Advertorial
Intisari-Online.com -Zahra Halane dan saudara perempuannya, Salma Halane, dijuluki"kembar teror".
Dilansir dari thesun.co.uk pada Minggu (23/8/2020), keduanyameninggalkan rumah mereka di Chorlton di Manchester, pada usia 16 tahun.
Lalu mereka bergabung dengan kelompok teror ISIS selama perang saudara yang haus darah pada tahun 2014.
Tapi pada Maret 2019, anak kembar yang dikenalcerdas secara akademis itu ditangkap dalam serangan tak tersisadi Baghouz, di timur laut Suriah.
Lalu bagaimana nasib keduanya sekarang?
DilaporkanZahra ditangkap saat mencoba melarikan diri dari kamp Al Hol, tempat dia ditahan selama 16 bulan.
Kemudiandia dipindahkan dari fasilitas ke perpanjangan keamanan tinggi baru di kamp Roj, juga di timur laut negara itu.
Zahra tak sendiri. Di mana dia bersama putranya yang bernama Ismail, yang diyakini berusia empat atau lima tahun.
Dan menurut sumber Al Hol, Zahra telah dicuci otak karena dia percaya pada ideologi ISIS yang menjadikan wanita Yazidi sebagai budak seks.
Sementara keberadaan Salma saat ini tidak diketahui meskipun dia diperkirakan masih hidup.
Putranya dilaporkan tewas dalam pengepungan Baghouz.
Dalam wawancara,Zahra mengatakan dia ingin "pulang" tetapi tidak punya cukup uang untuk membayar penyelundup untuk membawanya ke Turki.
“Jika Anda punya uang, ada berbagai cara untuk melarikan diri dan itu terjadi dengan sangat cepat. Anda bisa pergi ke Turki dengan mudah," ucap Zahra.
Seorang wanita Turki di Al Hol mengatakan bahwa dia mengenal saudara kembar itu selama "lebih dari lima tahun" di kamp.
Wanita lain mengatakan kepada Sunday Times pada tahun 2017, bahwa si kembar berada di pusat kancah sosial jihadi Inggris di ISIS.
Awal mulanya, Salma ketahuan menyebarkan propaganda ISIS yang menyesatkan di sekolah menengah keenamnya pada bulan Desember 2013.
Namun kepala sekolah tidak memberi tahu polisi.
Saat itu, dia mengaku sedang mencoba mencari saudara laki-lakinya secara online yang sebelumnya bergabung dengan perang saudara di Suriah.
Lalu keduanyamencuri 840 Poundsterling dari ayah mereka dan melarikan diri semalaman ke Suriah pada Juli 2014.
Kedua gadis itu pindah ke ibu kota ISIS, Raqqa, di mana mereka menikah dengan militan yang telah dicuci otak.