Sering Dianggap Kolonialisme Abad Ke-21 Dengan Diplomasi 'Jebakan Utang', Data Ini Tunjukkan Jika Belt and Road Initiative China Malah Memang Membantu Benua Afrika, Bukan Ambisi Menguasai Dunia

Maymunah Nasution

Penulis

Proyek Jalur Kereta Pengukuran Standar (SGR) Kenya yang dilaksanakan China, bagian dari Belt and Road Initiative

Intisari-online.com -Program pinjaman China, yang biasa disebut dengan Belt and Road Initiative, semakin dianggap sebagai kolonialisme era baru.

Analis politik ekonomi Afrika yang memiliki pengalaman dalam kebijakan perkembangan infrastruktur Afrika, Lawrence Freeman menuliskan dalam artikelnya yang diterbitkan di CGTN jika hal itu merupakan bentuk propaganda Barat.

Lembaga-lembaga penelitian menelurkan pemikiran baru yang diliput media Barat dan lembaga kebijakan negara mengenai upaya mereka untuk menghentikan China.

Keinginan itu berasal dari motivasi secara geopolitik, atas klaim jika China sedang mengembangkan kolonialisme tipe baru.

Baca Juga: Rencana China untuk Kuasai Dunia Dipastikan dengan Mudah Terjegal Oleh Australia, Negeri Kangguru Ternyata Sudah Siapkan Kartu As Ini

Kolonialisme itu disebut media Barat sebagai "diplomasi jebakan utang".

China memang beberapa tahun belakangan membantu negara miskin dengan memberikan pinjaman untuk dana infrastruktur.

Sebagai negara pemberi pinjaman, China mengatur peminjaman itu, dengan niat yang disebut media Barat untuk menjebak negara-negara peminjam agar tidak bisa membayar uutangnya lagi.

Tuduhannya adalah sekalinya negara peminjam mencapai utang yang berlebih, China akan meraup proyek atau aset sampingan dari sumber daya mineral yang bernilai tinggi.

Baca Juga: Jebakan Utang China Kembali Makan Korban, Negara Kecil Kaya Sumber Daya di Asia Tenggara Ini Pasrah Serahkan 'PLN' Miliknya karena Gagal Bayar Utang

Menurut Freeman, tuduhan ini sama sekali tidak benar.

Dalam artikelnya berjudul "Belt and Road Initiative Is Not A Debt Trapping Africa", sampai saat ini dari data yang ia kumpulkan tidak mendapatkan pengambilalihan proyek apapun dan tidak ada penyitaan aset apapun di Afrika oleh China dari negara yang memang berhutang ke China.

Contohnya manipulasi ini adalah dari artikel milik Heather Zeiger berjudul "China and Africa: Debt-Trap Diplomacy?"

Dalam artikel itu menjelaskan jika Kenya menderita kekurangan finansial karena Covid-19 dan tidak bisa memenuhi syarat pinjaman untuk Jalur Kereta Pengukuran Standar (SGR).

Baca Juga: Sementara Lahan Sawah Terus Menyusut di Indonesia, Sekarang China Tengah Memperluas Area Persawahannya hingga Sebesar Republik Irlandia!

Namun, Zeiger menekankan kasus diplomasi jebakan utang dengan membuat kalimat pengandaian seperti ini: "jika Kenya gagal membayar, China mungkin bisa menerima pembayarannya dari proyek sampingan Pelabuhan Mombasa, meskipun pemerintah China telah mengatakan mereka tidak berniat melakukan ini."

Freeman menyatakan dari data yang ia dapat dari China-Africa Research Initiative (CARI), penelitian yang dilaksanakan Universitas Johns Hopkins, setelah mengulas lebih dari 1000 pinjaman, mereka melaporkan bahwa "kami tidak melihat contoh apapun di mana kami bisa mengatakan China secara mudah menjebak negara lain dalam utang, dan menggunakan hutang tersebut untuk meraup keuntungan tidak adil atau strategis di Afrika, termasuk 'penyitaan aset'."

Meski begitu, hal ini tidak mencegah pejabat pemilihan AS dan DPR dari partai Demokrat dan Republik untuk secara abai menyatakan mantra jebakan utang ini.

Propaganda ini sangatlah kuat sampai merembet ke mana saja, sampai-sampai beberapa pihak Afrika telah menyebut informasi ini berulang kali.

Baca Juga: Jadi Hajatan Terbesar China di Abad Ke-21, Ini Penjelasan Singkat Mengenai Megaproyek Belt And Road Initiative yang Disebut 'Jalur Sutra Era Abad Ke-21', Negara Mana yang Sudah Bergabung?

Kebutuhan infrastruktur negara-negara Afrika

China melalui BRI membantu keuangan dan membangun infrastruktur vital di Afika.

Menurut Freeman, tidak ada yang lebih penting untuk mengindustrialisasi Afrika dan mengakhiri kemiskinan dan kelaparan daripada infrastruktur.

AS, yang kebijakan luar negerinya bertujuan menangkal kekuatan politik dan ekonomi China di dunia, tidak punya strategi atau niat membuat komitmen serupa di benua Afrika.

Baca Juga: Risih Dengan Kebangkitan China Lewat Belt And Road Initiative, Eropa Buka Kontes Geopolitik Dengan 'Inisiatif Tiga Laut', Sebuah Jawaban Atas Aksi China?

Rekan senior pakar kebijakan internasional di Center for Global Development, W. Gyude Moore, yang juga mantan Menteri Pekerjaan Umum Libya, mengatakan jika investasi China untuk infrastruktur Afrika sudah tidak tertandingi.

Kemudian mengingat sejarah dunia Barat dan operasi investasi mereka di Afrika, cukup "membuat frustrasi daripada sejarah berabad-abad lamanya di Afrika, tidak pernah ada proposal Barat untuk pembangunan infrastruktur skala benua… China adalah negara yang berpikir membangun jalan, jalur kereta dan infrastruktur maritim untuk menghubungkan ekonomi Afrika dengan seluruh dunia."

China membantu keuangan dan membangun Jalur Kereta Pengukuran Standar (SGR) Kenya 100 tahun sejak kerajaan Inggris menduduki Kenya di awal abad ke-20.

Fase pertama dari proyek ambisi itu dari pelabuhan kota Mombasa sampai ibukota Nairobi, sudah lengkap.

Baca Juga: Meliuk Bagaikan Ular Sepanjang Lebih Dari 8000 Kilometer, Inilah Jalur Rel Kereta Api Turki-Tiongkok yang Menjadi Jalur Perdagangan Terbesar Abad Ini, Jalur Sutra Baru Tidak Bisa Ditampik Lagi!

China kemudian berniat menghubungkan Kenya ke Uganda, Rwanda, Sudan Selatan dan Ethiopia.

Hal ini memiliki potensi menjadi kaki timur dari jalur kereta Timur ke Barat di seluruh Afrika, yang bisa mengubah rupa seluruh benua tersebut.

Terakhir, Freeman mengatakan China telah berkontribusi untuk kesejahteraan negara-negara miskin melalui BRI.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait