Intisari-Online.com - Ketika CIA memusatkan segala daya upayanya memburu jaringan teroris Al-Qaeda di Afghanistan, mereka menyadari akan menemui sejumlah kesulitan.
Pasalnya sebelum melancarkan operasi bertajuk War On Terrorism, para Agen CIA sebenarnya sudah kenyang bertugas di negara yang selalu dilanda konflik itu.
Bahkan ada yang bilang bahwa penduduk lokal Afganistan justru merindukan adanya peperangan.
Dengan adanya perang, suku-suku tertentu kerap diuntungkan dalam soal jual beli senjata ilegal dan aksi-aksi kepahlawan yang menjadi kebanggaan warga.
(Baca juga: Peperangan Melawan Teror yang Diusung Amerika Serikat Sejatinya Perang Melawan "Kawan" Sendiri)
Peperangan bahkan cenderung ditunggu-tunggu karena merupakan salah satu cara meninggal di medan tempur melawan kebatilan sebagai seorang syuhada.
Pada 1973 ketika pejuang Afghanistan sibuk bertempur melawan pasukan Uni Soviet, agen CIA mulai dikirim untuk membantu para Mujahidin dan kelompok pejuang lainnya yang bertempur melawan pasukan Soviet bermotivasi jihad.
Salah satunya kelompok pejuang yang dipimpin Osama bin Laden bahkan mendapat pelatihan khusus dari CIA.
Berkat bantuan CIA yang secara rutin memberikan pelatihan militer, persenjataan dan logistik, secara perlahan pejuang Mujahidin mampu melawan pasukan reguler Soviet yang bersenjata canggih.
Kemanjuan tempur ini membuat pemerintah AS senang atas kinerja CIA.
Pada 1979, Presiden AS Ronald Reagan berani mengucurkan dana kepada pejuang Afghanistan, khususnya kaum Mujahidin, lewat CIA, sebesar 600 juta dolar AS setiap tahunnya.
(Baca juga: 13 Jurnalis Meninggal di Afganistan Sepanjang 2016)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR