Manggis seperti ini sudah kadaluarsa, dan jelas tidak dapat disantap. Ini memang salah satu keunikan manggis. Makin masak buah itu, bukannya makin lunak, tetapi justru malah membatu.
Kadang-kadang kita jumpai manggis yang kulitnya bernoda getah kering, seperti damar kuning. Noda ini terbentuk karena manggis jatuh dan penyok sewaktu dipanen.
Atau memar ketika diangkut dalam perjalanan. Kulitnya yang memar mengeluarkan getah. Inilah yang selain meninggalkan noda kering pada kulit, juga menimbulkan noda kuning pada “daging buah”-nya.
Pertumbuhan yang lamban
Sampai sekarang, permintaan buah manggis, baik dari dalam maupun luar negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Lebih-lebih permintaan ekspornya.
Berbeda dengan kebanyakan buah-buahan lokal Indonesia lainnya yang selalu mencari pembeli dari luar negeri, manggis justru sebaliknya.
Pasar di luar negerilah yang mencari-cari manggis. Negeri pengimpor manggis Indonesia meliputi Jepang, Taiwan, Singapura, Malaysia, Brunei, beberapa negara Timur Tengah, Eropa (seperti Belanda, Prancis, Swiss), dan Amerika Serikat.
Namun, kendati manggis merupakan komoditas ekspor yang menjanjikan, para petani Indonesia tidak berlomba-lomba mengusahakannya secara komersial.
Buah itu masih dihasilkan secara tradisional di pekarangan rumah. Bukan hasil perkebunan. Soalnya, petani pekebun, terlalu lama harus menunggu awal berbuah tanaman itu.
Manggis asal biji baru mulai berbuah setelah umur 10 tahun. Hanya pohon dari bibit hasil sambunganlah yang dapat mulai berbuah pada umur 5 tahun.
Sayang pohon asal bibit ini bekek tumbuhnya, dan pendek umurnya. Pada umur 4 tahun, tingginya hanya 1,5 m dan pada umur 30 tahun sudah minta pensiun.
Sebaliknya, pohon asal biji dapat tumbuh tinggi (sampai 20 m) dengan batang yang kekar bergaris tengah 40 cm, sehingga tahan hidup sampai ratusan tahun. Tetapi sayang, mulainya berbuah juga lama.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR