Penulis
Intisari-online.com - Belakangan viral kisah desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur, memperoleh rejeki nomplok dari proyek kilang minyak.
Mereka mendapatkan kompensasi dari pembebasan lahan proyek kilang minyak New Grass Root Refienery (NGGR).
Menurut Kompas.com, tanah yang dibeli oleh Pertamina berkisar antara Rp28 juta, hingga Rp10 miliar.
Setelah mendapat rejeki nomplok itu, warga desa Sumurgeneng berbondong-bondong membeli mobil, dan viral di media sosial.
Hingga saat ini sudah ada sekitar 176 mobil baru yang didatangkan, terakhir ada 17 mobil baru.
Sementara itu, memang tambang minyak memberikan berkah tersendiri bagi warga Sumurgeneng yang memperoleh kompensasi dari proyek kilang minyak tersebut.
Namun, di belahan bumi yang lain penemuan tambang justu membuat petaka bagi warga desa di mana tanah mereka yang mengandung tambang justru "dirampas" oleh negara.
Melansir The Irrawaddy, peristiwa ini dilaporkan terjadi di proyek tambang tembaga di Monywa, Myanmar sekitar 10 tahun lalu.
Lebih dari 7.800 hektar lahan pertanian di Kotapraja Salingyi, Divisi Sagaing, telah disita untuk proyek tambang tembaga.
Sementara dengan pemilik tanah asalinya dipaksa keluar dari desa mereka, menurut sumber lokal.
Sejumlah penduduk yang prihatin mengatakan kepada The Irrawaddy bahwa tanah yang diambil adalah milik orang-orang di desa Salingyi's Hse Te, Zee Daw, Wet Hmay dan Kan Taw.
Pihak berwenang memerintahkan penduduk untuk meninggalkan daerah itu awal tahun 2011.
Sebagian besar penduduk desa tidak ingin pindah tetapi beberapa sudah pergi, kata mereka.
Petani juga mengatakan bahwa mereka hanya diberi sedikit kompensasi atas harta benda mereka.
Karena menurut pejabat perusahaan dan pemerintah daerah, tanah mereka sebenarnya milik negara dan penyitaan dilakukan atas perintah presiden.
"Tembaga yang dihasilkan dari proyek ini bisa diperbaiki dengan harga, tapi lahan pertanian kita tak ternilai harganya," kata Khin Maung Win, salah satu korban.
"Tanah itu bisa ada selamanya jadi saya tidak mau ada ganti rugi berapa pun harganya," tambahnya.
Penduduk setempat juga mengatakan kepada The Irrawaddy bahwa petani telah mengajukan banding kepada Presiden Thein Sein, kepala menteri Divisi Sagaing dan otoritas terkait lainnya.
Untuk mendapatkan tanah mereka dikembalikan, tetapi sejauh initidak ada tindakan yang diambil.
Dipimpin oleh Union of Myanmar Economic Holdings Ltd dan dua perusahaan China, penambangan tembaga di daerah Kyaysintaung dan Letpantaung di Salingyi dilaporkan dimulai pada akhir 2011.
Proyek serupa juga beroperasi di Monywa, ibu kota Divisi Sagaing, di mana sebuah perusahaan Cina dilaporkan terlibat.
Proyek tembaga di Monywa adalah salah satu yang terbesar di Burma.
Ini diprakarsai oleh Myanmar Ivanhoe Copper Company Ltd (MICCL) sebuah usaha patungan antara bekas Kementerian Pertambangan Burma-1 dan Ivanhoe Mines yang berbasis di Kanada.
Departemen Keuangan AS memasukkan MICCL ke dalam daftar sanksinya pada tahun 2009.