Penulis
Intisari-online.com -Militer Amerika Serikat (AS) adalah militer yang sangat gemar kembangkan pasukan khusus.
Kegemaran itu sudah bertahan sejak Perang Dunia II, dengan membentuk kelompok pasukan kecil dipersenjatai lengkap dan juga dengan misi yang sulit dilaksanakan.
Dengan latihan ekstrim dan kemampuan mental dan fisik yang unggul, secara teori pasukan khusus akan mencapai kemampuan yang tidak bisa dicapai oleh tentara biasa.
Beberapa contoh operasi khusus adalah operasi pembunuhan Osama bin Laden di Pakistan.
Meski begitu, operasi khusus justru lebih sering hadapi kritik dari para tentara konvensional.
Sering jadi masalah adalah saat salah seorang tentara ditarik dari unitnya karena kemampuannya untuk bergabung dengan formasi pasukan khusus, membuat unitnya kekurangan orang.
Secara organisasi, beberapa komandan terlalu konservatif terkait penggunaan operasi khusus, sedangkan yang lain justru menggunakan pasukan khusus di operasi 'biasa', padahal SDM di unit tersebut memiliki efek yang terbatas.
Lebih lagi, para politikus, tanpa kemampuan militer yang mumpuni, sering menganggap operasi khusus menarik, tanpa mengevaluasi biaya operasionalnya.
Padahal, terlepas dari glamor dan hegemoni pasukan khusus, ada beberapa kasus kegagalan pasukan khusus, yang sering kali diabaikan karena keglamoran dan kecanggihan mereka.
Beberapa kegagalan tersebut ditulis oleh Mark Moyar dalam bukunya Oppose Any Foe, mengkritik sejarah pasukan khusus AS.
Berikut adalah 5 kegagalan terburuk pasukan khusus AS.
Serangan Atol Makin
Agustus 1942, Batalyon Raider Kedua Marinir yang baru dibentuk melancarkan serangan pertama, menargetkan Atol Makin yang kala itu dikuasai Jepang di Pasifik Selatan.
Kapal selam mengirimkan 222 Marinir yang dipilih dan dilatih secara khusus dalam jarak dari pulau.
Misi mereka sederhana: menyerang dan menghancurkan instalasi Jepang, sehingga menaburkan rasa kerentanan strategis dalam komando tinggi Jepang.
Namun operasi itu gagal, Raider kehilangan elemen kejutan, meskipun berhasil sebabkan beberapa korban prajurit Jepang.
Komandannya, Evans Carlson, akhirnya memutuskan sisa prajurit Jepang yang ada mustahil untuk dikalahkan, sehingga tujuannya rentan untuk terlaksana.
Namun, upaya unit tersebut untuk tinggalkan pulau itu terhalang oleh Laut Pasifik, dan hanya kelompok kecil yang mampu berenang kembali ke kapal selam yang menunggu mereka.
Operasi yang awalnya dilaksanakan pada malam hari tersebut akhirnya mencapai siang hari, dan pasukan AS temukan banyak tentara Jepang yang meninggal. Marinir kemudian menghancurkan sisa fasilitas Jepang lainnya, dan kapal selam kembali untuk menjemput pasukan yang selamat.
Sayangnya, satu dari kapal itu tidak bisa selamat dari ombak laut Pasifik, dan secara bersamaan 30 Marinir meninggal setelah itu, dan banyak dari mereka cedera.
Korea Utara: Bukit 205
Tahun 1950, 25 November, sebuah operasi khusus bagian dari serangan AS ke Korea Utara diluncurkan.
Batalion Ranger Kedelapan, sebuah unit yang dibentuk pada Agustus di tahun yang sama, ditugaskan menangkap dan mempertahankan Bukit 205 serta Sungai Chongchon.
Pasukan AS tidak tahu, pasukan China telah mengisi Korea Utara dengan jumlah yang besar, dan bersiap untuk kirimkan serangan besar.
Tentu saja, situasi dengan cepat memuruk, infantri dan senjata China menghancurkan pertahanan Ranger pada malam itu dalam 6 serangan terpisah.
Dari total 88 pasukan Rangers menyerang Hill 2015, 47 berhasil mempertahankannya, dan hanya 21 tentara yang berhasil tinggalkan bukit itu hidup-hidup.
Memang performa mereka heroik, tapi tidak lebih baik daripada batalion umum sampai pengorbanan sedemikian rupa senilai dengan hasilnya.
Lebih-lebih, pembunuhan massal pasukan terbaik AS hanya sebabkan kerusakan kecil bagi China.
Operasi Cakar Elang: Melarikan diri Dari Teheran
Krisis penyekapan meningkat di Teheran, sehingga administrasi presiden Carter mulai pertimbangkan opsi militer untuk selesaikan masalah tersebut.
Serangan konvensional kepada Iran cukup masuk akal, dan akhirnya militer merespon dengan rencana menyelamatkan para korban penyekapan lewat udara, yaitu dengan operasi Rangers dan Pasukan Delta.
Operasi dijalankan mulai dari mendaratkan helikopter dekat dengan kedutaan, membunuh penjaga Iran, lalu membawa para korban ke helikopter sebelum pasukan Iran dapat beraksi melawan mereka.
Namun yang terjadi justru sebaliknya, masalah mekanis mempengaruhi beberapa helikopter, membuat hanya sedikit helikopter yang berhasil laksanakan operasi tersebut.
Salah satu helikopter justru menabrak jet tempur C-130s, membunuh 8 tentara yang bertugas.
Kegagalan operasi tersebut membuat Presiden Carter tidak dipilih kembali saat pemilihan presiden 1980.
Operasi Grenada: bingung 3 hari berturut-turut
Sudah bukan rahasia jika AS terlibat dalam penggantian rezim atau kepemimpinan negara lain, salah satunya adalah Grenada.
Operasi pergantian pemerintah Grenada tampaknya seperti operasi yang baik dalam militer AS, walaupun dipertahankan oleh prajurit Grenada dan Kuba, tapi pemerintah memiliki kemampuan kecil untuk menahan serangan AS.
Periode utama konflik hanya bertahan selama 3 hari pada 1983.
Namun 3 hari tersebut justru menjadi kekacauan bagi pasukan khusus AS.
Pertama, mereka tidak memahami cuaca setempat dengan baik, sebabkan 4 kapal Navy Seal tenggelam pada 23 Oktober.
Kedua, serangan udara di penjara Richmond Hill menghadapi tembakan tak terdurga dari baterai anti pesawat, setelah penundaan membuat helikopter Black Hawk Down terbang di siang hari.
Kemudian, upaya untuk merebut barak kosong pada 27 Oktober menyebabkan jatuhnya tiga helikopter dan kematian tiga Rangers.
Secara keseluruhan, 13 prajurit dari total 19 prajurit meninggal di invasi Grenada.
Komandan menyalahkan kegagalan karena komunikasi yang buruk, dan pemahaman yang buruk oleh petugas konvensional tentang kemampuan SOF.
Masalah di Grenada membantu mendorong reformasi tidak hanya pada pasukan operasi khusus, tapi militer secara keseluruhan.
Mogadishu: arahan tidak jelas dari Presiden Bill Clinton
Perang saudara Somalia juga dimasuki oleh AS di bawah misi kemanusiaan, yaitu mengamankan suplai makanan ke populasi masyarakat.
Namun, tidak lama, tujuan AS melebar, dan pergantian presiden dari George H. W. Bush menjadi Bill Clinton tidak membantu.
Clinton hanya memiliki sedikit pengalaman kebijakan luar negeri, dan ia tidak tahu apa yang ia inginkan dari Somalia.
Pada 3 Oktober 1993, dalam upaya menangkap panglima perang Mohammad Farah Aidid, sekelompok pasukan Penjaga AS dan Pasukan Deltan mencoba lakukan serangan gabungan udara dan darat terhadap sasaran di pusat Mogadishu.
Kedua cabang operasi dengan cepat menjadi tidak beres, kendaraan darat berjuang untuk menemukan jalan mereka ke daerah sasaran, sementara salah satu helikopter jatuh setelah terkena granat berpeluncur roket.
Perkelahian berikutnya berlangsung hampir sepanjang malam, dan sebabkan jatuhnya helikopter lain, hilangnya 19 operator AS dan kematian lebih dari 1000 orang Somalia.
Saat unit-unit ini akhirnya memakan korban, kerugian yang dicapai akan sulit diganti, setiap operator telah hadiri pelatihan intensif bertahun-tahun, sehingga saat pasukan khusus didorong ke dalam situasi taktis konvensional di mana mereka tidak dapat memanfaatkan kemampuannya, pada akhirnya mereka akan menderita dan meninggal seperti prajurit lainnya.
Lebih ironis lagi, dalam kasus ini, banyak hilang beberapa pejuang terbaik AS.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini