Find Us On Social Media :

Dengan Rutin dan Disiplin, Hensis Membuktikan: Tubuh Ibarat Mesin

By Agus Surono, Senin, 7 Oktober 2019 | 17:15 WIB

Hendra Siswanto (39) menunjukan penghargaan medali perunggu lomba lari ultramaraton yang diraihnya pada lomba Lintas Sumbawa di kawasan Lapangan Banteng. Rabu (19/9)

Untuk menghindari “rasa penuh” di perut, Hensis menyarankan untuk melihat data kalori yang dihabiskan saat kita lari. Dari situ bisa diambil rata-rata berapa kalori terbakar setiap jamnya manakala kita sedang lari. Nah, penuhi saja separo dari kalori yang terbakar itu. Ada banyak sumber kalori yang bisa segera diolah dan digunakan tubuh. Kurma, pisang, atau yang lebih praktis gel.

Baca Juga: Ini 5 Manfaat Pisang, dari Sehatkan Jantung Hingga Jaga Suasana Hati

Jangan lupa soal hidrasi. Soalnya, ketika hidrasi kurang, maka metabolisme juga akan menurun. Untuk mengimbangi latihan-latihan yang keras, asuplah makanan kaya protein ataupun suplemen protein. Ini juga bisa meningkatkan metabolisme kita.

 “Sebagai penikmat kopi pahit, saya juga meyakini kafein tanpa gula ini bisa meningkatkan metabolisme meskipun hanya dalam waktu yang relatif singkat,” imbuh Hensis.

Yang terakhir adalah istirahat yang cukup. Ini termasuk seberapa cepat tubuh kita untuk pulih dari latihan-latihan yang panjang. “Seberapa banyak latihan lari, saya selalu menyisakan minimal satu hari ‘off’ dalam seminggu untuk istirahat ditunjang dengan jam tidur yang cukup, minimal tujuh jam sehari.

Semakin tinggi volume latihan kita, akan semakin tinggi pula metabolisme tubuh kita, yang menjadikan tubuh kita makin cepat pulih dan kita sebenarnya hanya membutuhkan waktu istirahat yang lebih singkat daripada orang lain,” simpul Hensis.

Menggunakan tubuhnya sebagai ruang laboratorium dan data-data yang ada, Hensis membuktikan semua itu di Lintas Sumbawa 320 Km. melalui data-data yang diolahnya dia memperkirakan bisa finish 55 jam 55 menit untuk jarak 320 km itu. Dalam kenyataannya, catatan waktunya hanya meleset satu menit dari perkiraannya.

Masih tidak percaya tubuh bisa di-upgrade layaknya mesin?

 

Tongkat Pemandu di Malam Hari

Pada 2018 Hensis hampir gagal menyelesaikan Lintas Sumbawa 320 Km ketika panas mendera di paro kedua etape. Ditambah dengan jalurnya yang banyak tanjakan, lengkap sudah “penderitaan” yang dialami Hensis. Nah, agar bisa melewati paro kedua rute, mau tak mau harus di malam hari. Berarti harus mempercepat di paro pertama.

Hensis pun ngebut di 160 km pertama. Namun ia diragukan bisa menjaga kebugaran di 160 km kedua meski ia akan melewatinya di malam hari. Jika di siang hari melawan terik, maka di malam hari melawan kantuk. Itu yang dialami Hensis. Bahkan ia sempat keluar dari jalan aspal dan hampir menabrak pohon karena kesadarannya terenggut kantuk. Ia pun memakai tongkat untuk membantunya terjaga. Jika masih mendengar ketukan, berarti ia masih menapak di aspal.

Untuk ngebut di awal dan menjaga kebugaran di akhir, Hensis melakukan serangkaian latihan untuk membuat fisiknya kuat, mental tangguh, dan metabolisme lancar. Untuk melatih fokus dan mengatasi rasa bosan, Hensis berlari mengitari track sepanjang 400 m di Ragunan selama 24 jam. Untuk menempa fisik, ia latihan berlari jarak jauh berturut-turut. Mulai dari dua hari maraton sampai lima hari berturut-turut menempuh 60 km.

Dari semua latihan itu Hensis menganalisis data yang diperolehnya. Sebagian latihan itu ada yang sekaligus menjadi ajang pembuktian di lomba. Dengan begitu, target 55 jam 55 menit pun bukan asal memungut angka.