Intisari-online.com -Pembebasan lahan di Tuban untuk proyek kilang minyak dan petrokimia Grass Root Refinery (GRR) Pertamina telah membuat jagat maya Indonesia ramai.
Pasalnya, lahan 821 hektar yang dibebaskan dari lahan warga itu langsung membuat warga Tuban kaya raya.
Terdapat 225 kepala keluarga Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban yang mendapatkan ganti rugi miliaran rupiah untuk lahan yang mereka 'bebaskan'.
Menjadi kaya mendadak, para warga desa Tuban segera memborong 176 mobil sebagai nikmat atas kekayaan yang mereka miliki.
Pembebasan lahan ini termasuk dari upaya PT Pertamina (Persero) untuk melipatgandakan produksi BBM.
Rencananya, Pertamina ingin meningkatkan produksi BBM dari 853 barel per hari (bph) menjadi 1,57 juta bph, agar tidak bergantung pada impor BBM.
Tahun 2017 lalu, Pertamina menargetkan membangun 6 kilang, meliputi 4 Refinery Development Master Plan (RDMP) atau pengembangan kilang yang sudah ada, dan 2 kilang baru atau New Grass Root Refinery (NGRR).
Tuban akan menjadi salah satu kilang baru, sedangkan pengembangan kilang lawas dilaksanakan di RDMP Cilacap, Balongan, Dumai dan Balikpapan.
Lantas, di manakah kilang minyak baru selain di Tuban?
Dikutip dari Kontan.co.id, lokasi selanjutnya adalah di Bontang, Kalimantan Timur.
Jika dihitung, kapasitas 4 tilang RDMP akan naik dari 820 ribu bph menjadi 1.61 juta bph.
Kemudian dengan 2 kilang baru Tuban dan Bontang yang masing-masing berkapasitas 300 ribu bph, maka saat semua proyek selesai Indonesia tidak lagi mengimpor BBM.
Pertamina sendiri menargetkan semua proyek kilang ini selesai tahun 2023.
Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina, Rachmad Hardadi, menjelaskan kilang yang pembangunannya dikerjasamakan dengan investor luar yakni kilang Cilacap dengan Saudi Aramco, dan kilang Tubang dengan Rosneft.
Untuk megaproyek lainnya dikerjakan Pertamina sendiri.
Meski begitu, rupanya proyek di Bontang ini kabarnya ditunda.
VP Strategic Planning Refining & Petrochemical PT Kilang Pertamina Internasional Prayitno mengungkapkan, pasca kerjasama dengan perusahaan migas asal Oman berakhir, maka proyek diputuskan tidak dilanjutkan.
"Yang saya pahami rencana kerjasama yang dulu sudah diputuskan untuk tidak berlanjut, Kilang baru di Tuban," kata Prayitno dalam diskusi virtual, Kamis (21/1).
Sekedar informasi, pemerintah telah memasukan proyek Kilang Bontang dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Kendati demikian, proyek ini berpotensi tidak berlanjut pasca Pertamina berfokus pada 6 proyek kilang lainnya.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Soerjaningsih menuturkan sejak berakhirnya kerjasama Pertamina dengan mitra, saat ini status Kilang Bontang masih dalam kajian.
"Memang ada kerjasama yang berakhir, dan ada masalah lokasi lahan yang dimiliki Pertamina tidak mencukupi.
"Masih dalam kajian khusus," ujar Soerjaningsih dalam konferensi pers virtual, Senin (18/1).
Kendati belum ada kejelasan terkait status Kilang Bontang, Soerjaningsih memastikan, upaya pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri akan terus diupayakan.
Soerjaningsih mengungkapkan, seiring proyek kilang yang masih berjalan diharapkan angka impor dapat ditekan.
"Kalau lihat solar sudah hampir mencukupi seluruh kebutuhan nasional, bahkan avtur 2020 melebihi kebutuhan dan bisa ekspor," kata Soerjaningsih.
Pertamina berencana bekerjasama dengan perusahaan migas asal Oman, Overseas Oil and Gas (OOG) untuk pembangunan kilang berkapasitas 300.000 barel per hari (bph).
Sayangnya, hingga penghujung tahun 2019 kedua belah pihak tak mencapai kata sepakat. Kerjasama pun urung terjadi.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini