Penulis
Intisari-online.com -Tidak ada bukti jika China berupaya mendorong negara-negara miskin terjebak dalam utang untuk merebut aset berharga negara tersebut.
Hal itu diungkapkan oleh peneliti dan analis Deborah Brautigam, profesor ekonomi politik internasional di Universitas Johns Hopkins dan juga pendiri China Africa Research Initiative (Cari).
Bahkan Brautigam menganggap narasi jebakan utang itu hanya mitos saja.
Cari telah mempelajari ribuan dokumen pinjaman China, sebagian besar untuk proyek-proyek di Afrika, dan melaporkan mereka belum temukan bukti apapun jika China hendak menggondol aset negara lain yang gagal membayar utang.
Pembuktian itu datang ketika lusinan negara Afrika tidak berada dalam posisi ditekan utang dari China
Sebagian besar negara itu, termasuk Angola, Ethiopia, Kenya dan Zambia, yang merupakan peminjam utama dari China, telah mendapatkan kelonggaran utang.
Beijing telah menyediakan kelonggaran utang kepada lebih dari 20 negara danuntuk beberapa negara bahkan telah membatalkan pinjaman bebas bunga yang jatuh tempo tahun 2020.
Namun narasi jebakan utang lebih ramai pada tahun 2017 ketika laporan yang beredar mengatakan China mengambil pelabuhan Sri Lanka, Hambantota saat negara tersebut tidak mampu membayar utangnya.
Meski begitu, peneliti Cari mengatakan alih-alih memberikan pelabuhan itu ke China, Sri Lanka membuat pelabuhan itu menjadi swasta sebesar 70% agar bisa menjadi garapan perusahaan China.
Kolombo telah mengamankan dua pinjaman dari China, 307 juta Dollar AS untuk fase pertama proyek pelabuhan dan kemudian 757 juta Dollar AS.
Kedua pinjaman itu berasal dari Bank Exim China, untuk membangun pelabuhan Hambantota.
Saat menghadapi masalah uang tunai, Sri Lanka memutuskan untuk meminjamkan Pelabuhan Hambantota yang kurang maksimal untuk para operator yang lebih berpengalaman, dan memilih China Merchants untuk pekerjaan itu.
Hal inilah yang membuat perusahaan China itu menjadi pemegang saham terbesar dalam pinjaman 99 tahun yang mampu membantu Kolombo mengumpulkan uang 1.2 miliar Dollar AS.
Namun selama administrasi Trump berkuasa, kasus pelabuhan Sri Lanka menjadi bukti yang paling sering dikutip mengenai jebakan utang China.
Itulah yang menyebabkan ketakutan para negara Afrika atas diambilnya aset 2 tahun yang lalu.
Rumor yang beredar mengatakan China akan mengambil pembangkit listrik Zambia dan pelabuhan utama Kenya jika negara-negara itu gagal membayar utang mereka.
Pada pidato tahun 2018, mantan penasihat keamanan nasional AS John Bolton memperingatkan jika China "sekarang meracuni agar bisa mengambil pembangkit listrik Zambia dan memberi peralatan perusahaannya untuk mengumpulkan surat obligasi finansial Zambia."
Brautigam juga mengatakan narasi tentang jebakan utang China menciptakan berbagai kekhawatiran di antara masyarakat sipil berbagai negara termasuk Sri Lanka, Malaysia, Kenya, Zambia, Tanzania dan Nigeria.
Penelitian Brautigam mereview beberapa kontrak pinjaman China menemukan jika tidak ada ungkapan "pengambilan aset" untuk pinjaman ke Afrika atau global.
Khususnya di Nigeria, ahli dan teknokrat lokal di pemerintah menyediakan penjelasan sangat jelas mengenai klausul imunitas kedaulatan dan mengapa hal tersebut merupakan standar di kontrak peminjaman internasional.
Kemudian, gara-gara politikus di luar cabang eksekutiflah yang memilih tidak melihat fakta-fakta ini dan menggunakannya untuk mencetak poin politik.
Namun pakar lain mengungkapkan masih ada kekhawatiran dalam pinjaman dari China.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini