Penulis
Intisari-Online.com -Untuk kedua kalinya dalam delapan tahun, seorang perwira militer terlatih AS muncul sebagai pemimpin kudeta di Mali.
Dilansir dari theglobeandmail.com pada Minggu (23/8/2020),perwira militer terlatih AS itu sendiri adalahKolonel Assimi Goita.
Di manaKolonel Assimi Goita disebut pernah berpartisipasi dalam latihan yang dipimpin AS tahun lalu dan lulus dari kursus pelatihan AS pada tahun 2016.
Kini, diatelah menyatakan dirinya sebagai pemimpin kudeta yang menangkap presiden dan perdana menteri Mali, serta ingin menguasai negara Afrika Barat ini.
Terkait hal ini, beberapa saat lalu ada fotomenunjukkan seorang pelatih militer AS berpose dengan Kolonel Goita selama latihan di Afrika Barat tahun lalu.
Foto itu sendiri terpampang di situs web AS.
Terlihatpejabat AS memberinya sertifikat dari kursus pendidikan di pusat keamanan AS-Jerman pada tahun 2016.
Namun kini foto itu telah dihapus dari website tanpa penjelasan.
Nah, sebelum kudeta ini, pada tahun 2012 juga ada kudeta di negara ini.
Saat itu, kudeta dipimpin olehKapten Amadou Sanogo, yang menerima pelatihan AS dalam enam kesempatan terpisah.
Keterlibatannya dalam kudeta itu "sangat mengkhawatirkan", tapi kemudian diakui komandan Komando Afrika AS.
Dari dua kasus kudeta di atas lantas memicu pertanyaan tentang tujuan dari program pelatihan keamanan di sana.
Karena ribuan tentara dan polisi Mali memang telah dilatih dalam program sektor keamanan oleh pasukan militer dan polisi Eropa dan Amerika Utara, termasuk Kanada.
Tetapi pelatihan itu dianggapgagal mencegah dua kudeta yang telah mengguncang negara.
Sebab, pelatian itu tidakmengajarkan nilai-nilai demokrasi.
Sementara pemerintah negara-negara barat sendiri telah melihat Mali sebagai medan pertempuran penting dalam perang melawan radikal Islam.
Akan tetapikudeta militer pada tahun 2012 justru memperkuat pemberontakan Islam, dan kudeta baru ini malah dapat semakin memberanikan para pemberontak.
Perlu Anda tahu,Kanada secara teratur mengirim pelatih militer ke latihan militer tahunan Flintlock yang dipimpin AS di Afrika Barat, di mana Kolonel Goita dan perwira militer Mali lainnya menjadi peserta tahun lalu.
Menurut militer AS, latihan Flintlock dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan negara-negara di kawasan itu untuk melawan organisasi ekstremis brutal, melindungi perbatasan mereka, dan memberikan keamanan bagi rakyat mereka.
Selama 18 bulan terakhir, Kanada juga telah mengerahkan 21 petugas polisi di Mali untuk memberikan pelatihanuntuk membantu militer Mali melawan pemberontakan Islam.
Hanya saja latihan itu tak membantu.
Sebab, menurut sebuah studi oleh dua ilmuwan, yang diterbitkan dalam Journal of Peace Research pada 2017, menemukan bahwa program pelatihan militer AS dikaitkan dengan risiko kudeta dan upaya kudeta yang lebih tinggi.
Selama periode 40 tahun, dua pertiga dari kudeta yang berhasil dilakukan oleh perwira yang telah berpartisipasi dalam pelatihan AS.
Bahkan negara-negara dengan perwira terlatih AS hampir dua kali lebih mungkin mengalami kudeta atau percobaan kudeta.
Sebagian karena pelatihan tersebut telah meningkatkan kekuatan militer dalam hubungannya dengan pemerintah.
Dalam beberapa tahun terakhir, upaya pelatihan multinasional di Mali telah berkembang.
Tetapi mereka tetap cacat dan tidak efektif, gagal mencegah pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan Mali.
Buktinya kelompok terorisme kuat seperti Al-Qaeda dan Taliban lahir dari hasilprogram pelatihan militer yang gagal ini.