Find Us On Social Media :

Jangankan Mimpi Beli Mobil, di Era Orde Baru Dapat Ganti Rugi Pun Sudah Syukur, Kalau Menolak Siap-siap Dapat Label Paling Menyeramkan

By Ade S, Jumat, 19 Februari 2021 | 17:48 WIB

Jangankan Mimpi Beli Mobil, saat Orde Baru Tak Ada Pembebasan Lahan, yang Ada Hanya Perampasan Lahan, Menolak Otomatis Diberi Label PKI

Intisari-Online.com - Pembebasan lahan yang terjadi saat ini, hingga bisa membuat warga desa memborong mobil, rasanya mustahil terjadi di Orde Baru.

Bahkan kala itu istilah yang lebih tepat digunakan bukanlah "pembebasan lahan", melainkan "perampasan lahan".

Belum lagi bayangan akan tuduhan sebagai antek-antek PKI jika sampai menolak upaya pembebasan lahan dengan alasan pembangunan tersebut.

Setidaknya itulah yang digambarkan oleh Fatimah Suganda dalam tulisan "Perampasan Tanah dan Reproduksi Pelanggaran HAM Orde Baru" yang tayang di walhijatim.or.id pada 2016.

Baca Juga: Hanya Berjarak 3 Jam dari Desa 'Pemborong' Mobil, Warga di Desa Ini Justru Harus Menderita Selama Lebih dari 1 Dekade karena 'Ulah' Lumpur Lapindo

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu masyarakat dihebohkan dengan kabar tentang suatu desa yang beberapa warganya membeli mobil baru dalam waktu berdekatan.

Setelah diselidiki, ternyata mereka adalah warga Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.

Kepala Dusun Pomahan, Desa Sumurgeneng, Kasiyanto mengungkapkan ada 17 mobil yang datang pada Minggu (14/2/2021). Mobil-mobil itu dipesan dari Surabaya dan Gresik.

"Rata-rata mobil yang mereka beli jenis Innova, HRV, Expander, Pajero, dan Honda Jazz," ujar Kasiyanto, saat ditemui Kompas.com di Balai Desa Sumurgeneng, Rabu (17/2/2021).

Baca Juga: Kilang Barunya di Tuban Bikin Warga Desa Borong Mobil, Pertamina Ternyata Sudah Punya Rencana Bangun Kilang Baru Lain, Ini Lokasinya

Aksi warga tersebut bermula dari kesepakatan menjual tanahnya kepada PT Pertamina.

Setelah menerima pembayaran tahap akhir dari hasil konsinyasi yang dititipkan di Pengadilan Negeri Tuban, barulah mereka memborong mobil.

Lahan di sana bakal dipakai untuk proyek pembangunan kilang minyak new grass root refinery (NGRR) yang merupakan kerja sama antara Pertamina dengan perusahaan asal Rusia, Rosneft.

Kasiyanto menyampaikan ternyata warga yang memborong mobil itu dulunya sempat menolak menjual tanahnya.

Baca Juga: Berbeda dengan Warga Sumurgeneng yang Makin Kaya setelah Jual Tanah untuk Kilang Minyak, di Myanmar Tambangnya Justru Dikuasai dan Jadi Pabrik Uang Militernya

"Mereka yang membeli mobil baru secara bersamaan kemarin itu kelompok yang dulunya menolak keras menjual tanahnya," beber dia.

Di Dusun Pomahan, Desa Sumurgeneng, ada 70 kepala keluarga (KK) yang mendapat uang hasil penjualan tanah ke Pertamina.

Kata Kasiyanto, dari jumlah itu, terdapat sekitar 50 KK yang awalnya menolak keras menjual tanahnya.

Dilansir dari Surya.co.id, Selasa (16/2/2021), nilai tanah dibeli dengan harga Rp600-800 ribu per meter.

Baca Juga: Viral Warga Desa Sumurgeneng Belanja Mobil Usai Dapat Kompensasi dari Kilang Minyak, Negara Kaya Minyak Ini Justru Jatuh Miskin dan Bangkrut Akibat Terlalu Manjakan Rakyatnya

Ini jauh lebih tinggi dari harga tanah di sana pada umumnya yang biasanya Rp100-150 ribu.

Uang pembebasan lahan yang diterima juga bervariasi, mulai dari Rp28 juta.

Namun, sebagian besar warga mendadak jadi miliarder karena memperoleh duit sebesar Rp8-10 miliar.

Warga yang punya lahan 4 hektar menerima Rp26 miliar.

Baca Juga: Berbeda dengan Desa Sumurgeneng yang Diberi Kompensasi dari Kilang Minyak, di Negara Ini Tanah yang Mengandung Tambang Justru 'Dirampas' Negara, Pemiliknya Diusir Dengan Sedikit Kompensasi

Ada juga warga Surabaya yang memiliki lahan di sana, mengantongi Rp28 miliar.

'Pembebasan Lahan' ala Orde Baru

Cerita-cerita tentang mereka yang kaya mendadak, seperti dipaparkan di atas tentu saja diimpikan oleh banyak orang.

Tapi, jangan sekalipun untuk berani memimpikan akan terjadinya hal serupa jika Orde Baru masih berkuasa.

Baca Juga: Tak Seperti Warga Sumurgeneng yang Kalap Belanja Mobil dari Kompensasi Tambang, Rakyat Timor Leste Justru Tak Kunjung Kaya Meski Negaranya Bergelimang Minyak Bumi

Dalam "Perampasan Tanah dan Reproduksi Pelanggaran HAM Orde Baru", Fatimah Suganda memaparkan betapa mengerikannya proses perampasan lahan di era Orde Baru.

Kala itu, proses perampasan lahan yang dimiliki masyarakat biasanya dilakukan untuk digunakan oleh Perhutani dan perusahaan swasta yang memiliki Hak Guna Usaha.

 

Dengan alasan untuk pembangunan, proses pengalihan lahan tersebut seringa kali melibatkan intimidasi, penyiksaan, bahkan tidak jarang dengan pembunuhan.

Peristiwa 30 September, yang juga menjadi awal lahirnya Orde Baru, turut menjadi senjata 'pelabelan' bagi mereka yang menolak menyerahkan tanahnya.

Sebuah label yang sangat mengerikan jika diberikan pada era Orde Baru akan diberikan kepada keluarga penolak alih fungsi lahan, yaitu simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Menurut Fatimah, Orde Baru adalah gerbang awal dari masuknya pola-pola perampasan lahan (land grabbing) di Indonesia.

Jadi, boro-boro bermimpi jadi miliarder dadakan, bisa jadi lahan milik Anda akan begitu saja menjadi milik pemerintah tanpa ganti rugi sepeser pun di era Orde Baru.

Mengerikan!

Baca Juga: Hanya Berjarak 3 Jam dari Desa 'Pemborong' Mobil, Warga di Desa Ini Justru Harus Menderita Selama Lebih dari 1 Dekade karena 'Ulah' Lumpur Lapindo