Advertorial
Intisari-Online.com -Pada bulan Juli 2020 lalu,Departemen Luar Negeri ASmengizinkan Indonesia untuk membeli delapanBoeing V-22 Osprey dengan biaya 2 miliar US Dollar (Rp29,5 triliun).
Harga itubahkansudah termasuk suku cadang.
Boeing V-22 Osprey sendiri adalahpesawat terbang militer tiltrotor sayap tinggi dengan kemampuan vertical takeoff and landing dan short takeoff and landing.
Pesawat ini didesain dengan menggabungkan kelebihan fungsionalitas dari helikopter konvensional dengan performa jarak jauh dari pesawat terbang turboprop.
Akan tetapi sebenarnya pemerintah Indonesia tidak menginginkannya dengan cepat.
Namun semua itu berubah karena Pulau Natuna.
Dilansir dari forbes.com pada Sabtu (22/8/2020), Pulau Natuna merupakan salah satu pulau di Indonesia yang terletak di Laut China Selatan.
Dan jadi salah satu wilayah yang ingin dicaplok oleh China.
Tak heran, kini Natuna menjadi salah satu sumber ketegangan yang terus berlanjut di kawasan ini.
Kepulauan Natuna adalah negara kepulauan dari 272 pulau kecil, yang pusatnya terletak 730 mil di utara Jakarta.
Kurang dari 100.000 orang tinggal di pulau-pulau itu. Hampir semuanya bekerja baik untuk pemerintah atau sebagai nelayan kecil.
Warga Natuna miskin, tetapi perairannya kaya akan gas alam dan, tentu saja, penuh dengan ikan.
Itulah sebabnya China cemburu padapulau ini dan sangat menginginkannya.
Pernah padabulan Januari lalu, armada penangkap ikanChina muncul di Kepulauan Natuna, hanya sehari setelah Presiden Indonesia Joko Widodo mengunjungi gugusan pulau tersebut.
ArmadaChina pun kembali pada bulan berikutnya.
Indonesia terkadang menanggapi serangan China dengan mengerahkan pesawat patroli, jet tempur, dan kapal angkatan laut ke Laut China Selatan.
Tapi ada masalah.
Pangkalan Indonesia di wilayah tersebut tidak terlalu besar.
Di sana ada landasan pacu 8.400 kaki secara teori dapat menampung jet tempur sepertiF-16 dan Su-30.
Ada lagi pangkalan angkatan laut di Tanjung Pinang, 300 mil barat daya Ranai, yang dapat menopang kapal angkatan laut dengan panjang hingga 100 kaki.
Sementara sebagian besarpelabuhan angkatan laut dan pangkalan udara terbesar di Indonesia berjarak ratusan mil dari Natuna.
Sebenarnya itu cukup sebagaiinfrastruktur militer utama. Tapi terkadang Indonesia perlu senjata lainnya.
Seperti Boeing V-22 Osprey.
Tak satu pun dari helikopter Indonesia yang dapat menandingi V-22 yang memiliki kecepatan jelajah 300 mil per jam dan radius misi 400 mil dengan muatan penuh dua lusin pasukan.
Kemampuan itu tentu saja membutuhkan biaya.