Find Us On Social Media :

Kudeta Berdarah Peristiwa 27 Juli 1996 atau Kudatuli, Awal Mula Jatuhnya Rezim Orde Baru Soeharto: ''Soerjadi 'Disponsori' Rezim Orde Baru karena Saat Itu Megawati Terpilih Sebagai Ketua Umum Partai''

By Muflika Nur Fuaddah, Selasa, 22 September 2020 | 16:11 WIB

Soeharto ketika dilantik/disumpah menjadi presiden.

Intisari-Online.comKudeta adalah penggulingan tiba-tiba dan kekerasan dari pemerintah yang ada oleh sekelompok kecil.

Prasyarat utama kudeta adalah kendali atas semua atau sebagian angkatan bersenjata, polisi, dan elemen militer lainnya.

Tidak seperti Revolusi, yang biasanya dicapai oleh sejumlah besar orang yang bekerja untuk perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang mendasar, kudeta adalah pergantian kekuasaan dari atas yang hanya menghasilkan penggantian tiba-tiba dari pejabat pemerintah yang terkemuka.

Sementara nama Kudatuli merupakan akronim dari tanggal terjadinya peristiwa Sabtu kelabu yang menampilkan aksi kekerasan massa Pro-Soerjadi merebut kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang dipimpin Megawati Soekarnoputri.

Baca Juga: Kediktatoran Saddam Hussein: Bocah Gemar Berkelahi, saat Umur 16 Tahun Sudah Kepalai Geng Jalanan, pada 1959 Urun Tangan Gerakan Kudeta Membunuh Abdul Karim Kassim

Soerjadi 'disponsori' Rezim Orde Baru mengambil alih paksa kantor DPP PDI lewat pertumpahan darah.

Pada tahun 1987 dan1992, suara Partai PDI mengalami kenaikan signifikan disebabkan masuknya putra-putri Bung Karno ke partai.

Yakni Megawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra.

Bergabungnya Megawati ke PDI pada 1987 meresahkan banyak pihak, terutama pemerintah Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto.

Baca Juga: Dulu Lahirkan Kelompok Teroris Paling Mematikan Sejagat, Tentara 'Polesan' AS Kini Pimpin Kudeta Berdarah di Mali, Situs AS Buru-buru Hapus Foto Bukti

"Soerjadi 'disponsori' rezim Orde Baru (Orba) karena saat itu Megawati terpilih sebagai ketua umum partai. Jadi insiden itu adalah insiden perebutan kantor DPP PDI," jelas Bonnie Triyana dalam diskusi virtual Forum Jas Merah bertema "Huru-Hara di Penghujung ORBA: Refleksi Peristiwa 27 Juli 1996", di Jakarta, Senin (27/7/2020).

Megawati menjadi anggota DPR dan karier politiknya di PDI melejit.

Melambungnya suara PDI pada Pemilu 1987 dan 1992 mengkhawatirkan penguasa Orde Baru.

Begitu pula Soerjadi yang ketokohannya tersaingi Megawati waktu itu.

Baca Juga: 'Operation Jakarta', Saat CIA (Kembali) Gulingkan Pemerintahan Sebuah Negara di Amerika Selatan dengan 'Mencontek' Peristiwa G30S

Meski dijegal, Megawati akhirnya berhasil menjabat Ketua Umum PDI berdasarkan hasil Kongres PDI di Surabaya pada 1993.

Dengan dukungan mayoritas kader PDI, Megawati berhasil merebut pucuk kepemimpinan dari Soerjadi, hingga terjadinya peristiwa 27 Juli 1996.

Kejadian itu sedikitnya melibatkan kubu Pro-Soerjadi, rezim Orde Baru Soeharto, dan sejumlah pejabat militer seperti Sutiyoso yang saat itu merupakan Pangdam Jaya dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Kepala Staf Komando Kodam Jaya.

Mimbar Bebas Megawati yang Buat Rezim Orde Baru Ketakutan

Baca Juga: Mengintip Sejarah, ini Dia Empat Kontroversi Supersemar yang Masih Misteri, Benarkah Jadi Alat 'Kudeta Merangkak' Pemerintahan Soekarno?

Sejarawan Asvi Warman Adam menjelaskan, sejak berkuasa, rezim Orba sebenarnya sudah melakukan tindakan-tindakan represif kepada masyarakat.

Misal pembredelan semua koran terkecuali koran terkait militer.

Tindakan represif itu berlanjut terus sepanjang 30 tahun.

"Contoh di tahun 1980-an, ada tiga pemuda menjual buku karangan Pramoedya Ananta Toer dihukum lebih dari 5 tahun hanya karena menjual buku yang dinyatakan dilarang oleh Orba," ucap Asvi.

Baca Juga: Jadi Kontroversi Besar dalam Sejarah Indonesia, Inilah Misteri Supersemar: Disebut Alat Kudeta Soeharto hingga Dianggap Blunder Soekarno

Dalam kasus PDI, lanjut Asvi, terjadi kenaikan suara yang antara lain disebabkan masuknya Megawati dan Guruh Soekarnoputra menghawatirkan rezim Orde Baru.

Berupaya menggembosi kekuatan Megawati, rezim Orde Baru memberikan perlawanan dengan mengusung Soerjadi menjadi tandingan Megawati sebagai pucuk tertinggi di partai.

PDI kubu Megawati tak tinggal diam.

Mengadakan aksi unjuk rasa menolak kemenangan Soerjadi yang disponsori Orde Baru, hingga mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Baca Juga: Berhasil Gulingkan Pemerintahan, Ini 5 Kudeta Militer Paling Berbahaya dalam Sejarah, Ada yang Tewaskan 15.000 Tentara!

Tak hanya itu, perlawanan yang dilakukan Megawati juga digelorakan dengan membuat gerakan Mimbar Bebas.

"Mimbar demokrasi Megawati Soekarnoputri membuat rakyat mengkritik rezim Orba, rezim orba ketakutan sampai akhirnya terjadi peristiwa itu. Diawali dengan kenaikan suara partai PDI pada tahun 1987 dan 1992," jelas Asvi.

"Kenaikan suara menghawatirkan rezim. Di masa rezim orba tidak boleh ada oposisi," sambung dia.

Aspek Internasional di Balik Peristiwa Kudatuli

Baca Juga: Didepak Karena Ingin 'Kudeta' Permaisuri, Mantan Selir Raja Thailand Ini Ternyata Bukan Orang Sembarangan

Selain itu, ada aspek internasional melingkupi peristiwa itu. Pada 23-25 Juli 1996, Menlu Amerika Serikat (AS) Warren Christopher datang ke Indonesia untuk hadir di pertemuan menteri-menteri luar negeri.

Di kesempatan itu, Christopher sempat bertemu dengan Komnas HAM dan Menlu Rusia Primakov.

Menurut penuturan Alm. Taufiq Kiemas, kata Asvi, sebenarnya pada 28 Juli 1996 Menlu Christopher akan bertemu dengan Megawati.

Namun sehari sebelum pertemuan itu, terjadi peristiwa kelabu 27 Juli 1996. Rezim Orba, menurut penuturan Asvi, tak ingin pertemuan antara Megawati dan Menlu AS terjadi.

Menlu AS dikenal sebagai sosok yang memberi perhatian terhadap masalah-masalah HAM di Indonesia dan beberapa negara lain di dunia.

"Ini aspek penting juga, bahwa peristiwa itu terjadi sehari sebelum terjadi pertemuan antara Megawati dan Warren Christopher," ujar Asvi.

Baca Juga: Pantas Selirnya Sampai Ingin 'Kudeta' Permaisuri, Ternyata Inilah Sumber Kekayaan Raja Thailand Maha Vajiralongkorn, Sang Raja Terkaya di Dunia

Isi Percakapan Amir Syarifuddin dan Sutiyoso Ungkap Soeharto dan ABRI Dalang Kudatuli

Terkait dalang di balik peristiwa 27 Juli 1996, Asvi mengisahkan tulisan wartawan senior Rosihan Anwar yang rumahnya tidak jauh dari kantor PDI. Di hari kejadian, kebetulan Rosihan sedang berolahraga.

Menyaksikan kerumunan di DPP Partai PDI, Rosihan mendekat kepada Kapuspen ABRI yang saat itu dijabat Amir Syarifuddin.

Rosihan, kata Asvi, mengaku mendengar langsung bagaimana Amir bicara dengan Pangdam Jaya Sutiyoso lewat walkie talkie.

“Yos, masuklah ke dalam. Ini hari sudah siang. Kita terlambat nanti,” ucap Asvi menirukan Rosihan.

"Intinya Rosihan mengungkap bahwa semua kejadian ini permainan Soeharto dengan ABRI-nya," ujar Asvi.

Asvi menjelaskan, sebuah buku karangan Peter Kasenda mengungkap adanya pertemuan di Markas Kodam Jaya pada 24 Juli 1996.

Pertemuan tersebut mengungkap bahwa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempunyai peran di balik terjadinya peristiwa itu.

Baca Juga: Diduga Terinspirasi Film James Bond, Kim Jong Un Eksekusi Seorang Ajudan dengan Melemparnya Ke Tangki Berisi Piranha

"Ada pertemuan 24 Juli 1996 di Markas Kodam Jaya, dipimpin SBY dan disitu dibicarakan juga rencana mengambil alih kantor PDI ini."

"Jadi ada beberapa kemungkinan dalang atau aktor intelektual kejadian itu ditulis di media massa, tapi tak sampai ke pengadilan," urai Asvi.

Satu yang jelas, peristiwa 27 Juli 1996 adalah awal perlawanan rakyat yang sistematis terhadap rezim Orde Baru.

Karena rakyat merasakan benar tekanan keras kepada masyarakat dan partai politik.

"Kejadian ini juga sekaligus awal kejatuhan Orba di 1998," imbuh Asvi.

Namun, lanjut Asvi, yang lebih penting untuk menjadi refleksi dari peristiwa 27 Juli 1996 yakni fakta bahwa peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM sepanjang Orba itu masih banyak yang bersifat impunitas.

"Tidak benar-benar terselesaikan secara tuntas. Banyak pelanggaran-pelanggaran HAM berat termasuk sejak tahun 1965-1998 itu masih terkatung-katung," tutup Asvi.

(*)

Artikel ini sudah pernah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul "Peristiwa 27 Juli 1996 atau Kudatuli, Awal Mula Jatuhnya Rezim Orde Baru Soeharto"