namun ia tidak mengatakan apakah pemerintah berniat mengubah perubahan untuk kesepakatan tersebut.
China pada Rabu kemarin menampik perjanjian itu dibicarakan kembali, dengan juru bicara menteri luar negeri Wang Wenbin malah mengatakan jika operasi pelabuhan itu semakin diperluas.
"Laporan yang relevan tidak konsisten dengan fakta," ujar Wang dalam pengarahan press seperti biasa di Beijing.
Ia mengatakan perjanjian dinegosiasi di bawah "dasar kesetaraan dan sukarela" antara dua negara, dan hal tersebut bertujuan mengubah pelabuhan menjadi jalur logistik, transportasi dan industri di Samudra Hindia.
Dengan upaya sama-sama besar dari sisi China dan Sri Lanka, pelabuhan Hambantota telah melampaui tantangan pandemi dan mempertahankan momentum dalam memperluas operasinya," ujarnya.
Kesepakatan pelabuhan itu adalah proyek kunci dalam program Belt and Road Initiative China.
Selama ini program pelabuhan ini telah alma diperhatikan, dengan kritik mengatakan dapat menambah beban utang Sri Lanka, bisa berakibat Kolombo mau tidak mau menerima tuntutan geopolitik Beijing.
Pang Zhongying, pakar hubungan internasional dengan Ocean University China, mengatakan Beijing kemungkinan menghadapi lebih banyak tekanan atas aktivitas di Sri Lanka, mengingat pertumbuhan persaingan dengan AS dan India di wilayah itu.
"Sri Lanka telah lama dibayangi India dan mereka memiliki hubungan kompleks dengan India. Dengan administrasi Joe Biden mendorong memperdalam strategi Indo-Pasifik AS, China akan menghadapi lebih banyak tantangan lagi di wilayah tersebut," ujarnya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini