Penulis
Intisari-online.com -Warga Indonesia dikagetkan dengan viralnya warga Desa Tuban yang menjadi miliarder mendadak.
Dilansir dari Kompas.com, sebanyak 225 kepala keluarga di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban, mendadak menjadi miliarder.
Mereka langsung memborong mobil setelah menjadi miliarder di desanya.
Setelah diusut, rupanya 225 KK tersebut sudah menjual tanah mereka kepada PT Pertamina.
Pertamina melakukan upaya pembebasan lahan dengan membeli 821 hektar tanah warga di Tuban.
Rencananya di atas lahan itu akan dibangun kilang minyak grass root refinery (GRR) dengan target mulai beroperasi tahun 2026 mendatang.
Pertamina tidak sendirian dalam pembangunan kilang minyak ini.
Perusahaan minyak terbesar Rusia, Rosneft, juga ikut andil dalam megaproyek ini.
Dilansir dari kemlu.go.id, PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP) menandatangani perjanjian kontrak dengan Spanish Tecnicas Reunidas SA (TRSA) di Moskwa, Rusia (28/10/2019).
Penandatanganan dilakukan oleh Kadek Ambara Jaya, Project Coordinator NGRR Tuban dari Pertamina, Pavel Vagero, Finance Director PT PRPP dari Rosneft, dan Miguel Paradinas, Direktur Jenderal TRSA.
Penandatanganan disaksikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Menko Perekonomian RI, Montty Giriana dan Kuasa Usaha Ad Interim/Wakil Duta Besar RI untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus, Azis Nurwahyudi.
Penandatanganan ini sebagai kelanjutan kerja sama antara Pertamina dan Rosneft dalam proyek pembangunan dan pengoperasian kilang minyak baru yang terintegrasi dengan kompleks petrokimia (New Grass Root Refinery and Petrochemical/NGRR) di Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
PRPP merupakan usaha patungan (joint venture) antara Pertamina dan Rosneft dengan kepemilikan saham Pertamina 55 persen dan Rosneft 45 persen.
Perjanjian kontrak yang ditandatangani antara PRPP dan TRSA ini dititikberatkan pada pelaksanaan Basic Engineering Design (BED) dan Front-End Engineering Design (FEED) terkait proyek tersebut.
Kerjasama antara Pertamina dengan Rosneft yang berasal dari Rusia memang sudah lama terjalin.
Namun keberuntungan Rosneft mendapatkan lahan besar untuk kilang minyak di negara lain tidak sama seperti di Indonesia.
Melansir The Diplomat yaitu tulisan Nick Trickett, pakar risiko politik dan politik luar negeri Rusia dan Eurasia yang tayang 28 Agustus 2020 lalu, Rosneft sebelumnya telah menunda pengeboran sumber minyak baru yang ditemukan di lepas pantai Vietnam.
Namun keadaan memburuk setelah Rosneft memutus kontrak dengan Noble Corporation untuk kerjasama beroperasi di Vietnam.
Hal ini terjadi karena adanya tekanan politik dari China memaksa Noble Corporation hentikan proyek tersebut.
Tekanan yang sama juga mendorong pemerintah Vietnam untuk memberi kompensasi firma lain terkecuali Rosneft sendiri untuk segera membatalkan operasi serupa.
Kasus ini menjadi titik kemunduran perusahaan asal Rusia itu untuk memperluas jejak mereka di Asia.
Permasalahan bagi Rosneft sendiri di sini adalah mereka tidak bisa menekan balik China karena ukuran kekuatan China untuk membentuk hubungan ekonomi dengan Rusia.
Posisi Rusia juga dipersulit dengan hubungan mereka dengan AS dan Uni Eropa tidak baik saat itu.
Rosneft menjadi sedikit perusahaan Rusia yang beroperasi dengan aset tetap seperti minyak atau ladang gas di wilayah yang diperebutkan oleh klaim teritori China.
Rosneft mulai merambah pengaruh di Asia sejak sanksi dari negara Barat diterapkan kepada Rusia dan guncangan minyak tahun 2014-2015 lalu.
Namun meskipun ketegangan dengan China menjadi masalah besar yang menyebabkan pengaruh mereka di Vietnam gugur, Rosneft menjadi satu-satunya perusahaan minyak Rusia yang juga mitra perdagangan China.
Langkah Rosneft di Asia juga sangat berhati-hati dengan perhatian penuh terarah ke China, sama halnya dengan China yang terus memperhatikan AS saat polah di Indo-Pasifik.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini