Find Us On Social Media :

Australia Dibuat Geram oleh China, Proyek Hibah ke Papua Nugini Malah Direbut Secara Serakah Lewat Badan Keuangan Ternama Ini, 'Tak Ada Transparansi Sama Sekali!'

By Maymunah Nasution, Rabu, 14 Oktober 2020 | 15:27 WIB

Jalan di Papua Nugini

Intisari-online.com - Pernahkah Anda mendengar Asian Development Bank?

Mengutip Wikipedia, ADB adalah bank perkembangan regional yang dibentuk pada 19 Desember 1966.

Berpusat di Filipina, komitmen ADB adalah untuk meraih Asia Pasifik yang kaya dan makmur.

Salah satu negara pendiri ADB adalah Australia.

Baca Juga: Seakan Tak Sudi Terima Produk Australia dan Indonesia, Pabrik Baja China Justru 'Buang' Impor Batu Bara dari Dua Negara, Canberra Geram Bukan Main

Mengutip The Strategist, Australia telah berkontribusi secara langsung dengan gelontorkan dana 8,5 miliar Dolar AS untuk sumbangan wajib, serta 2,86 miliar Dolar AS untuk dana spesial.

Pendanaan tahunan tahun ini disebutkan mecapai 430 miliar Dolar AS, ungguli pendanaan dari China.

ADB memberikan dana tersebut kepada negara-negara yang memerlukan, salah satunya adalah Papua Nugini.

Tahun 2018-2019 perusahaan konstruksi milik China memenangkan lebih dari separuh proyek konstruksi di Papua Nugini yang dibiayai oleh ADB.

Baca Juga: Tak Lagi Tergiur dengan Potensi Minyak Timor Leste, Ini Alasan Australia Mulai Ogah Berhubungan dengan Timor Leste, Bahkan Memberi Pinjaman Pun Masih Mikir-Mikir

Dengan itu, perusahaan tersebut mendapat tidak kurang 78% dalam nilai moneter.

Kemudian, kontrak ADB terbesar sejak itu mengalir ke pembangunan jalur kereta China, senilai 54 miliar Dolar AS.

Setidaknya 9 kontrak mengalir ke perusahaan dari negara lain, termasuk Papua Nugini dan Australia.

Saat itu, setidaknya ada 4 perusahaan yang dimiliki atau terkait dengan China melobi kontrak pembangunan sampai 3 miliar Dolar AS, secara prinsip didanai ADB tapi tidak keseluruhan.

Baca Juga: Erick Thohir Tugaskan Antam Kelola Tambang Emas Eks Freeport, Ini Pendapat Ahli Pertambangan: 'Sungguh Sebuah Tantangan'

Hal ini membuat transparansi ADB dipertanyakan, serta bagaimana kontrak dengan negara dan agensi lain.

Serta berapa kualitas dan nilai uang, yang diperoleh Papua Nugini untuk proyek infrastruktur ke perusahaan China?

Hal ini menjadi penting, pasalnya Papua Nugini menghadapi krisis infrastuktur karena urusan pendanaan seperti ini.

Contohnya adalah satu yang dibiayai Bank Dunia dengan kontribusi Australia sebanyak 30%.

Baca Juga: Diramalkan Oleh Bank Dunia, Tahun 2024 Akan Terjadi Pergeseran Besar-Besaran, China Jadi Penguasa Ekonomi sedang Indonesia Juga Menjadi Salah Satunya

Termasuk di dalamnya memperbaiki jalan dari Alotau ke Cape Timur di Provinsi Milne Bay.

Kontrak tersebut senilai 35 juta Dolar Australia atau 89 juta Kina (mata uang Papua Nugini), dan justru tidak dikerjakan tapi malah melayang ke perusahaan konstruksi China, China Overseas Engineering Group Co. atau COVEC.

Perusahaan ternama Papua Nugini, Devcon, diberi sebagian dari kontrak dan pekerjaan kecil dari proyek mega besar tersebut.

Baca Juga: Timor Leste Butuh Dana Super Besar untuk Proyek 'Penyedia Kekayaan' Rakyatnya, Australia Kelimpungan, Tak Bisa Bantu tapi Tak Sudi Negara Ambil Alih Pengaruhnya di Bumi Lorosa'e

Sementara itu, COVEC membayar warga lokal hanya 1 Kina dari seluruh uang yang seharusnya masuk ke negara Papua Nugini tersebut.

1 Kina diberikan ke warga lokal per meter kubik untuk royalti kerikil, sementara perusahaan lokal membayar mereka sekitar 6 Kina per meter kubik.

Proyek ini tentunya tidak sesuai dengan standar Australia dan Selandia Baru yang telah berikan bantuan yang banyak, dan ditakutkan, hasil yang didapat tidak akan bertahan lama.

COVEC adalah perusahaan yang sama dengan yang tahun 2017 dituntut sebesar 50 juta Kina karena secara ilegal mengeruk material jalanan dari lahan pribadi warga Papua Nugini untuk mega proyek di Provinsi Simbu.

Baca Juga: Bukan Timor Leste, Negara Tetangga Indonesia Ini Dukung Penuh Kebijakan Luar Negeri Tiongkok Sama Seperti Negara-negara Afrika, Pakar: Mereka Ingin Dibeli China

Meski begitu, COVEC masih saja dipercaya untuk lakukan konstruksi besar di seluruh Papua Nugini.

Menariknya, terlibatnya COVEC dalam konstruksi di Papua Nugini telah meningkat selama beberapa tahun, dan dimulai bahkan sebelum Papua Nugini tanda tangani Belt and Road Initiative (BRI) 2018.

Sehingga tidak heran untuk saat ini, perusahaan konstruksi Papua Nugini, Selandia Baru bahkan Australia tidak terlibat dalam konstruksi di Papua Nugini lagi.

Hal ini membuat Australia geram, karena meskipun posisi Australia tidak pantas untuk meminta posisi mendapatkan proyek konstruksi tersebut, tapi sebagai pembangun ADB, Australia merasa perlu diberikan proses transparan penentuan perusahaan yang akan diberikan proyek tertentu.

Baca Juga: Pengaruh Tiongkok Kian Kuat dan Proyek Jalur Sutera Baru Kian Mulus Tanpa Halangan, Tiongkok Bangun Teknologi Masa Depan Ini di Afrika, Sedang Negara Eropa Ini Ketahuan Uji Coba Drone Tiongkok

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini