Find Us On Social Media :

Bila Anak Mengucapkan Kata Kurang Pantas, Apa yang Harus Dilakukan?

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 20 November 2018 | 18:30 WIB

Intisari-Online.com – Berbagai paparan informasi yang diterima anak tak bisa sepenuhnya dapat dikontrol orangtua.

Akibatnya, kadang orangtua mendengar kata-kata kurang senonoh keluar dari mulut si kecil.

Ini pertanda bahwa lingkungan sekitar berdampak buruk terhadap pertumbuhannya.

Tanpa harus menghakimi si kecil, menurut psikolog anak Anna Surti Ariani, ada tiga hal yang bisa dilakukan orangtua.

Baca Juga : Hari Anak-anak Sedunia: 2 Cara Asuh Anak, Dengan Cinta dan Aturan

Pertama, mengabaikan begitu saja kata-kata yang tidak pantas itu. Misalnya dengan berpura-pura tidak mendengar atau berpura-pura salah dengar.

Kemudian ia kita ajak mengobrol soal lain atau mengarahkan perhatiannya ke hal yang positif. “Ini sering kali efektif karena anak perhatiannya teralihkan,” kata Nina.

Selama ini orangtua salah kaprah karena cenderung lebih memperhatikan ucapan kurang pantas dari si anak.

Pada sisi lain, ketika si anak berbuat baik, orangtua malah “lupa” sering tidak mengapresiasi.

Baca Juga : 4 Manfaat Besar Jika Konsumsi Air Panas, Bisa Turunkan Berat Badan!

Ujung-ujungnya, anak akan mengucapkan kata-kata kurang pantas untuk mendapatkan perhatian.

Kedua, menerapkan teknik “aksi-konsekuensi”. Cara ini dilakukan dengan menghitung kata-kata yang tidak boleh diucapkan anak di rumah.

Jika anak mengucapkan kata itu dalam jumlah tertentu, dia harus menanggung konsekuensinya.

Misalnya, jika anak mengucapkan kata itu hingga 10 kali, jatah untuk menonton hilang. Dengan begitu, anak akan jera.

Baca Juga : Anak SD Keguguran di Sekolah, Pelakunya Ternyata Keluarganya Sendiri!

Ketiga, meningkatkan kemesraan orangtua dengan anak. Pada akhir pekan kurangilah intensitas kegiatan dengan gadget atau aktivitas lain yang tidak relevan. Habiskan waktu untuk bercengkrama dengan anak dan pasangan.

Aletta, gadis cilik berumur 8 tahun itu, selalu “mengomel” setiap kali mendapati orangtuanya belanja terlalu banyak di supermarket.

Dia meminta ibunya untuk mengambalikan sebagian barang-barang itu ke etalase toko. “Hemat, hemat…,” begitu kata gadis kelas 2 SD ini kepada sang bunda.

Di rumah, jika orangtuanya lupa mencabut kabel dispenser atau penanak nasi, dia juga selalu ngomel. Dan dengan pede-nya dia “berceramah” soal pemanasan global atau hemat energi pada ibunya. Begitu pula ketika melihat orangtuanya terlalu sering main gadget.

Baca Juga : Ibu Memang Berperan dalam Tumbuh Kembang Anak, Tetapi Bapak Berperan Meningkatkan IQ Anak

Mawesti (29), sang ibu, mengakui perilaku Aletta mengingatkan kebiasaan buruk orangtuanya ini cukup efektif. Padahal ia tidak pernah menyuruh buah hatinya berbuat demikian.

“Mungkin itu pengaruh dari bacaan atau paparan gurunya di sekolah,” kata perempuan yang bekerja di sebuah lembaga penerbitan buku di Yogyakarta ini.

Apa yang dilakukan Aletta sebenarnya juga kerap dilakukan anak-anak lain. Bimbim Slank, misalnya, mengaku berhenti merokok karena sering ditegur anaknya yang masih bocah. Tiga tahun lalu ketika dia masih merokok, anaknya selalu menulis “You are not smoking anymore”.

Alissa Wahid menengarai efektivitas perilaku anak mengingatkan kebiasaan buruk orangtua ini sebagai hal yang wajar.

Baca Juga : Cucu Wiranto Meninggal, Ini Tips Agar Anak-anak Aman Bermain dan Tetap Aktif Meski di Dalam Rumah

“Sudah pasti anak punya kekuatan karena dia ‘harta’ paling berharga,” kata Alissa.

Tapi kalau dilakukan lewat rekayasa, orangtua malah akan kehilangan kredibilitas. Ini bahaya.

“Lain halnya jika pesan itu disampaikan secara spontan. Itu artinya penyampaian pesan lewat anak tersebut bermakna positif,” jelas Alissa. (Intisari Mei 2013)

Baca Juga : Lakukan 6 Hal Ini Agar Anak Tidak Tumbuh Menjadi Sosok Agresif