Find Us On Social Media :

Lebih Dari Perebutan Status dan Hegemoni Negara Adidaya, Inilah yang Sebenarnya Dicari AS Sampai Mati-matian Kalahkan China, Bahkan Berani Perang Dingin Lagi Bila Perlu

By Maymunah Nasution, Kamis, 7 Januari 2021 | 20:10 WIB

Keduanya Merupakan Mitra Dagang Indonesia, Begini Dampak Perang Dagang Cina-AS bagi Indonesia

Namun ada sedikit perbedaan perang dingin baru dengan yang lama.

Permusuhan AS dengan Uni Soviet fokus kepada ideologi dan senjata nuklir, dan menciptakan dua pandangan yang berbeda.

Sementara saat ini, medan perang terpusat di urusan teknologi, dengan China sebagian besar berintegrasi ke dalam tatanan global yang dipimpin AS.

Konfrontasi total bisa menghasilkan pengaturan ulang dari tatanan ini.

Baca Juga: Sampai Libatkan Propaganda Media, Konflik India-Pakistan Sudah Lampaui Urusan Kashmir Saja, Pakar Sebut 'Perang Generasi Kelima', Apa Maksudnya?

Dengan ketegangan geopolitik meningkat dan tantangan pemulihan ekonomi pasca pandemi, perlu dikaji ulang ponasi stabilitas global yang rapuh ini.

Di puncak kejayaannya setelah memenangkan perang dunia, AS memastikan dunia akan bangkit dari abu.

Perjanjian Bretton Woods tahun 1944 mengejar posisi Dolar AS dengan mata uang lain agar setara dengan nilainya, dan Institusi Bretton Woods, IMF dan Bank Dunia, dikenalkan pada 1945.

PBB sementara itu juga dibentuk di tahun 1945, berupaya mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional, sementara Marshall Plan 1948 membantu program pemulihan ekonomi dari ekonomi Negara Eropa Barat.

Baca Juga: Marshall Plan, Saat Amerika 'Seorang Diri' Bangun Benua Biru yang Hancur Lebur karena Perang Dunia II, Demi Bentengi Eropa dari Komunisme?