Find Us On Social Media :

Jadi Titik Awal Kehancuran Lebanon, Kasus Pembunuhan PM Rafik Hariri Malah Dianggap Dagelan, 'Mimpi Buruk Israel' Lolos Jeratan Hukum

By Ade S, Rabu, 19 Agustus 2020 | 16:36 WIB

'Dagelan' dalam Pengadilan Kasus Pembunuhan PM Lebanon, 3 Orang Bebas, 1 Orang Dihukum Meski Tak Jelas Keberadaannya

Intisari-Online.com - Pengadilan kasus pembunuhan mantan perdana menteri Lebanon, Rafic Hariri, dianggap melindungi salah satu musuh besar Israel.

Sebab, vonis untuk kasus yang terjadi pada 2005 silam tersebut membebaskan tiga orang tersangka.

Satu orang memang dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman, tapi masalahnya terpidana tidak hadir dalam pengadilan bahkan disebut-sebut tak jelas keberadaannya.

Alhasil, persidangan yang sudah berjalan selama belasan tahun tersebut pun seolah berakhir anti-klimaks.

Baca Juga: Sampai Hati Memelas Ingin Hidup di Bawah Negeri Bekas Penjajahnya, Terungkap Fakta Bobroknya Rezim Lebanon dan Mirisnya Kehidupan Rakyat di Beirut, Lebanon

Padahal, pembunuhan itu sendiri telah menyebabkan perubahan yang sangat masif di tanah Lebanon.

Protes massa telah mendorong tentara Suriah harus angkat kaki dari tanah Lebanon setelah lebih dari 3 dekade.

Selain itu, kelompok militer-agama-politik terbesar di Lebanon yang berperan besar dalam mengusir Israel dari negara tersebut juga ikut terseret.

Namun, meski anggotanya disebut terlibat, kelompok yang disebut-sebut sebagai mimpi buruk negeri Zionis tersebut justru dianggap bersih dari segala tuduhan pembunuhan PM Rafic Hariri.

Baca Juga: Padahal Jadi Sumber Malapetaka Mengerikan di Beirut, Negara-negara Ini Ternyata Masih Menyimpan Amonium Nitrat, Jumlahnya Bahkan Jauh Lebih Mengerikan daripada di Lebanon

Melansir AFP pada Selasa (18/8/2020), Salim Ayyash berusia 56 tahun, dihukum in absentia oleh Pengadilan Khusus untuk Lebanon yang berbasis di Belanda atas bom bunuh diri besar-besaran di Beirut, yang menewaskan politisi Sunni, Hariri dan 21 orang lainnya.

"Dewan pengadilan menemukan Ayyash bersalah tanpa keraguan sebagai salah satu pelaku pembunuhan Rafic Hariri," kata Ketua Hakim Pengadilan, David Re.

Menanggapi para korban serangan, Re berkata, "Kami sangat berharap putusan hari ini akan memberi Anda semacam hasil akhir."

Namun, hakim mengatakan tidak ada cukup bukti untuk menghukum Assad Sabra (43 tahun), Hussein Oneissi (46 tahun), dan Hassan Habib Merhi (54 tahun), atas ledakan itu, yang mengubah wajah Timur Tengah.

Para hakim juga mengatakan tidak ada bukti yang secara langsung menghubungkan Suriah, bekas penguasa militer di Lebanon, atau kepemimpinan Hezbollah atas serangan itu.

Hukuman untuk Ayyash akan diputuskan di agenda berikutnya. Besar kemungkinan dia akan menghadapi hukuman penjara seumur hidup.

Sementara, Ketua Hezbollah, Hassan Nasrallah telah menolak untuk menyerahkan keempat terdakwa dan menolak legitimasi pengadilan.

Putra Hariri, Saad, yang juga mantan perdana menteri Lebanon, yang mengikuti persidangan berada dalam perlindungan yang aman.

Baca Juga: Kondisi Lebanon Makin Kacau, Catat Rekor Jumlah Kasus Covid-19 Harian Tertinggi Usai Tragedi Ledakan Dahsyat di Beirut

Plot telpon seluler

Hakim mengatakan ada cukup bukti untuk menunjukkan bahwa Ayyash berada di pusat jaringan pengguna telepon seluler yang memantau pergerakan Hariri selama berbulan-bulan sebelum pembunuhannya.

Seorang pembom bunuh diri yang masih tak dikenal yang mengendarai truk Mitsubishi yang berisi bahan peledak untuk meledakkan dirinya saat iring-iringan mobil Hariri lewat di tepi pantai Beirut pada Hari Valentine tahun 2005.

Jaksa penuntut mengatakan Ayyash adalah biang keladi kelompok itu, sementara Oneissi dan Sabra diduga mengirim video palsu ke saluran berita Al-Jazeera yang mengklaim bertanggung jawab atas nama kelompok yang dibuat-buat.

lKemudian, Merhi dituduh terlibat secara umum dalam plot tersebut.

Para hakim mengatakan bukti juga menghubungkan telepon yang digunakan dalam serangan itu dengan komandan Hezbollah Mustafa Badreddine, yang didakwa oleh pengadilan, tetapi diyakini telah terbunuh di daerah Damaskus pada Mei 2016.

Pengeboman tersebut memicu protes massa yang mengusir pasukan Suriah dari Lebanon setelah 3 dekade.

Namun, pengadilan mengatakan tidak ada cukup bukti untuk mengaitkan Damaskus dengan kejahatan tersebut.

Baca Juga: Terus Dituding Jadi Dalang Ledakan di Beirut, Pemimpin Hizbullah Bersikeras Kelompoknya Tak Terlibat, 'Tidak Senjata, Rudal, Apalagi Bom'

"Suriah dan Hezbollah mungkin memiliki motif untuk melenyapkan Hariri dan sekutu politiknya, namun tidak ada bukti bahwa kepemimpinan Hezbollah terlibat dalam pembunuhan Hariri dan tidak ada bukti langsung keterlibatan Suriah," kata Re.

Sidang ini dibuka dengan hening selama 1 menit untuk mendoakan para korban ledakan terpisah yang meluluhlantakkan Beirut 2 pekan lalu, yang menewaskan 177 orang.

Vonis awalnya dijadwalkan pada 7 Agustus tetapi ditunda karena ledakan tersebut.

Hakim Re meminta pengadilan untuk melakukan "keheningan satu menit untuk mengingat para korban bencana tersebut, mereka yang kehilangan nyawa, mereka yang cacat atau terluka, keluarga mereka, siapa pun yang menjadi tunawisma".

 

Ketegangan politik

Jaksa penuntut mengatakan selama persidangan bahwa Hariri dibunuh karena dia dianggap sebagai "ancaman berat" bagi kendali Suriah atas negara itu, yang bersekutu dengan Arab Saudi dan Amerika Serikat.

Hariri ini adalah perdana menteri Sunni Lebanon sampai dirinya mengundurkan diri pada 2004, di atas peran Suriah sebagai perantara kekuasaan di negara itu.

Para pengamat telah menyuarakan kekhawatiran tentang putusan hakim PBB tersebut, dengan cara apa pun, dapat memicu kekerasan di jalan-jalan di Lebanon ketika putusan itu diumumkan.

Vonis pada Selasa itu datang ketika ribuan penduduk Beirut telah menyatakan kemarahan kepada pihak pemerintahan karena ledakan besar di pelabuhan Beirut pekan lalu itu, yang dipicu oleh kebakaran gudang pelabuhan yang berisi amonium nitrat dalam jumlah besar.

Bencana tersebut menyebabkan pengunduran diri pemerintah Lebanon dan memperparah krisis ekonomi di Lebanon.

Pengadilan internasional yang dibentuk Dewan Keamanan PBB pada 2007 ini adalah pengadilan internasional pertama di dunia yang bertujuan untuk menyelidiki kasus-kasus kejahatan teroris.

Pengadilan sudah dibuka pada 2009, meski pun persidangan itu baru secara resmi dimulai pada 2014.

Pembentukan pengadilan ini menelan biaya setidaknya 600 juta dollar AS (Rp 8,9 triliun) untuk beroperasi.

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Anggota Hezbollah Bersalah Atas Pembunuhan Rafic Hariri, Mantan PM Lebanon 2005 Silam".Penulis : Shintaloka Pradita SiccaEditor : Shintaloka Pradita Sicca