Find Us On Social Media :

Sering Menjadi Pertanyaan, Mengapa Iran Dan Amerika Saling Membenci, Rupanya Ini Penjelasannya

By Maymunah Nasution, Minggu, 5 Januari 2020 | 06:20 WIB

Pasukan khusus Iran

Intisari-online.com - Donald Trump telah melncurkan serangan udara tanpa persetujuan Konggres atau wewenang angkatan udara Iran, dan banyak pihak berspekulasi pembunuhan ini akan menjadi pemicu bahaya yang lebih besar.

Meskipun pernah ada beberapa waktu keduanya bekerja sama, Amerika dan Iran telah berada dalam konflik dalam waktu yang lama.

Sesungguhnya dari mana ketegangan mereka tersebut berasal?

Rupanya, ketegangan tersebut sudah berasal sejak abad 20 dengan kunjungan Inggris ke Timur Tengah.

Baca Juga: Siksaan Mental: Kedua Payudara Wanita Ini Diangkat, Tetapi Rupanya Dokter Salah Mendiagnosa Kanker Payudara Wanita Tersebut, Bagaimana Bisa?

Sebelum Perang Dunia ii, Inggris mendominasi industri minyak Iran dengan kerjasama yang mereka sebut 'Anglo-Iranian Oil Company'.

Namun Perang Dunia II telah melemahkan Inggris.

Dilansir dari abc.net.au, Inggris sempat terpuruk dalam bidang ekonomi dan harus mengandalkan fasilitas dan program dari luar negeri untuk bisa bangkit lagi.

Saat itu yang mereka andalkan utamanya adalah Iran.

Baca Juga: Harta Benda Ludes, Hanyut dan Hilang Selama Banjir, Psikiater Ingatkan Bahaya Depresi

Di waktu yang sama, kehadiran Rusia di Iran utara menjadi isu kritis bagi AS.

Kala itu wilayah barat laut Iran menjadi pembatas antara Barat dan Timur, yaitu antara AS dan Rusia, yang kala itu disebut Uni Soviet.

Anoush Ehteshami, profesor bidang hubungan internasional Universitas Durham menjelaskan, penolakan Uni Soviet untuk meninggalkan teritori Iran memunculkan masalah baru bernama agresi Soviet.

Amerika membujuk pimpinan Iran untuk tetap menjaga pembatas tersebut, dan memastikan 'minyak tetap mengalir'.

Baca Juga: Krisis Berkepanjangan, Pembunuhan Jenderal Iran Bakal Menjadi Kunci Vital Melonjaknya Harga Minyak Bumi di Dunia, Ini Penjelasannya

Namun saat Mohammad Mosaddegh, seorang figur nasionalis menjadi perdana menteri Iran ke - 35 di tahun 1951, kondisi berubah.

Mossadegh percaya jika seharusnya bukan Inggris yang menguasai minyak negara mereka.

Saat itu menjadi titik kritis bagi Iran.

Tahun yang sama, Mossadegh membuat bisnis minyak menjadi milik negara.

Baca Juga: Tahun 2020 Jangan Percaya Lagi dengan Mitos-mitos Kesehatan Ini, Termasuk Autisme Karena Vaksinasi

Sejak saat itu Mossadegh menjadi ancaman bagi Inggris dan Amerika, dan mereka memastikan jika pemerintahannya berlangsung dalam waktu yang singkat.

Tahun setelahnya, 1952, Inggris diusir dari Iran, dan hubungan diplomatik keduanya gagal.

Kemudian setahun setelahnya CIA melakukan operasi untuk menggulingkan Mosaddegh.

Sejarawan di Universitas Syracuse, Osamah Khalil, mengatakan jika ada perdebatan mengenai plot mana yang digunakan.

Baca Juga: Kesulitan Bernapas, Dokter Berhasil Mengambil Serangga Besar Hidup Dari Hidung Kucing Ini, Kok Bisa?

Ada dua pilihan, ketakutan komunisme dan masalah minyak.

Walaupun Amerika tidak percaya jika Mosaddegh adalah komunis, Khalil mengatakan, mereka melihatnya sebagai demagogue.

Demagogue adalah orang yang reformasinya dapat menciptakan ketidak stabilan yang dapat membangunkan bahaya partai komunis di Irak.

Teori lain adalah tentang sumber daya minyak Iran.

Baca Juga: Coba Perhatikan Bentuk Kaki Anda, Mana yang Lebih Panjang atau Pendek, Ini Bisa Deteksi Kondisi Kesehatan Anda

Kedua teori tersebut tidak setara, menurut Khalil.

Jika Iran menjadi komunis, hal ini dapat membuka perluasan pengaruh komunis di Teluk Persia dan mengancam sumber minyak besar di dunia.

Ali Ansari, profesor sejarah Iran di Universitas St Andrews, mengatkaan jika ada narasi Perang Dingin sebagai latar belakang.

"Amerika sudah memiliki hubungan kompleks saat itu dengan Iran, dan sudah bersiap untuk alasan Perang Dingin," ujarnya.

Baca Juga: Soal Balas Dendam Iran pada AS Atas Kematian Jenderal Qasem: Jika AS dan Iran Perang, Militer Siapa yang Lebih Unggul?

"Pada dasarnya mereka telah menyiapkan jaringan agen jika ada serangan dari Soviet.

"Kemudian mereka mengubah jaringan ini melawan pemerintah lokal."

Dengan massa bayaran, polisi dan tentara disuap, Mossadegh pun turun dari jabatannya dan pemimpin yang lama kembali menjabat.

Semenjak Mossadegh lengser, Amerika menjadi tertarik dengan minyak Iran miliki.

Baca Juga: Coba Perhatikan Bentuk Kaki Anda, Mana yang Lebih Panjang atau Pendek, Ini Bisa Deteksi Kondisi Kesehatan Anda

Setelahnya, Amerika memiliki keuntungan 40% dari keuntungan total.

Shah Iran saat itu merasa dia berhutang atas kekuasaannya dengan pihak Amerika, dan Amerika merasa sudah memiliki partner loyal di wilayah tersebut.

Amerika memberikan bantuan finansial kepada rezin Shah, dan dia dipromosikan di media Barat sebagai aliansi yang menguntungkan.

Khalil menyebut, di akhir tahun 1960 dan awal tahun 1970, Amerika meminta Iran secara efektif untuk menahan Soviet.

Baca Juga: Soal Balas Dendam Iran pada AS Atas Kematian Jenderal Qasem: Jika AS dan Iran Perang, Militer Siapa yang Lebih Unggul?

Saat itu Amerika terfokus kepada perang di Vietnam, sehingga tidak mampu mempertahankan perhatiannya ke seluruh negara.

Sampai saat ini permintaan tersebut disebut sebagai doktrin Nixon, dan meluas menjadi Iran sebagai pengawas wilayah Teluk Persia.

Saat yang sama, dengan kebetulan harga minyak naik, Iran mulai mengimpor senjata dari Amerika dalam skala besar.

Tentu hal tersebut membuat ekonomi Iran tidak stabil.

Baca Juga: 7 Kebiasaan Ini Bisa Membantu Mencegah Kanker Payudara, Salah Satunya Menjadwalkan Mammogram

Terjadi inflasi tinggi, adanya tekanan dari penduduk berbagai wilayah.

Shah menjadi semakin represif.

Saat itu, yang berbicara lantang akan ditahan atau disiksa, hanya sedikit yang dapat beruntung untuk keluar.

Di akhir 1970, oposisi menentang Shah telah meningkat secara dramatis.

Baca Juga: Jangan Lagi Keramas di Malam Hari Jika Tak Mau 4 Hal Ini Terjadi pada Anda!

Dan memuncak di tahun 1979 yang menjadi revolusi, saat itu Shah lari ke Amerika.

Protestan menuntut Shah kembali untuk dieksekusi.

Karena tidak segera kembali, situasi memanas di kedutaan besar Amerika Serikat.

400 siswa bersenjata menahan 52 diplomat, menuntut untuk Shah kembali.

Baca Juga: Semakin Memanas, TNI Siagakan 600 Prajurit dan 5 Kapal Perang di Perairan Natuna

Saat itu Shah sedang melakukan pengobatan kanker.

Krisis berlangsung selama 444 hari.

Krisis ini memutuskan kemitraan antara kedua negara, dan Soviet segera mengambil alih.

Saat perang antara Iran dan Iraq tahun 1980, Iran terisolasi dari komunitas internasional, dan kebanyakan mendukung Irak.

Baca Juga: Anak Anda Terpapar Banjir? Waspadai 7 Penyakit Akibat Banjir Ini, Salah Satunya Akibat Kencing Tikus

Saat serangan teroris 9/11 tahun 2001 melumpuhkan AS, Iran segera menolong mereka.

Banyak penduduk Iran merasakan simpati terhadap para penduduk Amerika.

Namun kemudian, dua tahun sesudahnya Presiden Bush mulai menginvasi Afghanistan karena doktrin Islam sebagai teroris dan Iran menjadi target selanjutnya.

Presiden Bush saat itu menyatakan Iran, Irak dan Korea Utara adalah 'axis of evil'.

Baca Juga: Dari Gunting Kuku hingga Sabun Batang, Ini 6 Barang yang Tidak Boleh Kita Pinjamkan pada Orang Lain, Termasuk Keluarga Sekalipun

Kemudian saat pemerintahan Obama, persetujuan nuklir tercapai antara Iran dan anggota Dewan Keamanan PBB, termasuk Amerika.

Mereka melihat Obama sebagai peluang untuk reformasi maju lagi, dan akomodasinya cukup melegakan Iran.

Namun semenjak Donald Trump maju, pendekatan yang dilakukan lebih kasar dan berbentuk konfrontasi.

Hal itu membuat banyak pihak Iran merasa Amerika tidak dapat lagi dipercaya.

Baca Juga: Dari Gunting Kuku hingga Sabun Batang, Ini 6 Barang yang Tidak Boleh Kita Pinjamkan pada Orang Lain, Termasuk Keluarga Sekalipun

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Trump mengingkari kesepakatan yang telah dibuat era Obama.

Pertama, tekanan internal dari pihaknya mengenai anggapan kasar mereka tentang Republik Islam.

Kedua, Trump cenderung tidak ramah terhadap hasil yang telah dicapai Obama.

Ketiga, adanya tekanan dari wilayah itu sendiri.

Baca Juga: Kuasa Hukum Ceritakan Kronologi Wafatnya Lina, ‘Sempat Pingsan di Rumah Sebelum Dinyatakan Meninggal di Rumah Sakit’

Saat ini Timur Tengah sedang tidak dalam masa paling damai.

Suriah, Libia, Mesir, Tunisia, Yaman dan lain sebagainya sedang mengalami masalah.

Iran terlihat oleh aliansi Amerika, termasuk Israel dan Arab Saudi, sebagai penerima manfaat kemajuan Arab Saudi.

Semakin Iran terlibat di Suriah dan Yaman maka Syiah akan semakin maju di Arab dan di Irak, sehingga terlihat oleh aliansi Amerika jika Iran semakin terlihat menakutkan.

Baca Juga: Bukan Serangan Jantung, Ternyata Ini Penyebab Lina Mantan Istri Sule Meninggal Dunia

Oleh sebab itu, mereka meminta Trump untuk tidak hanya menahan Iran tetapi mencoba menarik kembali pengaruh Irak di negara mereka.

Saat ini, sepertinya Iran lebih condong untuk meminta bantuan kepada Rusia.

Sebab meskipun Putin 'tidak menyenangkan', ia terlihat sebagai pemimpin yang memiliki rencana bagi Timur Tengah dan dia berpegang pada rencana tersebut.