Advertorial
Intisari-online.com -Konflik mengerikan di Timur Tengah mencuat kembali setelah Amerika menyerang Baghdad dan membunuh Jenderal Qasem Soleimani, Jenderal nomor 2 di Iran.
Dilansir dari CNN, Teheran telah berjanji untuk menarik mundur pasukan bersenjata dari pantai selatan wilayah Iran.
Konflik Timur Tengah selalu beresiko pada distribusi minyak di dunia, dan dengan serangan Amerika pada 3/1/2020, resiko ini muncul kembali setelah sebelumnya 'mati suri'.
Selat Hormuz menjadi fokus dunia saat ini sejak serangan Amerika tersebut.
Baca Juga: Kesulitan Bernapas, Dokter Berhasil Mengambil Serangga Besar Hidup Dari Hidung Kucing Ini, Kok Bisa?
Dengan lebar pada titik paling sempit hanya 21 mil atau 34 km saja, adalah satu-satunya jalan distribusi minyak dari Teluk Persia menuju laut bebas.
Tahun lalu tercatat serangan 2 kapal, satu membawa minyak dan satu memindahkan muatan kimia, yang terjadi di dengan Teluk Oman.
Serangan tersebut menyebabkan terhambatnya distribusi minyak bumi, akibatnya harga minyak di dunia melonjak naik dengan sangat cepat.
Analis Grup Eurasia menyatakan, respon Iran akibat pembunuhan Jenderal Qasem akan melibatkan gangguan di selat Hormuz.
"Iran juga sepertinya akan melanjutkan serangan terhadap kapal yang berlabuh di teluk Persia dan dapat saja meluncurkan uji militer untuk mengganggu jadwal pelayaran kapal sementara waktu," ujar analis tersebut.
Dan jika Selat Hormuz ditutup karena ancaman serangan selanjutnya, maka dapat dipastikan ekonomi dunia akan langsung anjlok dan tidak stabil.
Hal ini karena Selat Hormuz adalah jalur blokade paling penting dunia, menurut pihak Informasi Energi Amerika Serikat.
Mengapa demikian?
Selat Hormuz adalah selat yang menghubungkan Teluk Oman dan Teluk Persian.
Jalur perkapalan yang hanya selebar 3 km dan biasa dilewati supertank yang masuk dan keluar dari Teluk tersebut, akan membuat kapal harus melewati wilayah perairan Iran dan Oman.
Jumlah minyak bumi yang melewati jalur tersebut sudah mulai tidak stabil, dengan jumlah kasar 80% kapal yang ditangani mereka bertujuan ke Asia.
Ekonomi global tidak akan dapat berfungsi tanpa suplai ini.
Setiap harinya, ada kurang lebih 22.4 juta barel minyak melewati Selat Hormuz dengan perhitungan rata-rata awal 2018 sampai Juni 2019.
Jumlah tersebut adalah secara kasar 24% produksi minyak global per hari saat periode tersebut, dan hampir 30% dari minyak berpindah melalui perairan internasional.
Lebih-lebih, jumlah minyak yang melewati Selat Hormuz berkisar 2 kali lipat dari seluruh produksi minyak di Amerika Serikat.