Tak Seperti Warga Sumurgeneng yang Kalap Belanja Mobil dari Kompensasi Tambang, Rakyat Timor Leste Justru Tak Kunjung Kaya Meski Negaranya Bergelimang Minyak Bumi

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Warga Sumurgeneng membeli mobil, berbanding terbalik dengan kondisi Timor Leste yang kaya minyak.
Warga Sumurgeneng membeli mobil, berbanding terbalik dengan kondisi Timor Leste yang kaya minyak.

Intisari-online.com - Ganti rugi pembebasan lahan proyek kilang minyak New Grass Root Refienery (NGRR), memberikan rejeki nomplok bagi warga desa Sumurgeneng, Jenu, Tuban, Jatim Ini.

Bagaimana tidak, tanah warga yang dibeli oleh pertamina mendapat uang paling sedikit Rp28 juta, dan paling banyak hingga Rp10 miliar.

Hal ini membuat warga desa Sumurgeneng kaya mendadak, berkat adanya pembebahan lahan proyek tambang minyak.

Warga desa Sumurgeneng berbondong-bondong membeli mobil, dan videonya baru-baru ini viral di media sosial.

Baca Juga: Sejarah Timor Leste Jadi Medan Pertempuran Perang Dunia II, Kisah Anak Laki laki Timor yang Pertaruhkan Nyawa Bantu Pasukan Australia Dikenang Sepanjang Masa

Menurut Kompas.com, sampai saat ini sudah ada 176 mobil baru yang dibeli oleh warga desa Sumurgeneng.

Terlepas dari fakta bahwa proyek minyak justru menjadi berkah bagi rakyat Sumurgeneng, kondisi sebaliknya justru terjadi di Timor Leste.

Di Timor Leste yang dikenal memiliki kekayaan alam berupa minyak bumi melimpah justru tak membuat waganya hidup makmur.

Alih-alih membawa rakyatnya kaya dengan proyek minyaknya, Timor Leste justru diprediksi akan meninggalkan kesengsaraan besar, jika meneruskan proyek minyak impiannya.

Baca Juga: Tak Ada Angin Tak Ada Hujan, Latihan Militer Gabungan Digelar AS dan Arab Saudi, Ada Ancaman Drone Musuh yang Hantui Negara Raja Minyak Tersebut, Siapa Pelakunya?

Menurut The Diplomat, Timor Leste memang berencana untuk mengembangkan tambang minyak impiannya melalui mega proyek Tasi Mane.

Proyek senilai 18 miliar dollar AS ini, akan menjadi pendorong ekonomi lokal, dan menciptakan lapangan kerja yang tak terhitung jumlahnya.

Namun, proyek ini justru dianggap oleh sekelompok politisi bahwa nilainya tidak masuk akal, secara finansial dan logistik.

Ini sangat mahal untuk negara yang kekuarangan uang dengan PDB-nya hanya 1,6 miliar per tahun.

Proyek ini bisa membawa risiko besar, pasalnya Timor Leste juga tidak memiliki keterampilan dan pengalaman yang diperlukan untuk membangun pipa gas dan pabrik utama.

Selain itu penolakan ini bertujuan untuk menghemat dana Timor Leste, yang sangat terbatas ketimbang meninggalkan utang dalam jumlah besar untuk generasi mendatang.

Sekitar 90 persen pendapatan pemerintah berasal dari pendapatan minyak dan gas, sebagian besar dari tabungan yang di masa lalu dipompa ke dalam dana kekayaan negara yang kini semakin menipis.

Penurunan harga minyak dan gas sejak awal pandemi juga tidak membantu.

Selain itu, ini berarti Dili tidak harus bekerja sama dengan pemberi pinjaman internasional untuk mengumpulkan dana untuk proyek tersebut, atau dibebani oleh kondisi negara lain.

Baca Juga: Malaysia Kena Getahnya, Jadi Dua Produsen Sawit Terbesar di Dunia, Pembeli Malah Blokir Produk Minyak Sawit dari Perusahaan Ini Setelah Tuduhan Kerja Paksa Mencuat

Saat ini, ladang minyak yang dibanggakan Timor Leste itu memiliki sumber daya yang makin menipis.

Pemerintah Timor Leste juga dinilai jor-joran dalam membelanjakan uang tersebut, daripada dana yang dihasilkan dari royalti penjualan minyak saat ini.

"Lebih dari 75 persen sumber daya di ladang Bayu-Undan dan Kitan telah habis," kata dokumen kementerian.

"Sejak 2012, pendapatan minyak dan gas menurun, tahun 2014 pendapatan minyak dan gas memberikan 40 persen lebih rendah kepada Timor Leste dibandingkan 2013," katanya.

Pada tahun 2014, dana minyak bumi itu menyumbang 93 persen dari total pendapatan negara, tetapi pemerintah membelanjakan dua kali pendapatan sebenarnya dari dana tersebut setiap tahun sejak 2008," jelasnya.

Hal itu membuat Timor Leste menuai banyak kritikan termasuk dari LSM Timor Leste, La'o Hamutuk.

Dia mengatakan, "total cadangan minyak dan gas hanya cukup untuk mendukung setengah dari tingkat belanja negara saat ini."

"Ini bisa mengosongkan Dana Perminyakan pada awal 2022," imbuhnya.

Duta Besar Timor Leste untuk Selandia Baru, Cristiano da Costa setuju dan mengatakan ini adalah masalah serius.

Baca Juga: Ring of Fire: Gunung Semeru Luncurkan Awan Panas 4,5 Kilometer Jauhnya, Beginilah Letak Indonesia yang Berada di Lingkar Cincin Api

Terlepas dari masalah itu, anggaran negara Timor Leste hanya memiliki potongan kecil 1,5 persen.

Menurut Al Jazeera, cadangan minyak yang jadi pabrik uang Timor Leste diperkirakan akan kering tahun 2022 dan jika tidak ada penggantinya tahun 2027 negara itu bisa bangkrut.

"Ini adalah situasi yang menantang," kata da Costa.

"Kami harus mendorong elit penguasa Timor Leste untuk berpikir menangani situasi ini dengan cepat, jika tidak ini akan berkelanjutan," imbuhnya.

"Kami harus melakukannya sekarang, jika tidak kami mungkin akan kehabisan uang dalam beberapa tahun mendatang," paparnya.

Tak pelak jika meski memiliki kekayaan minyak berlimpah, negara ini masih berada di jurang kemiskinan.

Pembangunan besar-besaran proyek minyak bak pedang bermata dua yang bisa saja membuat rakyat Timor Leste kaya disisi lain juga bisa membuat celaka.

Artikel Terkait