Penulis
Intisari-Online.com - Sejak kecil ia dikenal sebagai laki-laki keras dan kuat.
Wajar bila kemudian menjadi pemimpin Irak.
Saking kuatnya, dalam karier politiknya ia seakan sulit didepak. Hukuman mati yang pernah dijatuhkan kepadanya pun tak mempan menghentikan hidupnya.
Mungkinkah kekuatan AS yang maha dahsyat mampu menyingkirkannya?
Said K. Aburish, wartawan dan penulis buku Saddam Hussein: The Politics of Revenge berpendapat, Saddam butuh waktu 20 tahun untuk membangun citra tentang dirinya, kepribadiannya.
Ia menjadi tokoh yang begitu misterius. Tidak aneh, karenanya, setelah Perang Teluk I (1991) lawan-lawannya menciptakan suatu kepribadian yang sangat berbeda.
Setiap lawannya memiliki gambaran sendiri-sendiri tentang Saddam.
Ibarat cerita, ia sebuah cerita yang belum sampai titik akhir.
Sebuah cerita yang terus ditulis. Akhirnya, orang pun bertanya, Saddam Hussein, siapakah dia?
Mengapa ia begitu kuat dan kukuh bertahan di kursi kekuasaannya yang sudah diduduki sejak 1979?
Buku Saddam Hussein, a Political Biography karya Efraim Karsh dan Inari Rautsi menyebutkan, Saddam lahir pada 28 April 1937 di Desa Auja (ada yang menulis Al Awja atau Ouja), Tikrit, 160 km barat laut Baghdad.
Saddam Hussein berasal dari keluarga petani miskin bemama Hussein al-Majid.
Ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan. Ibunya, Sabha, merasa tidak mampu menghidupi Saddam kecil.
Karena itu, ia menyerahkan Saddam kepada saudaranya, Khairallah Talfah.
Di bawah didikan pamannya yang amat membenci dinasti Hashemite yang berkuasa di Irak dan bukan dinasti Irak, inilah, Saddam - yang berarti "orang yang menghadapi" - tumbuh.
Dari kudeta ke kudeta
Kudeta adalah penggulingan tiba-tiba dan kekerasan dari pemerintah yang ada oleh sekelompok kecil.
Prasyarat utama kudeta adalah kendali atas semua atau sebagian angkatan bersenjata, polisi, dan elemen militer lainnya.
Tidak seperti Revolusi, yang biasanya dicapai oleh sejumlah besar orang yang bekerja untuk perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang mendasar, kudeta adalah pergantian kekuasaan dari atas yang hanya menghasilkan penggantian tiba-tiba dari pejabat pemerintah yang terkemuka.
Kudeta jarang mengubah kebijakan sosial dan ekonomi fundamental suatu negara, juga tidak secara signifikan mendistribusikan kembali kekuasaan di antara kelompok politik yang bersaing.
Ketika masih kecil, kawan-kawannya mengenal Saddam sebagai bocah yang suka berkelahi dan suka menggertak yang lemah.
Tidak aneh, ketika berusia 16 tahun, ia sudah memimpin sebuah geng jalanan.
Pamannya, Khairallah Tulfah pula yang pertama kali menceritakan padanya tentang kisah para pemimpin besar Irak dan Arab seperti Raja Babilonia Nebuchadnezzar dan Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser.
Said K. Aburish menulis, masa kecil Saddam penuh dengan penderitaan karena keluarganya miskin.
Sebagai bocah laki-laki, ia harus mencuri sehingga keluarganya dapat makan.
Ia mencuri telur, ayam, dan barang-barang kecil lainnya.
Hingga usia 10 tahun, ia masih belum bisa membaca.
Saddam mendengar bahwa sepupunya dapat membaca dan menulis, karena itu ia minta pada pamannya agar diperbolehkan untuk belajar membaca dan menulis.
Menurut AH Shahab dalam buku Di Balik Wajah Saddam, ketika berusia 18 tahun, Saddam pindah ke Baghdad untuk sekolah.
Namun, di ibu kota negara ini ia lebih banyak menaruh perhatian pada aksi-aksi revolusioner, mondar-mandir di jalan raya dengan pistol gelapnya yang selalu diselipkan di balik bajunya, ketimbang menaruh perhatian pada sekolah.
Ketika usianya baru 19 tahun, ia bergabung dengan Partai Sosialis Baath dengan harapan dapat masuk Akademi Militer di Baghdad, tetapi ditolak.
Tiga tahun kemudian, 1959, ia mencatat prestasi luar biasa: ambil bagian dalam usaha pembunuhan terhadap PM Irak Abdul Karim Kassim (Qassim), ditangkap, dan dipenjara selama enam bulan.
Dalam peristiwa itu, Abul Karim Kassim tertembak, sementara Saddam juga ditembak kakinya oleh pengawal perdana menteri.
Tahun 1960, ia pindah ke Suriah lalu Mesir dan menyelesaikan sekolahnya.
Meski ia berada di Mesir, pengadilan Irak menjatuhkan hukuman mati in absentia atas dirinya pada 25 Februari 1960.
Menurut Said K. Aburish, ada bukti-bukti bahwa kudeta terhadap Kassim melibatkan agen-agen CIA.
Para perwira militer yang terlibat kudeta itu menjalin hubungan dengan CIA.
Said K. Aburish menyatakan, ada bukti bahwa pusat komando elektronik dibangun di Kuwait untuk memandu pasukan yang bertempur dengan pasukan pendukung Kassim.
Ada bukti pula bahwa mereka, CIA, menyuplai para pelaku kudeta dengan daftar orang-orang yang harus segera disingkirkan demi suksesnya kudeta.
Di Kairo, Mesir, Saddam belajar ilmu hukum (1962 - 1963).
la kembali ke Irak, 8 Februari 1963. Tahun itu juga, Saddam mengawini Sajida, sepupu pertamanya dari pihak ibu, yang sebenarnya juga putri pamannya, Khairallah Tulfah, mentor politiknya.
Perkawinannya dengan Sajida membuahkan lima anak, dua laki-laki dan tiga perempuan.
Dua anak laki-lakinya begitu dikenal, yakni Qusay Saddam Hussein dan Odai Saddam Hussein.
Dua menantunya, Hussein Kamel Madjid dan Saddam Kamel ditembak mati karena dianggap membelot dan berkhianat.
Baca Juga: Prayut Chan-o-cha, Mantan Pemimpin Kudeta yang Jadi Perdana Menteri Thailand
Setelah kembali tinggal di Bagdhad, Saddam melanjutkan studi ilmu hukumnya, tetapi sempat terhenti dan baru selesai tahun 1968.
Selain itu, ia juga mulai kembali aktif terjun ke politik dan tercatat sebagai anggota "Jihaz Haneen", dinas keamanan Partai Baath.
Pada 14 Oktober 1963, ia ditahan dengan tuduhan terlibat dalam perebutan kekuasaan, tetapi tuduhan itu tidak kuat.
Ia dibebaskan dan kembali aktif di Partai Baath, bahkan pada September 1966, terpilih sebagai Deputi Sekretaris Jenderal Partai Baath.
Sepak terjangnya di dunia politik makin mantap.
Pada 17 Juli 1968, ia menjadi salah satu anggota Partai Baath yang melancarkan kudeta politik yang diawali dengan pengepungan Istana Presiden dan Presiden Abdul Rahman Arif.
Kudeta itu melahirkan presiden baru yakni Ahmed Hassan Al-Bakr, yang masih terhitung famili Saddam dari Tikrit.
Saat itu, Saddam diangkat menjadi Deputi Ketua Dewan Komando Revolusioner dan Wakil Presiden.
Begitu kesempatan terbuka, ia lalu membersihkan orang-orang yang tidak sealiran, yang non-Baath, dari posisi di pemerintahan dan militer dengan kekerasan.
Setelah membersihkan lawan-lawan politiknya, pada 1 Juni 1972, Saddam melancarkan proses nasionalisasi perusahaan-perusahaan minyak Barat yang sebelumnya telah memonopoli minyak Irak.
Tindakan itu dimaksudkan untuk menghapus monopoli Barat atas minyak Irak dan mengembalikan kekayaan Irak kepada rezim yang berkuasa.
Perjalanan politik Saddam mencapai puncaknya ketika pada Juni - Juli 1979 ia melucuti semua kekuasaan dan posisi Presiden Ahmed Hassan Al-Bakr.
Presiden Ahmed Hassan dikenai tahanan rumah. Saat itu juga, Saddam diambil sumpahnya sebagai presiden.
Padahal, sebelumnya Saddam sangat dipercaya oleh Ahmed Hassan, pemimpin yang dikenal sangat baik dan religius.
Ahmed Hassan menyerahkan segalanya pada Saddam, karena ia bekerja total, sepenuhnya, 18 jam sehari.
Saddam diangkat menjadi kepala keamanan, ia juga mengepalai Departemen Petani, juga dipercaya menjalin hubungan dengan suku Kurdi, memimpin komite yang mengontrol minyak.
Baca Juga: Rencana Gila AS, yang Hendak Menguyur Venezuela dengan Uang Rp141 Triliun, Tapi Ini Syaratnya
Ia juga memimpin komite yang mengontrol hubungan dengan negara-negara Arab.
Ia juga memimpin sindikat kaum buruh.
Semuanya ada di tangan Saddam, dan pada akhirnya Ahmed Hassan Al-Bakr pun tersingkir.
Langkah Saddam tidak berhenti di sini. Pada 16 Juli 1979, ia mensahkan dirinya sebagai Sekjen Kepemimpinan Regional Partai Baath di Irak dan Ketua Dewan Komando Revolusioner.
Sehari kemudian, ia mengangkat dirinya sendiri sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Irak.
Sejak saat itu, ia menjadi orang nomor satu di Irak dengan segala kekuasaannya.
Cerita ia memaksa sepupunya sendiri, Ahmed Hassan Al-Bakr, turun dari tampuk kekuasaan sangat ironis.
Ketika Saddam sudah memegang semua jabatan, pelan-pelan Ahmed Hassan mulai pudar.
Pada 11 Juli saat penutupan sidang Dewan Komando Revolusiner, ia melepas seluruh kekuasannya dan menyerahkannya kepada Saddam.
Tanggal 15 Juli, presiden berusia 65 tahun itu malahan membantu anak didiknya, mengumumkan di televisi bahwa ia mundur karena alasan kesehatan, dan Saddam pun berkuasa penuh!
(Ditulis oleh Trias Kuncahyono. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi April 2003)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari