Advertorial
Intiari-Online.com – Penelitian yang didukung oleh Ir. Tien Guhardja, M.S. dan Dr. Ir. Ratna Megawangi dari Gizi Masyarakat dan Sumber Daya (GMSK)-IPB menunjukkan keterlibatan ayah dalam pengasuhan balita menguntungkan perkembangan anak dan dapat membuat anak kelak lebih mandiri.
Menurut mereka, dukungan ayah akan membuat ibu lebih bergairah dalam mengasuh dan mendidik anak di rumah.
Keterlibatan para ayah Indonesia dalam pengasuhan anak, secara budaya cukup mencengangkan banyak peneliti Barat.
"Khususnya dalam masyarakat Jawa, sudah jamak kalau ayah ikut terjun mengasuh, menidurkan, bahkan menyuapi anak! "Yang seperti ini saja sudah sangat bagus efeknya," menurut Ratna.
Baca Juga : Peran Ayah Dapat Mempengaruhi Berat Badan Anak
"Karena ini sifatnya kultural, maka tak ditemui disharmoni antara ayah dengan ibu.
Tak ada saling tuntut dalam pembagian tugas rumah tangga seperti keluarga Barat yang liberal. Tak ada ketegangan sehingga keluarga pun tetap harmonis," timpal Tien.
Suasana begini sangat baik bagi berkembangnya rasa aman dalam diri anak.
Kalau ia telah memiliki rasa aman sejak kecil, menurut Ratna, setelah besar kelak anak akan lebih percaya diri.
Penelitian yang dilakukan oleh Family Circle, anak yang sejak bayi juga mendapatkan perhatian ayahnya, di masa pertumbuhan selanjutnya ternyata memiliki tingkat IQ lebih baik, lebih punya rasa humor, dan keinginan belajarnya lebih besar.
Tentu saja, semua ini memudahkan anak menyelesaikan pendidikan formalnya kelak.
Baca Juga : Peran Ayah dalam Pengasuhan dapat Meningkatkan Kebahagiaan Keluarga
Sekalipun demikian, Ratna menekankan ibu tetap menjadi faktor penentu tumbuh kembang anak, terutama selama masa prasekolah.
Kalau begitu, bagaimana dengan ibu bekerja yang curahan waktunya untuk anak terbatas?
Benarkah kualitas asuhan lebih penting daripada kuantitas, sebagaimana yang sering dijadikan alasan sebagian ibu bekerja?
Tentang ha] pertama Tien menegaskan, "Umumnya kualitas asuhan ibu bekerja lebih rendah daripada ibu rumah tangga karena ia sudah capek dan cenderung terburu-buru."
Baik Tien maupun Ratna sama-sama memandang penting kualitas dan kuantitas.
Soalnya, "Kalau orang tua kelewat sibuk di luar rumah akan semakin sedikit keinginan, masalah, dan pikiran anak yang terkomunikasikan," ungkap Tien.
Baca Juga : 3 Dampak Negatif Apabila Tak Ada Peran Ayah dalam Kehidupan Anak
Sayangnya, Tien mengaku belum punya data perbandingan kuantitas waktu yang harus diberikan ibu guna mengimbangi kualitas atau sebaliknya agar perkembangan kecerdasan anak optimal.
Namun, iaberani menyimpulkan* "Lebih banyak waktu bagi anak, terutama yang di bawah 7 tahun lebih baik. Tentu saja, sejauh asuhannya bermutu."
Sehubungan dengan curahan waktu ibu terhadap anak, Ratna mengutip pemikiran Penelope dalam bukunya Children First.
"Menurutnya, seorang ibu seharusnya 24 jam di rumah karena mengasuh anak adalah fulltime job yang tidak bisa di-sambi. Kalau seorang ibu sudah berniat punya anak mestinya dia berani mengambil risiko untuk mengasuh sepenuhnya. Tapi, pendapat ini masih kdntroversial."
Baca Juga : Pembagian Peran Ayah-Ibu Kian Tidak Jelas
Leach memberi sedikit toleransi pada ibu bekerja.
Katanya, kalau ibu pergi anak sebaiknya ditinggal saja di rumah. Mungkin bersama nenek, baby sitter, atau pembantu.
Menurut hasil penelitiannya, itu lebih baik daripada anak dititipkan di Tempat Penitipan Anak (TPA).
Alasannya, di rumah anak mendapatkan suasana yang stabil dan kasih sayang yang kuat sehingga ia merasa aman.
Balik lagi ke ayah, seberapa banyak curahan waktu yang afdol yang mesti disediakan ayah jika ingin berperan serta dalam pengasuhan anak?
Sayang sekali belum ada penelitian soal ini.
Tapi, Ratna mencoba memberikan jalan tengah, "Ditimbang-timbang saja opportunity costnya. Kalau itu lebih bernilai dan lebih penting baik perkembangan anak ya dilakukan saja." (Intisari/Wha)
Baca Juga : Peran Ayah Dalam Tumbuh Kembang Anak