Penulis
Intisari-online.com -Baru akhir pekan yang lalu Indonesia dikunjungi oleh Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo.
Kunjungannya adalah untuk membangun kerjasama yang apik antar dua negara.
Ia bertemu dengan Presiden Jokowi, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan berpidato di depan ormas NU.
Sebelumnya, Indonesia dikunjungi oleh Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, dan ditemui oleh Menteri Luhut.
Namun kunjungan tingkat tinggi yang kunjungi Indonesia tidak berhenti di situ.
Mengutip The Strategist, Indonesia rupanya juga dikunjungi oleh pejabat negara lain, yaitu Jepang.
Perdana Menteri Baru, Yoshihide Suga telah kunjungi Indonesia, setelah sebelumnya kunjungi Vietnam.
Kunjungan tersebut merupakan kunjungan luar negeri pertamanya, dan merupakan sinyal jelas jika ia berniat untuk melakukan pendekatan seperti Perdana Menteri sebelumnya, Shinzo Abe.
Abe memimpikan strategi Indo-Pasifik terbuka dan bebas, dan Suga juga berniat untuk terapkan hal tersebut.
Suga mengirimkan pesan yang isinya hampir sama, hanya dengan cara berbeda, yaitu ketika ia membuat pertemuan tingkat tinggi virtual pertamanya dengan rekan kelompok Quad.
Quad terdiri dari Australia, Amerika Serikat dan India, dan Suga segera menghubungi pemimpin tertinggi ketiga negara tersebut: Perdana Menteri Australia Scott Morrison, Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Narendra Modi.
Pertemuan virtual tersebut dia lakukan sebelum ia berangkat ke Asia Tenggara.
Menariknya, pertemuan Suga menuju Asia Tenggara telah membuat Suga menunda pertemuannya dengan menlu China Wang Yi.
Indonesia dan Vietnam memang merupakan dua negara kunci untuk ciptakan kondisi Indo-Pasifik sesuai keinginan pihak yang berkepentingan.
Vietnam merupakan partner keamanan yang paling bisa diandalkan oleh Jepang di Asia Tenggara, terutama dalam bidang geopolitik.
Shinzo Abe juga menjadikan Vietnam sebagai tujuan pertamanya setelah ia menjabat kembali menjadi perdana menteri tahun 2012.
Sedangkan pilihan Suga untuk kunjungi Indonesia tanpa ragu lagi didasarkan atas sentralitas posisi geografi Indonesia di Indo-Pasifik dan ukuran kekuatan Indonesia, secara ekonomi dan strategi di Asia Tenggara.
Tidak diragukan lagi, upaya Suga untuk mencapai negara-negara Asia Tenggara merupakan komitmennya untuk memainkan peran penting di wilayah tersebut.
Di kedua negara, ia memfokuskan dalam hubungan keamanan regional dan perkembangan ekonomi melalui peningkatan investasi dalam manufaktur dan perkembangan kerjasama di bidang seperti infrastruktur.
Pesannya cocok dengan keuntungan yang sudah didapat Vietnam dan Indonesia dari investasi Jepang dan pinjaman dari negara tersebut.
Baru-baru ini juga tercatat jika perusahaan Jepang meningkatkan pergantian prioritas investasi mereka dari China ke Vietnam dan Indonesia.
Vietnam adalah destinasi populer, separuh dari 30 perusahaan Jepang telah menerima dana dari pemerintah untuk memindahkan pabrik mereka ke Asia Tenggara, dan mereka memilih Vietnam.
Sedangkan di Jakarta, pengumuman penting Suga tekait kesempatan perdagangan untuk produk Indonesia serta kesiapan Jepang tetap bekerja dengan Indonesia terutama dalam bidang infrastruktur, terutama di sektor transportasi.
Suga juga menjanjikan pinjaman senilai 50 miliar Yen untuk meningkatkan pemulihan Indonesia dari pandemi, serta berjanji untuk mengeksplorasi pembukaan koridor wisata agar segera bisa membantu ekonomi Indonesia pulih.
Indonesia sebagai kunci penting
Dalam cakupan keamanan regional, pernyataan Suga mendukung untuk visi Indo-Pasifik yang menjanjikan bagi ASEAN (sebuah dokumen dikhususkan untuk Indonesia) akan menguntungkan bagi dua ibukota, tapi Jakarta menjadi prioritas utama.
Lingkar kebijakan luar negeri Indonesia akan menerjemahkannya sebagai kepastian dari sentralitas ASEAN dalam penanganan hubungan strategi regional.
Indonesia juga diharapkan memilih menerjemahkan pengumuman Suga sebagai upaya mengiklankan harapan dan aspirasi Indonesia untuk strategi penanganan ambisi China melalui jaringan kerjasama dan diplomasi normatif.
Saat ditanya apakah Suga membantu mencapai NATO di Asia, Suga akan menampik, sebuah cara mencuri hati warga Indonesia dan juga sebagian warga Asia lainnya.
Hanoi dan Jakarta tentu akan menghargai prinsip kesepakatan Suga untuk menyediakan bantuan bagi kedua negara.
Jika Vietnam dapat keuntungan dari latihan bersama dengan tentara angkatan laut Jepang, Indonesia juga akan dapat keuntungan serupa dalam menghadapi serangan China yang sering masuki Laut Natuna Utara.
Ini menjadi sinyal bagi Beijing bahwa baik Tokyo dan Jakarta memiliki lebih banyak kesamaan daripada hanya perkembangan kerjasama dan penguatan institusi Asean.
Meski begitu, prospek Indonesia yang menginginkan pesan itu menjadi sama tajamnya dengan pesan yang berasal dari pengaturan setara Jepang dengan mitra Quad-nya, dan sejelas mungkin nyaman bagi Vietnam, tetap tipis.
Politisi dan analis Indonesia secara umum dengan cepat menanggapi komentar China yang menuduh bahwa kunjungan itu dibuat-buat untuk menahan pengaruh Beijing dengan menegaskan kembali kebijakan luar negeri 'bebas dan aktif' tradisional Indonesia, yang pada dasarnya mencegahnya untuk bersekutu dengan siapa pun.
Ada pengecualian adalah anggota terkemuka dari partai politik Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Gerindra, yang dikabarkan berkomentar bahwa perilaku Cina di Laut Cina Selatan berarti sudah saatnya Indonesia 'bersekutu dengan Amerika dan Jepang agar ada keseimbangan di kawasan'.
Betapapun sentimen itu mencerminkan kemarahan Jakarta yang dapat dibenarkan atas tindakan Beijing di perairan utara Indonesia, dan betapapun menariknya gagasan itu bagi Washington, Tokyo, dan Canberra, rumusan yang kuat seperti itu kemungkinan tidak akan mendapatkan daya tarik kebijakan dengan Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Retno. Marsudi dalam waktu dekat.
Dalam analisis terakhir, perjalanan Suga mungkin telah memberikan lebih banyak sinyal diplomatik daripada pernyataan konkret, terutama dalam domain keamanan.
Tapi itu menunjukkan, saat dia menggarisbawahi dirinya sendiri, bahwa dia memahami pentingnya pertukaran pribadi dan gerakan dalam urusan luar negeri.
Di wilayah di mana benda-benda tak berwujud sangat kuat, dia memberikan gelar master dalam diplomasi dan kekuatan lunak yang darinya beberapa pemimpin lain akan belajar dengan baik.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini