Find Us On Social Media :

Seperti Kebal Dingin dan Tidak Pernah Dengar Tentang Virus Corona, Ribuan Penduduk Jepang Berkumpul di Publik dan Mulai Telanjang Bersama, Alasan Aksi Ini Membuat Takjub!

By Maymunah Nasution, Minggu, 16 Februari 2020 | 14:10 WIB

Tidak Peduli Kedinginan dan Virus Corona, Ribuan Penduduk Jepang Berkumpul di Publik dan Mulai Telanjang Bersama

Intisari-online.com - Saat ini, Jepang sedang alami musim dingin dengan salju di beberapa prefektur yang berada lebih dekat dengan kutub utara.

Wilayah selatan seperti Tokyo sampai Nagasaki biasanya tidak mendapatkan hujan salju, meski begitu tetap ada hawa musim dingin yang bisa buat suhu udara mencapai minus 2 derajat.

Namun, dilansir dari CNN ribuan penduduk Jepang pada Sabtu 15/2/2020 kemarin berkumpul di prefektur Okayama, sebelah selatan pulau Honshu Jepang dalam kondisi telanjang.

Ya, seperti tidak takut dingin dan ancaman virus Corona, para penduduk Jepang berkumpul di publik tanpa kenakan baju dan hanya mengenakan kain putih untuk tutupi organ vital mereka.

Baca Juga: Sebenarnya, Inilah yang Sedang Terjadi pada Tubuh Jika Saat Bangun Tidur Anda Malah Merasa Capek

Menariknya, yang mengikuti acara ini hanyalah para pria.

Namun sebenarnya apa acara itu? Mengapa para warga Jepang berkumpul untuk telanjang bersama?

Dan mengapa hanya para pria yang mengikuti acara tersebut?

Ini dia penjelasannya.

Baca Juga: Usai Dikhawatirkan WHO, Ahli Australia Kini Ungkap Alasan Ini yang Memungkinkan Indonesia Tak Dapat Deteksi Virus Corona

Festival Telanjang

Dinamakan Festival Telanjang, acara Hadaka Matsuri adalah festival liar dan gaduh tahunan di Jepang.

Dilaksanakan setiap tahun pada Sabtu ketiga bulan Februari.

Lokasi pelaksanaan tidak sembarangan, karena dilaksanakan di kuil Saidaiji Kannonin, berjarak 30 menit berkendara kereta dari kota Okayama.

Baca Juga: Seorang Bayi yang Lahir dari Rahim Pasien Virus Corona Teruji Negatif dari Penyakit Mematikan Itu, Ilmuwan Justru Dibuat Bingung karena Hal Ini

Meski begitu, acara ini tidak sevulgar namanya.

Telah dijelaskan para peserta gunakan kain yang menutupi organ vital mereka, dinamakan fundoshi, serta sepasang kaus kaki putih bernama tabi.

Festival ini bertujuan untuk rayakan berkah panen, kemakmuran dan kesuburan warga Jepang.

Festival dilaksanakan sekitar pukul 3:20 waktu setempat dengan pelaksanaan untuk warga berumur tua dan muda dilaksanakan terpisah.

Baca Juga: Manfaat Gula Merah untuk Ayam Aduan, Salah Satunya Meningkatkan Stamina, Gizinya Juga Dapat Tambah Berat Badan Ayam Lho!

Para peserta yang masih muda dikhususkan karena tujuannya untuk membina ketertarikan dan kelestarian budaya pada generasi muda.

"Kami harap tradisi ini akan terus ada di masa depan," ujar Mieko Itano, juru bicara departemen turisme Okayama.

Waktu sore hari, para pria habiskan satu sampai 2 jam berlari mengelilingi kuil untuk persiapan dan langkah menyucikan diri dengan air dingin membeku.

Selanjutnya mereka berjejal-jejalan di dalam bangunan utama kuil.

Baca Juga: Viral! Barang Terlarang Ini Disebut-sebut Ampuh Hancurkan Virus Corona, Benarkah? Ini Penjelasanny

Kemudian pukul 10 malam, seorang pendeta lemparkan 100 bundel ranting dan 2 tongkat keberuntungan sepanjang 20 cm bernama shingi ke keramaian dari jendela yang tingginya 4 meter di atas mereka.

Saat itulah kegaduhan pun dimulai.

Para partisipan yang berjumlah 10000 pria berselonjoran seperti sarden, berdesakan satu sama lain untuk mendapat bundelan dan kedua tongkat.

Pasalnya, siapapun yang mendapatkannya akan mendapat nasib baik, demikian konon kata legenda karena tongkat tersebut sifatnya bertuah dan lebih diperebutkan daripada bundelan ranting.

Baca Juga: Kisah Seorang Wanita yang Dipasung 6 Tahun, Diduga Ikut Aliran Sesat Setelah Jadi SPG: Dia Sering Mengamuk, Mengacak-acak Rumah

Acara rebutan itu berlangsung selama 40 menit dan banyak partisipan yang mendapatkan luka goresan, memar serta cedera ringan.

Meski begitu, para partisipan sangat bersemangat dan datang dari seluruh wilayah Jepang, beberapa bahkan datang dari luar negeri.

Ada yang datang sendiri, ada yang datang berkelompok mewakili bisnis lokal.

Ritual itu telah berlangsung selama 500 tahun saat Periode Kekuasaan Muromachi (1338 - 1573), dimulai setelah warga desa berebut kertas yang diyakini berkekuatan magis yang diberikan oleh pendeta dari kuil Saidaiji Kannonin.

Baca Juga: Salahkan Masyarakat yang Bikin Harga Masker Melonjak Tinggi karena Takut Tertular Virus Corona, Menkes Terawan: Salah Sendiri Kok Dibeli

Semakin banyak yang ingin memperebutkan kertas tersebut dan ritual semakin membesar dengan partisipan membludak, tetapi mereka segera sadar jika kertas itu akan sobek ketika diperebutkan.

Pakaian mereka juga alami hal yang sama, yaitu sobek, sehingga akhirnya mereka semua telanjang dan kertas digantikan dengan kayu.

Sebagai bagian dari kebudayaan, festival juga dijadikan Aset Budaya Legenda Penting pada tahun 2016 silam.

Selain di Okayama, ada lagi beberapa festival telanjang yang diadakan di seluruh Jepang, seperti di Yotsukaido, prefektur Chiba, dengan pria hanya berkain putih bertarung sembari membawa anak kecil melewati lumpur sebagai bagian dari pengusiran roh.

Baca Juga: Niat Berbahagia dengan Menikah untuk Ketiga Kalinya, Pesta Berubah Jadi Petaka Saat Istri Pertama Muncul, Mempelai Pria Babak Belur dan Terancam Dibakar Saat Sembunyi

Sebelum acara inti, ada acara tari tradisional pada siang hari dan penampilan kelompok drummer perempuan.

Selanjutnya pada pukul 7 malam ada festival kembang api.

Saat festival ini, lokasi belanja di dekat kuil bernama Gofuku-dori ramai dikunjungi partisipan dan penonton.

Tertarik? Anda bisa mendaftar dengan pertama membeli kain putih serta kaus kaki putih dengan memesan online atau membelinya di tempat jika ada spontanitas ingin ikut.

Baca Juga: Bikin Chernobyl Jadi Kota Mati, Unsur Nuklir Caesium 137 Terdeteksi di Perumahan Serpong, Ini Dampaknya Bagi Manusia

Itano mengatakan, karena merebaknya virus Corona, mereka mengantisipasinya dengan berikan desinfektan di pintu masuk kuil dan sekitar festival.

Meski begitu peserta festival telanjang tidak memakai masker saat acara inti.